Mohon tunggu...
Mike Reyssent
Mike Reyssent Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kejujuran Adalah Mata Uang Yang Berlaku di Seluruh Dunia

Kejujuran Adalah Mata Uang Yang Berlaku di Seluruh Dunia Graceadeliciareys@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Lapas Harus Segera Diawasi

21 Maret 2015   00:25 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:20 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_404367" align="aligncenter" width="650" caption="https://rehsos.kemsos.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=770"][/caption]

Walaupun sangat miris dan pilu ketika melihat berita tentang eksekusi Razman Nasution -yang seorang pengacara- sampai bisa molor begitu lama, tapi saya anggap hal itu bukanlah sesuatu yang dianggap aneh atau baru. Karena kinerja kejaksaaan sebagai pihak yang berwenang untuk mengurus eksekusi memang sering kali terlihat sangat rendah dan bisa dibilang sudah kelewatan.

Mirisnya hanya karena melihat seorang pengacara yang mengerti hukum tapi malah tidak mau mematuhi hukum, itu yang seharusnya dipikir oleh Razman karena bisa memperburuk citra dirinya sendiri.

Bayangkan saja, ketika Mahkamah Agung sudah membuat keputusan pada 19 Januari 2010 namun kejaksaan baru mau menangkap Razman pada 19 Maret 2015. Apa saja yang sudah dilakukan kejaksaan selama ini? Mengapa terjadi pembiaran sampai begitu lama?

Memang sewaktu pihak kejaksaan ingin mengeksekusi, Razman Nasution sempat buron tapi itu bukanlah suatu alasan. Saya sangat yakin bahwa pihak kejaksaan tahu keberadaan Razman selama ini karena kejaksaan punya intel yang bisa mengendus keberadaan buronan. Nah, hal ini yang menjadi tanya besar. Mengapa jaksa tidak segera mengeksekusi Razman?

Apakah ada kongkalikong antara Jaksa dengan Razman? Walaupun Razman sudah ditangkap dan "mungkin merasa sudah dihianati" oleh Jaksa tapi saya yakin Razman tetap tidak akan buka suara. Karena jika Razman buka suara, pasti hukumannya akan bertambah berkali lipat.

Namun kasus Razman bukanlah satu satunya kasus yang pernah terjadi, tapi sudah sangat banyak kasus seperti itu di negeri ini. Silahkan lihat tulisan ini

Jadi lewat tulisan itu kita tidak akan heran lagi ketika melihat kelakuan pihak kejaksaan dan komisi kejaksaan -yang seharus bertugas untuk mengawasi kejaksaan.

Apa yang akan terjadi dalam penegakan hukum kita jika pihak yang berwenang mengeksekusi mempunyai kenerja yang seperti itu?

Dalam tulisan ini saya ingin membahas tentang keadaan di LP yang semakin lama juga semakin parah dan semakin memprihatikan. Bagaimana tidak meprihatikan, jika sampai saat ini tidak ada langkah perubahan yang berarti sama sekali yang sudah dilakukan oleh pemerintah.

Jika sebelum masuk ke LP, seorang terpidana sudah diperas oleh aparat penegak hukum, seperti komen mas Hendra Budiman dilapaknya  (http://hukum.kompasiana.com/2015/03/19/eksekusi-razman-sah-secara-hukum-707678.html) itu.

[caption id="attachment_404372" align="aligncenter" width="587" caption="http://hukum.kompasiana.com/2015/03/19/eksekusi-razman-sah-secara-hukum-707678.html"]

14268672431196706674
14268672431196706674
[/caption]

Jadi bisa dilihat begitu hebatnya aksi para penegak hukum kita melakukan segala macam cara untuk bisa mengail rupiah...Sampai sampai seorang narapidana harus diperas sedemikian rupa. Belum lagi terpidana masuk ke LP sudah seperti itu, bagaimana jika sudah masuk ke LP?

Apakah itu berarti setelah berada didalam LP, seorang narapidana bisa bebas dari aksi pemerasan??? Oh, tentu saja tidak. Justru didalam LP terjadi pemerasan yang lebih parah lagi. Sudah bukan rahasia lagi, jika untuk mendapat kebutuhan paling pokok saja, yaitu kamar atau tempat tidur yang layak saja, seorang terpidana harus mengeluarkan sejumlah uang, Begitu soal makanan. Semua ada harganya, tergantung kemampuan napinya sendiri.

Saya akan memberikan beberapa contoh kasus yang menghebohkan yang terjadi setelah terpidana berada di dalam LP.

Semakin seorang napi mempunyai banyak uang, semakin mewah kamar yang dimiliki, contohnya seperti Artalyta Suryani alias Ayin -seorang pengusaha Indonesia- yang sangat terkenal karena keterlibatannya dalam kasus penyuapan jaksa Urip Tri Gunawan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Dan dijatuhi hukuman penjara selama selama 5 tahun.

Bukan rahasia lagi jika Lembaga Pemasyarakatan dianggap sebagai surga jika seorang terpidana mempunyai banyak uang. Walaupun lembaga pemasyarakatan nama lain dari penjara, namun bukan berarti tidak ada lagi kebebasan. Karena biarpun didalam LP tapi tetap saja semua bisa dibeli. Yang penting banyak uang. Begitu juga kebebasan yang sangat mudah dibeli dengan beberapa rupiah saja.

Untuk menyegarkan ingatan, bisa kita lihat contoh kasus lama seorang koruptor yang sudah bikin geger yaitu Edy Tanzil -yang membobol Bank Bapindo Rp 1,3 triliun melalui perusahaanya PT. Golden Key- kabur keluar negeri padahal sudah sempat mendekam di LP Cipinang namun melarikan diri pada 4 Mei 1996.

