Mohon tunggu...
Mike Yuliska
Mike Yuliska Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa - STIE Widya Dharma Malang

Nothing!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Zakat Sebagai Pengurang Pajak: Solusi Praktis Memenuhi Kewajiban Agama dan Negara

15 Oktober 2024   16:43 Diperbarui: 15 Oktober 2024   16:49 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pendahuluan

Di Indonesia, zakat dan pajak adalah dua kewajiban yang seringkali dianggap terpisah namun memiliki hubungan yang erat dalam hal peran sosial-ekonomi. Zakat adalah kewajiban agama bagi umat Islam untuk membersihkan harta dan membantu sesama, sedangkan pajak merupakan kewajiban kenegaraan yang dibebankan kepada seluruh warga negara untuk mendukung pembangunan. Meskipun diatur dalam regulasi yang berbeda, ada kebijakan yang memungkinkan zakat berfungsi sebagai pengurang Pajak Penghasilan (PPh), seperti yang diatur dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan dan Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.

Kebijakan ini mempermudah umat Muslim di Indonesia dalam memenuhi dua kewajiban sekaligus: kewajiban agama melalui zakat dan kewajiban kenegaraan melalui pajak. Artikel ini akan mengupas lebih dalam mengenai dasar hukum, cara pelaksanaan, hingga manfaat dari kebijakan zakat sebagai pengurang pajak penghasilan.

Dasar Hukum Zakat Sebagai Pengurang Pajak

Sesuai dengan Undang-Undang No. 36 Tahun 2008, pembayaran zakat yang dilakukan melalui lembaga resmi yang diakui oleh pemerintah, seperti Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) atau Lembaga Amil Zakat (LAZ), dapat mengurangi Penghasilan Kena Pajak (PKP). Artinya, zakat yang dibayarkan oleh wajib zakat (muzakki) akan dimasukkan sebagai faktor pengurang dalam perhitungan pajak tahunan. Agar hal ini dapat terlaksana, muzakki harus melampirkan bukti pembayaran zakat yang sah ketika mengisi Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT).

Sebagai contoh, apabila seorang muzakki membayar zakat penghasilan sebesar Rp5 juta melalui BAZNAS atau LAZ yang diakui pemerintah, maka penghasilan kena pajak orang tersebut akan dikurangi sebesar nilai zakat yang dibayarkan. Ini memberikan keuntungan nyata dalam mengurangi beban pajak yang harus dibayarkan pada akhir tahun.

Studi Kasus: Aplikasi di Lapangan

Salah satu contoh konkret dari kebijakan ini bisa kita lihat di Kabupaten Semarang, di mana seorang muzakki membayar zakat penghasilan melalui BAZNAS setempat. Misalnya, seorang individu dengan penghasilan tahunan sebesar Rp120 juta wajib membayar zakat sebesar 2,5% dari penghasilannya, yaitu Rp3 juta. Setelah membayar zakat dan melaporkannya dalam SPT, nilai Penghasilan Kena Pajak (PKP) orang tersebut akan menjadi Rp117 juta, bukan Rp120 juta.

Pengurangan ini tentu mengurangi beban pajak yang harus dibayarkan, dan pada saat yang sama memastikan bahwa kewajiban zakat juga telah dipenuhi. Dengan demikian, masyarakat Muslim dapat menjalankan dua kewajiban, yakni berzakat dan membayar pajak, dengan lebih ringan dan terorganisir.

Proses Pembayaran Zakat dan Pengurangan Pajak

Agar zakat dapat digunakan sebagai pengurang pajak, ada beberapa tahapan penting yang harus diikuti:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun