Memang untuk saat ini COVID-19 merupakan primadona yang sedang naik daun, mengalahkan semua berita lain dalam dunia kesehatan. Namun pada hari Thalassemia yang jatuh pada tanggal 8 Mei 2020, mari kita coba melihat sejenak salah satu penyakit dengan beban biaya terbesar di Indonesia yang tidak banyak diketahui oleh masyarakat luas.
Thalassemia sendiri adalah suatu keadaan dimana sel darah merah dalam tubuh tidak terbentuk secara normal karena adanya kelainan pada gen yang membentuk struktur sel darah merah. Kelainan dari sel darah ini menyebabkan darah merah mudah pecah dan munculnya keadaan anemis (kurang darah merah) dalam tubuh penderita/penyitas thalassemia. Pecahnya sel darah merah dan anemia ini yang kemudian menjadi sebab utama munculnya berbagai keluhan pada tubuh penyitas thalassemia.
Seperti yang sudah kita ketahui, sel darah merah berguna sebagai moda transportasi untuk oksigen dan nutrisi dalam tubuh kita. Bisa dibayangkan kalau sel darah merah ini sama seperti truk yang mengantarkan makanan dan minuman ke berbagai pelosok nusantara. Saat truk ini rusak dan terus mogok ada beberapa daerah yang kehilangan pasokan makanan dan jatuh kelaparan. Hal yang sama akan terjadi pada tubuh kita, kebutuhan nutrisi dan oksigen dalam tubuh orang yang menderita anemia (kurang sel darah merah) tidak tercukupi dan akan menyebabkan badan menjadi lemas. Jika anemia dibiarkan terus menerus, organ yang lemah ini tidak akan bekerja dengan baik; tulang contohnya, akan menjadi keropos dan mudah patah. Tidak heran pula bahwa anak dengan anemia akan terganggu pertumbuhannya.
Masalah besar yang lainnya adalah darah merah yang abnormal ini akan mudah pecah dalam tubuh. Sisa-sisa darah pecah ini harus dihancurkan oleh limpa (spleen) kita, karena hal ini terjadi terus-menerus organ limpa pada penyitas thalassemia harus berkerja lebih keras dan membesar. Limpa yang membesar (spleenomegaly) dapat menekan organ-organ sekitarnya dan menyebabkan masalah-masalah kesehatan lainnya.Â
Sel darah merah yang pecah ini juga menghasilkan masalah utama lain pada penyitas thalassemia: kelebihan besi. Sel darah merah dalam tubuh kita terdiri oleh gugus heme (besi), jika sel darah merah pecah; besi-besi ini akan bebas di tubuh kita. Dalam kadar yang lebih tinggi dari normal, besi dapat menjadi racun dan merusak tubuh karena ia memiliki sifat oksidatif. Besi-besi bebas ini nantinya dapat menumpuk ke dalam beberapa organ penting tubuh seperti jantung dan hepar lalu menyebabkan kerusakan yang seringnya berujung pada kematian.Â
Dari masalah-masalah diatas, ditemukan bahwa pilihan pengobatan untuk penyitas thalassemia adalah:
- Transfusi darah rutin.
- Konsumsi kelasi besi (penghilang besi dari tubuh).
Transfusi darah rutin berguna untuk membantu mengatasi anemia yang ada pada tubuh penyitas thalassemia. Dengan adanya transfusi rutin, tubuh tetap mempertahankan sel darah merah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan nutrisi yang ada. Namun ini terdengar lebih simpel daripada kenyataan di lapangan, proses transfusi membutuhkan tenaga dan biaya yang tidak murah. Untuk satu proses transfusi kita harus mencari darah yang sesuai dan memastikan bahwa proses tersebut aman untuk dilakukan. Jika seorang penyitas thalassemia harus melakukan transfusi darah secara mandiri (tanpa tanggungan BPJS), mereka harus siap mengesampingkan biaya lebih dari 1 juta rupiah per sesi transfusi. Proses ini harus dilakukan sebanyak 2-3 kali setiap bulan, seumur hidup. Bisa dibayangkan berapa banyak biaya yang harus dikeluarkan hanya untuk ini.
Dahulu (bahkan sampai sekarang di beberapa daerah), proses terapi transfusi darah untuk penyitas thalassemia masih belum dilakukan dengan baik. Ini menyebabkan manifestasi penyakit thalassemia yang cukup hebat. Anemia terus menerus dapat memaksa tubuh untuk bekerja lebih keras dalam memproduksi sel darah merah dan menyebabkan perubahan pada tulang-tulang (terutama tulang wajah) dan organ penderita thalassemia.