Kasus kaburnya Edy Tanzil sudah membuat geger negeri ini tapi apakah pihak Kemenkumham -yang bertanggung jawab terhadap lembaga pemasyarakatan- bisa mengambil pelajarannya dari kasus itu? Tidak!!! Karena kasus seperti itu terulang lagi dan lagi...

Mari kita lihat contoh lain lagi, kasus kriminal yang sangat heboh yaitu pembunuhan Bos Asaba, Budyharto Angsono, pada tanggal 19 Juli 2003. Sedangkan otak pelaku pembunuhan adalah menantunya sendiri yaitu Gunawan Santoso .

Walaupun Gunawan Santoso sudah berada dalam LP tapi Gunawan masih bisa punya HP, uang yang banyak bahkan Gunawan juga bisa punya pistol!!!

http://www.pelita.or.id/baca.php?id=24683

Yang konyolnya adalah sewaktu merencanakan pembunuhan terhadap mertuanya sendiri, Gunawan Santoso adalah seorang buronan kasus korupsi sebesar 25 milyar rupiah di PT Asaba –setelah berhasil kabur dari LP pada 15 Januari 2003 dengan cara mengelabui petugas.

Setelah GunawanSantoso berhasil ditangkap, apakah pihak LP berhasil menjaganya? Oh, tentu tidak. Karena Gunawan Santoso lagi lagi berhasil kabur dari LP sampai terakhir ditangkap pada Jumat 20 Juli 2007.

Masih ada lagi contoh kasus Gembong Narkoba yang sudah membuat geger yaitu Freddy Budiman, yang bisa begitu bebas ketika berada dalam LP. Freddy bisa membawa masuk perempuan dan berpesta narkoba di dalam LP.

Bahkan Asiong atau Cecep Setiawan, anak buahnya Freddy Budiman, walaupun berada dalam LP bisa bebas memproduksi narkoba. Lebih gilanya lagi Asiong masih bisa bebas mengendalikan transaksi narkoba.

Saking hebatnya Asiong, bahkan photonya saja sangat susah dicari.

Silahkan cek gambar dibawah ini, yang saya ambil di tempo.co

1426865487968557423
1426865487968557423

Kemudian cari ke website nya, maka yang ada adalah gambar lain... Setelah bersusah payah baru bisa dilihat disini (http://www.tempo.co/read/beritafoto/12808/Polri-Gerebek-Bandar-Shabu-di-Aston-Pluit/2) tapi gambar pada website itu tidak bisa disimpan, jadi untuk sekedar bisa mencari photonya aja, kita mesti bersusah payah... Ini sesuatu yang sangat aneh...

Semua contoh diatas adalah hanya contoh dari kasus besar yang naik kepermukaan dan diketahui oleh masyarakat. Belum lagi kasus kasus lain, misalkan keluar masuk LP hanya untuk senang senang saja tapi tidak membuat huru hara, -saya anggap pelakunya juga bukan seorang besar alias hanya kelas cere saja- karena tidak ingin terlalu banyak contoh maka itu saya tidak memuat semuanya di tulisan ini.

Melihat contoh diatas kita tahu bahwa dari waktu ke waktu, sudah terjadi penyimpangan di dalam LP. Walaupun terpidana sudah berada di dalam LP, tapi narapidana masih bisa melakukan aksinya, dan bisa dibilang LP menjadi tempat yang nyaman untuk melakukan segala macam kejahatan.

Dan yang parahnya semua kasus itu bisa terjadi karena ada kerjasama antara napi dengan penjaga LP. Tapi, sampai saat ini belum ada kemauan dari pemerintah untuk membuat langkah yang berarti untuk meminimalisir semuanya.

Sudah saatnya pemerintah mau segera membentuk sebuah badan yang khusus untuk mengawasi terpidana atau membuat sistem yang bisa sekalian mengawasi Lembaga Pemasyarakatan dan aparatnya.

Tidak cukup jika hanya mengandalkan departemen Kehakiman atau mengandalkan peran Wapres seperti dulu. Tidak cukup hanya melakukan sidak sewaktu waktu saja -karena sidak seringkali sidak bisa bocor- tapi harus dilakukan secara terus menerus sehingga tidak ada lagi permainan dan kongkalikong antara terpidana dan penjaga lapas.

Percuma semua aparat penegak hukum menangkap pelaku kriminal jika hanya untuk dipindah tempatkan seperti itu saja...Karena seberat apapun hukumannya tidak akan berarti jika hukuman untuk seorang narapidana tidak dikontrol lagi.

Tidak akan mungkin kita bisa menegakan hukum jika Lembaga Pemasyarakatan tidak diawasi karena sudah biasa kita dengar bahwa LP adalah sebuah sekolah gratis yang sangat baik untuk seorang penjahat kelas cere belajar menjadi penjahat kelas kakap.

*Bagaimana Lembaga Pemasyarakatan ingin memberi efek jera jika didalam Lembaga Pemasyarakatan bisa membuat terpidana menjadi lebih nyaman? Bahkan bisa membuat seorang narapidana menjadi Ratu atau Raja?

*Tanpa pengawasan yang ketat, bukan tidak mungkin sebentar lagi Lembaga Pemasyarakatan akan menjadi Negara di dalam Negara!!!

*Terakhir, apapun alasannya jangan pernah memberi keringanan hukuman untuk para pelaku Korupsi dan pengedar Narkoba, karena itu adalah kejahatan yang paling menghancurkan negeri ini.



Salam Damai...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun