Mike Reyssent
Saya termasuk seorang perokok berat. Dalam satu hari saya bisa menghabiskan dua bungkus rokok bahkan lebih.
Sejak menginjak dewasa saya sudah merokok. Dalam pergaulan sehari hari, hampir semua teman saya merokok. Ketika mulai merokok, banyak teman dan saudara yang menasehati saya untuk berhenti merokok, tapi saya tetap bergeming. Sekarang baru saya sangat menyesal tidak mau menerima nasehat teman dan saudara saat itu
Dari situ saya mulai menyadari, bahwa semua tergantung diri sendiri. Mengenai jalan hidup, kita sendirilah yang akan menentukan. Mau jadi apa kita nantinya, itu semua tergantung dari apa yang kita lakukan sekarang.
Untuk bisa menjadi buruk, akan banyak dan sangat mudah jalannya, seperti membalikan telapak tangan. Namun untuk bisa menjadi baik, pasti harus dengan berusaha kerja keras dan penuh perjuangan, begitu juga jalan yang harus ditempuh akan sangat sukar dan sarat dengan rintangan.
Sebagai orang tua, saya sangat menyesal telah memberi contoh yang buruk bagi anak anak kami.
Jika saja saat itu saya mau menuruti nasehat teman untuk berhenti merokok, mungkin saja hal seperti dibawah ini tidak terjadi.
*****
Berbeda dengan sebagian orang, yang mana pada saat wiken -hari Sabtu dan Minggu- adalah hari libur, tapi justru pada hari Sabtu dan Minggu, adalah hari tersibuk saya.
Ketika beberapa waktu lalu saya membuat suatu sistem kerja yang tidak monoton, untuk tidak menghabiskan waktu sehari hari, maka saya harus merelakan hari Sabtu dan Minggu menjadi hari kerja dan hari tersibuk. Menurut saya, itu adalah konsekuensi yang cukup adil.
Pada Sabtu kemarin -ketika sibuk kerja- anak saya yang laki laki -sebut saja namanya E=mc2 yang pernah saya tulis ini- masuk ke tempat kerja, pamit dan minta ijin untuk keluar. Umumnya anak anak usia remaja dan biasanya pada Sabtu atau malam Minggu, kami memang mengijinkannya untuk pulang agak larut.
Waktu E=mc2 minta ijin, saya tidak langsung mengiyakan. Saat itu saya menghentikan kerjaan sejenak dan menatap mata E=mc2. Entah ada firasat, saya lalu menyuruh E=mc2 untuk duduk di depan saya.
Saya kemudian bertanya “Apakah kamu merokok?”.
E=mc2 tampak kaget mendapat serangan tiba tiba seperti itu, secara reflek lalu menyanggah dan mengatakan “Tidak”
Tapi jawaban itu tidak cukup buat saya untuk mendesak lebih lanjut, lalu saya katakan: “Sebaiknya kamu ga perlu bohong, katakan ya kalau memang itu benar, jadi saya ga perlu susah susah lagi harus mencari kebenarannya sendiri”
Dalam hal ini, E=mc2 sangat tahu benar, karena sudah sering saya tunjukkan kepadanya. Walaupun saya tetap di rumah, dalam berbagai hal, saya bisa sangat gigih untuk mencari kebenaran. Dan beberapa waktu lalu sebelumnya, E=mc2 juga sudah sering saya ajak bertemu dengan teman teman saya. Jadi anak saya ini tahu, saya banyak koneksi disekitar tempat mainnya dan bergaul.
Tidak harus berpikir lama, E=mc2 lalu mengaku, “Iya, merokok”
Saya tidak kaget atau marah mendengar jawabannya, karena sudah menduganya.
Saya hanya berkata “Ya sudah. Mulai hari ini kamu ga perlu lagi merokok. Jangan diteruskan merokok karena itu tidak baik. Kamu sudah ngerti benar efek dari rokok selain bisa membawa banyak penyakit, menghambat pertumbuhan kamu, nantinya juga bisa merembet ke narkoba”.
E=mc2 hanya bisa mengiyakan saja.
Saat itu, saya sangat tidak yakin anak saya mau menuruti kata kata saya untuk berhenti merokok. Tapi saya tidak mau menunjukan ketidak percayaan itu kepada E=mc2.
Selang dua hari kemudian, pada Senin, saya memanggil E=mc2. Lalu saya ajak ke ruangan *tempat kerja, supaya tidak didengar sama kakak dan adiknya, kuatir kalau saya nanti marah.
*(Tempat kerja saya sangat tertutup rapat, tempat dimana saya merokok, di ruangan itu ada exhoust fan yang membuang udara keatas, supaya tidak menggangu udara didalam rumah kami.)
Saya tanyakan, “Apakah kamu masih merokok?
Dengan mimik ragu E=mc2 menjawab singkat, “Masih”.
Lagi lagi saya tidak kaget dan marah, saya hanya bertanya, “Mengapa kamu tidak berhenti merokok?"
“Tidak bisa” jawab E=mc2 dengan ragu ragu.
“Hmm...Mengapa kamu tidak bisa berhenti merokok? Apa temen kamu banyak yang merokok?” tanya saya lagi.
“Iya ga bisa, banyak yang merokok”, jawabnya singkat sambil tetap memandang saya. (Dalam hal ini, kami mengajarkan semua anak untuk memandang wajah pada saat berbicara, dan jangan pernah menundukkan kepala saat berbicara dengan siapapun. Begitu juga saat dimarahin.)
“Semuanya merokok?” kejar saya.
“Tidak, ada dua orang yang tidak merokok” jawabnya.
“Apakah kalau kamu berhenti merokok, kamu merasa malu atau takut sama teman?” desak saya.
Tidak menunggu jawabannya, saya lalu berkata, “Anak laki laki adalah seorang calon pemimpin, setidaknya untuk akan memimpin sebuah keluarga. Jadi kamu harus belajar untuk bisa bersikap.”
“Jangan pernah bergantung dengan siapapun, kamu harus bisa menentukan langkah sendiri. Apalagi terhadap teman semasa remaja sekarang ini. Jika ada teman kamu yang mempunyai kelakuan yang tidak baik atau tidak sesuai dengan pemikiran kamu, sudah seharusnya kamu bisa memberi pengertian terhadap teman kamu. Bukan malah ikut ikutan jadi ga bener.” kata saya lebih lanjut.
“Apakah kamu mau berhenti merokok?" tanya saya kemudian.
“Mau” lagi lagi ia hanya menjawab singkat.
“Katakan “A” kalau kamu memang ingin melakukan “A”, katakan “B” kalau memang kamu mau melakukan “B”. Jangan kamu bilang “A” kalau ternyata kamu ingin melakukan “B”, begitu juga jangan bilang “B” kalau akhirnya yang kamu lakukan adalah “A”. Itu namanya banci bukan laki laki. Dan saya sangat tidak suka jika anak laki laki seperti itu “ kata saya dengan nada yang sangat tegas.
“Kalau kamu memang ingin berhenti merokok, mumpung belum kecanduan, pikir dan niatkan dalam hati mulai sekarang. Yang pertama kali harus kamu lakukan adalah, besok bilang sama teman teman, bahwa mulai saat ini kamu ingin berhenti merokok. Ajak mereka untuk berhenti merokok juga. Katakan juga sama mereka, jika ternyata kamu masih merokok, teman teman kamu harus berani menegur atau mengkritik kamu".
“Seorang calon pemimpin bukan dimulai dengan menjadi buntut atau pengikut –ikut ikutan yang ga bener-, tapi kamu harus bisa mengajak, mengarahkan teman untuk menjadi lebih baik, dan harus siap untuk dikritik, itu yang terpenting.”
“Ada satu sikap lagi yang bisa kamu lakukan, jika kamu ingin berhenti merokok dan sudah berusaha untuk menasehati teman yang merokok, tapi ternyata teman teman kamu tidak juga mau berhenti. Bersiap siaplah kamu untuk ditinggalkan semua teman. Itu pasti terjadi"
"Ketika mereka meninggalkan kamu, Jangan takut!!! Karena dunia begitu luas, pergaulan di dunia ini bukan hanya dengan mereka saja, terlebih usia kamu masih sangat muda dan masih mempunyai masa depan yang panjang.” lanjut saya.
Setelah itu saya memberikan banyak contoh kehidupan orang orang disekeliling dengan panjang kali lebar, tidak lupa saya memberi contoh cara berpikir politikus kotor dan para koruptor yang tidak pernah bisa dipegang kata katanya apalagi janjinya.
Mereka tidak mempunyai teman sejati karena hanya memikirkan kepentingannya saja. Mereka hanya mau berteman hanya untuk memanfaatkan teman dan kepentingan dirinya sendiri atau golongannya saja bukan untuk kepentingan banyak orang.
Politikus atau koruptor, mau memberikan dan mengorbankan apapun hanya dengan maksud bisa mengambil keuntungan yang berlipat ganda. Tidak ada makan siang yang gratis. Itu prinsip politikus kotor!!! Begitu juga koruptor yang rela mengorbankan nama baik dan keluarga hanya untuk kepuasaan dan menimbun harta semata.
Saya sengaja sering memberi contoh tentang politikus dan koruptor yang sangat kotor supaya anak anak bisa mengambil pelajaran dan tidak menjadi seperti mereka.
Rokok telah menggerogoti paru paru yang bisa menyebabkan orang lain ikut sengsara, seperti koruptor yang telah menggerogoti uang rakyat dan bisa menyebabkan rakyat sengsara.
Kira kira satu jam saya berbicara berdua, lalu saya minta E=mc2 berjanji untuk mulai berhenti merokok, setidaknya berusaha untuk tidak merokok. Berjanji dalam hatinya saja bukan janji sama saya, karena saya selalu berpikir, percuma janji sama saya kalau nanti dia mengingkari, itu bisa bikin saya sakit hati.
Saya tahu akan percuma saja saya memberi nasehat terus terusan, panjang kali lebar, kalau memang tidak ada niat dari anak itu sendiri. Karena tidak mungkin buat kami untuk mengawasi anak 24 jam sehari dan 7 hari seminggu tanpa lengah sedetikpun. Jadi semua itu tergantung dari niat dan kesadarannya sendiri. Sekarang, saya cuma bisa berharap semoga anak saya bisa mengerti dan bisa berhenti merokok dengan dengan kesadaran sendiri.
*****
Pernah saya katakan ke E=mc2, bahwa saya menasehatinya untuk berhenti merokok karena saya seorang perokok dan tahu akibatnya. Jika saya bukan perokok maka saya ga ngerti akibat dari merokok.
Walaupun saya merokok, saya sehat tidak terindikasi penyakit apapun. Tapi karena saya tahu akibatnya dari merokok bagi beberapa orang, saya tidak ingin anak anak juga merokok. Ada kekuatiran yang lebih dari sekedar merokok yaitu saya kuatir anak saya bisa terjerat narkoba nantinya. Ini yang bakalan bisa bikin saya semaput.
Semoga ini menjadi pelajaran bagi teman teman K’ers supaya bisa memberi contoh yang lebih baik untuk keluarganya dengan tidak melakukan hal yang buruk dan juga bisa mendeteksi lebih dini tingkah laku anak anak yang sedang melewati masa remaja.
Sekali lagi saya katakan bahwa saya benar benar menyesal menjadi perokok, sehingga saya sudah memberi contoh buruk bagi anak anak kami.
Bukan saya tidak berusaha untuk bisa berhenti merokok, namun pekerjaan yang sering bikin stres membuat saya benar benar susah untuk bisa berhenti merokok, itu mungkin bukan alasan yang tepat tapi itulah yang sebenarnya terjadi.
Untuk selanjutnya, saya belum tahu apa yang mesti saya lakukan terhadap anak saya ini, maukah K’ers berkenan memberi masukan dan saran supaya anak saya berhenti merokok.
*****
***Apa yang akan kita tinggalkan ketika kita mati? Apakah cukup dengan harta benda saja? Apakah kita tidak ingin memberi sesuatu yang lebih baik dari harta?
***Saya terus membuat tulisan yang meneriakkan anti pada korupsi, untuk bisa dibaca anak cucu ketika saya sudah mati nanti. Setidaknya saya bisa meninggalkan jejak, dimana anak cucu akan melihat perjuangan orang tuanya untuk melawan korupsi, bukan hanya meninggalkan harta benda semata.
***Tidak ada apapun saya yang dapat saya tinggalkan untuk mereka yang lebih berharga, namun jika mereka melihat apa yang sudah diperjuangkan orang tuanya, maka lewat tulisan tulisan saya, mereka bisa mengerti dan tidak akan tergiur untuk berbuat korupsi.
Salam Damai...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H