Mohon tunggu...
Mike Reyssent
Mike Reyssent Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kejujuran Adalah Mata Uang Yang Berlaku di Seluruh Dunia

Kejujuran Adalah Mata Uang Yang Berlaku di Seluruh Dunia Graceadeliciareys@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Inilah Kepentingan Teman Ahok

18 Maret 2016   08:38 Diperbarui: 18 Maret 2016   11:43 5317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Sejumlah warga sedang mengisi formulir ulang dan menyerahkan fotokopinya untuk mendukung Basuki Tjahaja Purnama maju menjadi calon gubernur DKI Jakarta pada Pilkada 2017 di booth 'Teman Ahok' di Emporium Pluit Mall, Jakarta Utara, Senin (14/3/2016)./Ilustrasi : kompas.com"][/caption]

Pilkada DKI yang masih setahun lagi, sudah mulai panas membara, terlebih sejak Ahok memutuskan maju pilkada DKI lewat jalur independen, karena didukung oleh komunitas Teman Ahok.

Jangan menyangkal, jika keputusan Ahok maju sebagai calon indenpenden, sudah membuat merah muka orang parpol.

Apalagi jika mengingat kedekatan hubungan antara Megawati dan Ahok. Oleh sebab itu, ketika tahu Ahok ternyata mempunyai keberanian untuk maju lewat jalur independen -yang belum tentu juga bisa diverifikasi oleh KPU- yang lebih meradang pastinya adalah PDIP.

Padahal, secara nalar jika saja Ahok mau bergabung dengan PDIP, bisa dipastikan jalan menuju DKI 1 akan jauh lebih mulus, kan? Elektabilitas tinggi ditambah dengan dukungan parpol besar ada, siapa lagi yang bisa menghalangi Ahok kalau maju bersama PDIP?

Jumlah KTP yang sudah dikumpulkan oleh TA semakin banyak dan dibandingkan dengan besarnya kekuatan PDIP di DKI. Ini bisa menjadi alat tawar menawar bagi masing masing pihak. Ibarat kata, pilkada DKI ini adalah ajang tarik menarik dua kubu. Ajang tawar menawar kepentingan antara TA dan PDIP.

Maka yang menjadi persoalan sekarang adalah PDIP. Sebagai menjadi partai pemenang pastinya, PDIP punya beban yang besar untuk bisa memenangkan pilkada DKI.

PDIP harus berhitung dengan cermat dan punya keyakinan PASTI MENANG, ketika memutuskan untuk memajukan calon sendiri. Karena taruhannya akan sangat malu bila PDIP memajukan calon sendiri dan kalah.

Sedangkan Ahok, tidak ada beban sama sekali ketika sudah memutuskan maju sebagai calon independen.

Ahok tahu persis bahwa jalur independen adalah jalur yang paling rentan dengan kekalahan. Bayangkan jika sebuah komunitas sekelas Teman Ahok yang baru saja berdiri, harus melawan mesin partai yang sudah puluhan tahun makan asam garam politik Indonesia.

Lalu kenapa Ahok malah memilih jalur independen?

Ahok memilih jalur yang sangat rentan dengan kekalahan, karena tidak ingin mengecewakan pendukung awalnya yaitu Teman Ahok.

Ahok tidak ingin mengecewakan harapan anak anak muda yang sudah menunjukan kerja keras dan semangat, supaya negeri ini bisa bangkit dari keterpurukan akibat ulah orang orang parpol yang kian hari tidak semakin membaik.

Jadi yang mempunyai beban besar adalah komunitas Teman Ahok. Mereka bukan hanya harus bekerja keras mengumpulkan KTP saja, tapi harus memikirkan untuk biaya kampanye dan bisa menyakinkan masyarakat DKI bahwa Ahok adalah pilihan yag tepat untuk menjadi pemimpin DKI.

Di pihak lain, diseberang sana ada yang terus “mengompori” PDIP supaya makin panas dan tidak lagi mau mendukung Ahok. Begitu banyak isu yang ditebarkan oleh pihak lain yang bisa bikin merah kuping orang PDIP.

Walaupun saya yakin PDIP tidak mudah terpengaruh oleh “kompor” itu, namun bukan berarti PDIP akan mudah tunduk terhadap kemauan Ahok atau TA.

***

Ini politik cuyyy...

Dimana semua pihak berjuang untuk kepentingan masing masing bukan sekedar pertemanan biasa. Dukung mendukung pasti ada harga yang harus dibayar. Bukan cuma sekedar mahar aja diributkan tapi ada banyak kepentingan lainnya.

Patut diingat, yang jelas parpol berjuang bukan untuk rakyat tapi untuk kelompoknya sendiri.

Kilas balik sebentar...

Jika melihat sepak terjang Ahok yang dianggap sebagai kutu loncat atau istilah apapun untuk mendiskreditkannya, seharusnya tidak heran jika Ahok mengambil keputusan tersebut.

Cara kerja Ahok sangat jauh dari pencitraan. Bahkan banyak bilang Ahok cari musuh.

Ahok tidak mau bermuka manis, cengengesan di depan orang dengan gaya bahasa santun, jika orang tersebut terindikasi korup. (rekaman rapat kerja Ahok di youtube, banyak koq)

Ahok bisa marah besar melihat PNS yang di bawah jajarannya malas apalagi bolos, karena Ahok tahu rakyat butuh pelayanan PNS dengan cepat. Ahok bisa langsung memecat atau menurunkan jabatan bagi PNS yang kerja tidak benar.

Makanya, banyak yang tidak suka dan sakit hati dengan cara kerja Ahok yang dianggap telah menggangu ketenangan mereka ketika mengambil uang rakyat, ke santai an mereka dengan mengambil kerja lain atau kesenangan mereka berjalan jalan di mall ketika masa jam kerja.

Nah,  bisa dilihat siapa sih musuhnya? Yang kerja bener apa yang kerja ga bener? Yang kerja bersih atau yang korup? Yang mau kerja keras atau yang malas malasan? (Ketauan nih yeee...)

Jadi, Ahok rela untuk tidak disukai oleh banyak pihak, yang penting, apa yang menurutnya baik untuk rakyat -bukan untuk sebagian orang- pasti dikerjakan. Ini yang perlu digaris bawahi.

Setelah melihat sepak terjang Ahok yang demikian, tergeraklah beberapa anak anak muda untuk membentuk sebuah komunitas Teman Ahok. Mereka ini yang merasa terwakili dengan cara kerja Ahok yang dianggap berbeda dengan yang sudah sudah.

Pendiri perkumpulan ini berjumlah lima orang, berusia 23-25 tahun, yaitu Amalia Ayuningtyas, Singgih Widiyastono, Aditya Yogi Prabowo, Muhammad Fathony, dan Richard Haris Purwasaputra.

Perkumpulan itu terbentuk dengan legalitas akta notaris pada 16 Juni 2015. Perkumpulan terjadi saat mereka melakukan aksi Lawan Begal APBD di Bundaran Hotel Indonesia. "Ahok, kala itu, tidak punya teman dan partai. Kami bikinlah Teman Ahok karena cuma kami yang bisa temenin."

[caption caption="Komunitas Teman Ahok usai memenuhi undangan makan siang dari Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama di Balai Kota, Senin (25/1/2016).Ilustrasi : temanahok.com"]

[/caption]

Sekedar ilustrasi...

Bisa dilihat dari lingkungan sekitar kita sendiri, berapa banyak anak muda yang tertarik sama situasi politik atau tertarik kemajuan negeri. Begitu juga bisa dilihat dari tulisan di Kompasiana, berapa banyak penulis politik yang berusia muda.

Anak muda sekarang jauh berbeda dengan anak muda dulu. Sedikit dari mereka yang mau tahu situasi politik bahkan bisa dibilang sama sekali tidak lagi mau tau tentang perkembangan politik negeri ini. (Jangankan mau bicara politik, mau tau aja juga udah malas).

Mengapa begitu?

Sebenarnya, bukan hanya anak muda saja yang tidak mau tahu tentang politik, orang yang sudah berumur pun banyak yang sudah enggan bicara tentang politik. Karena dalam politik tidak ada hitam putih, tidak ada yang benar maupun salah.

Jadinya, orang awam yang sudah lelah payah, berdarah darah, sampai bermusuhan dengan banyak teman dan kerabat -ketika mendukung salah satu parpol- sering kali dikecewakan, manakala melihat parpol yang didukungnya malah berkoalisi dengan yang dianggap sebagai musuh bebuyutan (Saya contohkan, seperti PDIP dan Gerindra deh...)

Atau semakin banyak orang yang jengah melihat perilaku orang parpol semakin hari semakin menggila.

Bisa diambil dari contoh dari kasus yang terjadi baru baru ini saja, dari mulai perebutan kursi Ketua dan Wakil Ketua DPR, tarik menarik kepentingan ketika sidang MKD pada kasus Papa Minta Saham, Korupsi (udah kebanyakan kali ya..) sampai ada orang parpol yang terlibat narkoba, kekerasan pada PRT dan lain sebagainya.

Ini kelakuan macam apa? Pertunjukan apa? Mengapa orang orang yang duduk di gedung Kura Kura jadi berubah seperti itu? Mengapa orang yang dulunya baik baik, kemudian bisa berubah menjadi koruptor atau pelaku kriminal ketika mempunyai jabatan? Ini gejala apa?

Perilaku para pemimpin yang seperti itulah, yang kemudian menimbulkan kekecewan dan kekecewaan yang bertumpuk tumpuk.

Kelakuan buruk para pemimpin jugalah yang akhirnya membuat rakyat semakin enggan berbicara tentang politik. Karena tingkat kepercayaan masyarakat terhadap parpol sudah terdegradasi ke titik yang paling dalam, lalu memilih Golput pada pileg atau pilkada.

Masyarakat kemudian bertanya, siapa biang keladi dari semua perubahan itu? Siapa yang patut disalahkan dan harus bertanggung jawab ketika para pemimpin yang merasa dirinya terhormat justru berperilaku kotor?

Rakyat yang sekarang sudah mulai bisa melihat dan mendengar, akhirnya tahu bahwa perubahan perilaku itu bukan melulu disebabkan oleh pelaku saja, tapi lebih banyak dipengaruhi oleh tekanan dan tuntutan dari parpol.

Ada janji dari kader parpol yang harus ditepati sang kader ketika mereka sudah mendapat kursi.

Oleh sebab itu, kader parpol lebih memihak pada parpol ketimbang pada rakyat (konstituennya). Oleh sebab itu kader parpol lebih memilih mendengarkan parpol ketimbang mendengarkan suara rakyat.

Mereka berupaya membodohi rakyat terus, dengan segala macam janji janji yang tidak pernah ditepati, seperti contoh Partai Demokrat yang punya slogan “KATAKAN TIDAK PADA KORUPSI” tapi ternyata banyak kadernya yang masuk penjara karena mencuri uang rakyat.

Dan pada akhirnya bisa dilihat, rakyat menghukum Partai Demokrat kan?

Sebaiknya, jangan lagi berlindung dibalik kata kata yang menjijikkan bahwa parpol berjuang  demi kepentingan rakyat karena terbukti bahwa parpol hanya berjuang demi kelompoknya saja.

Jangan lagi, demi kepentingan parpol semua bisa diperbolehkan, jegal menjegal, menghalalkan segala cara, tanpa malu malu ditonton oleh rakyat.

Ada nilai nilai yang semakin menjauh dari cara kerja dan perilaku orang parpol, dari etika, moral bahkan kemudian kemanusiaan.

Jadi menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat pada parpol, terjadi bukan dalam tempo sebulan dua bulan atau setahun dua tahun saja, tapi sudah berlangung sejak lama.

Semua ini yang harus segera diperbaiki oleh kader parpol.

***

Lalu apa kepentingan anak anak muda ini (TA) sehingga ngotot mau bekerja keras untuk menjadikan Ahok sebagai Gubernur DKI?

Anak anak muda ini, menganggap Ahok adalah seorang tokoh tangguh, berani melawan arus dan sangat cocok untuk bisa mewakili kepentingannya. Mereka tahu, Ahok berjuang demi rakyat, berani menentang kemauan parpol.

Oleh sebab itu mereka tidak ingin jagoannya terkontaminasi oleh parpol, yang notabene sudah banyak bukti kerjanya hanya sibuk ngurusin kepentingan mereka semata, bukan demi rakyat.

Jadi, gairah dan semangat anak anak muda ini mendukung Ahok, BUKAN UNTUK DIRI SENDIRI tapi demi kemajuan daerahnya, terutama rakyat DKI.

Saat ini, mereka tengah berjuang demi terciptanya birokrasi yang lebih baik, lebih bersih dan lebih mau melayani rakyat. Walaupun TA kecil tapi mereka berani melawan kedigjayaan parpol.

Semangat anak anak muda yang seperti inilah yang seharusnya diapresiasi oleh banyak pihak terutama oleh rakyat DKI. Mereka hanya ingin daerahnya dipimpin oleh seseorang yang mereka yakini sudah membuat banyak kemajuan pada DKI.

Jangan berangus semangatnya, atau malah menghujatnya dengan kata kata SARA. Karena mereka adalah anak kita juga, para pemuda pemudi, generasi penerus yang justru mau perduli pada bangsa ini. 

Dukungan dari Teman Ahok tidak bisa dianggap sebagai dukungan yang biasa, yang dapat dipandang sebelah mata oleh parpol dan masyarakat lainnya.

Karena ini adalah bentuk keprihatinan dari sebagian masyarakat yang sudah jenuh melihat ulah orang parpol. Dan kemungkinan besar akan cepat menular ke daerah lainnya.

[caption caption="megapolitan.kompas.com/read/2016/03/17/21372281/.Batman.Akan.Sosialisasikan.Kinerja.Ahok"]

[/caption]

Relawan Batman (Basuki Tjahaja Purnama Mania) mendukung pencalonan kembali Basuki Tjahaja Purnama 'Ahok' sebagai Gubernur DKI Jakarta di Pilkada 2017.

Pilihan ada ditangan rakyat DKI, mau menuju Jakarta Bersih dengan cara mendukung Ahok, atau tidak ingin berubah, malah balik seperti dulu, jika mendukung calon lain...

Catatan :

*Ketika parpol ingin memberi dukungan pada siapapun, pasti punya kepentingan. Begitu juga dengan Nasdem yang mendukung Ahok, entah untuk kepentingan jangka pendek, seperti minta jatah proyek atau kepentingan jangka panjang, untuk meraih simpati rakyat.

Namun perlu dingat jika parpol yang mendukung Ahok nanti ingin mendikte atau punya kepentingan terselubung, silahkan siap siap kecewa.

Anton Medan yang mau kasih dukungan gratis pun ditolak karena dianggap tidak cocok sama Teman Ahok.

Lucunya, malah ada juga yang justru menganggap Ahok mengejar jabatan. Masa maju lewat jalur independen dibilang mengejar jabatan sih...Aya aya wae...

*Untuk “Tukang Kompor”, ada baiknya untuk nonton dipinggir lapangan saja.

Jangan malah mengail di air keruh. Jangan memanasi situasi politik dengan menyebarkan isu SARA...

Kasihan rakyat dong, yang tidak tahu apa apa, bisa terbawa bawa.

Lihat nih, dedengkot Planet Kenthiraja bisa jadi waras kalau bicara SARA...

[caption caption="Kong Agil jadi waras kalau ngomongin Sarah, eh salah SARA... Wakakaka.../dokpri"]

[/caption]

*Parpol harus segera bercermin dan memperbaiki diri. Jika tidak mau berubah, bukan tidak mungkin pileg 2019, akan lebih banyak lagi Teman Ahok-Teman Ahok yang bermunculan daerah lain. Namun  jika parpol bisa berubah, yakinlah bahwa bangsa kita adalah bangsa yang pemaaf dan akan kembali memilih parpol.

Salam Damai...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun