Mohon tunggu...
Mikail Jam'an
Mikail Jam'an Mohon Tunggu... -

Alumni Magister Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (Maksi-FEUI); Alumni program Sarjana Akuntansi, FEUI; \r\nmj@kap-au.com\r\nmikail.jaman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Pengembangan Profesi Akuntan Publik di Indonesia: Perlu Belajar dari Negara China

27 Agustus 2011   19:58 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:25 4956
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengembangan Profesi Akuntan Publik di Indonesia:

Perlu Belajar dari Negara China

(Mikail Jam'an, 2011)

Sehubungan dengan promosi good corporate governance di dalam pelaporan keuangan perusahaan, pelaporan keuangan yang transparan dan dapat diandalkan merupakan kebutuhan yang mutlak untuk mengakomodir kepentingan para stakeholders dari perusahaan.Dalam komposisi organ tata kelola perusahaan, posisi akuntan publik menempati posisi yang vital dalam fungsinya sebagai pemeriksa yang mewakili pihak-pihak pemangku kepentingan (pemegang saham, pemberi pinjaman, pemerintah, dan pihak-pihak lainnya). Dengan posisi tersebut, akuntan publik (“AP”) perlu dipertahankan keberadaan dan kualitas profesionalismenya sehingga dapat memenuhi kebutuhan dan kepercayaan dari masyarakat.

Keberadaan AP di Indonesia tidak terlepas dari perkembangan jumlahnya dari tahun ke tahun. Catatan perkembangan jumlah AP di Indonesia tidak menunjukan angka yang lebih baik apabila dibandingkan dengan perkembangan jumlah akuntan publik di negara-negara berkembang lainnya. Apabila dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia (2.460 orang) dan Singapura (15.120 orang) dan negara dengan perkembangan ekonomi pesat lainnya seperti India (kurang lebih 16.000 orang pada tahun 2004) dan China (kurang lebih 88.000 orang pada tahun 2009), jumlah AP di Indonesia hingga bulan Maret 2011 baru sebanyak 926 orang,

Rendahnya perkembangan jumlah akuntan publik di Indonesia dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang mungkin dapat mempengaruhi minat seseorang untuk tidak menjadikan profesi akuntan publik sebagai pilihan. Faktor-faktor tersebut diantaranya,


  • Landasan hukum terkait profesi akuntan dan pelaporan akuntansi keuangan yang belum memadai untuk memberikan peran bagi akuntan publik (terdapat kewajiban audit untuk perusahaan (Pasal 68 UU PT No.40, untuk perusahaan dengan aset atau peredaran bruto tertentu tetapi tidak ada pengawasan dan sanksi apabil ketentuan itu tidak dipatuhi, baru diterbitkanya UU no.5 tahun 2011 tentang Akuntan Publik)
  • Pangsa pasar jasa audit yang terbatas jumlahnya. (Terkait dengan faktor sebelumnya yaitu masih sedikitnya jumlah perusahaanterbuka dan jumlah perusahaan lain yang terikat dengan kebutuhan audit)
  • Perspektif atas risiko profesi (risiko hukum yang mengikat dalam jasa audit & assurance)
  • Tingginya biaya (diantaranya biaya untuk pendidikan, ujian profesi, perizinan, dan pelatihan professional berkelanjutan)

Tingginya jumlah akuntan publik di China dan upaya pemerintah China didalam mengembangkan profesi akuntan publik di negaranya dalam kurun waktu 30 tahun sejak dibukanya profesi akuntan publik dalam era reformasi ekonomi China patut untuk dijadikan benchmark bagi pemerintah Indonesia maupun organisasi profesi akuntan publik (Institut Akuntan Publik Indonesia “IAPI”). Hal ini dimaksudkan untuk menjaga eksistensi dan perkembangan jumlah akuntan publik di Indonesia.

Menurut Helen Yee (2007), sistem CPA China telah dimulai oleh Xie Lin yang merupakan akuntan publik pertama di China yang diberikan izin pada tahun 1918 oleh Menteri Pertanian dan Perdagangan China untuk mendirikan kantor akuntan pertama di China, dan pada saat era pemerintahan komunis dimulai, profesi akuntan publik dihilangkan di China.

Kembalinya profesi akuntan publik di China tidak terlepas dari The Third Plenary Session of the Eleventh Central Committee of the Communist Party of China pada bulanDesember 1978 yang memutuskankebijakan dui nei gao huo, dui wai kai fan (revitalize the economy and opening to outside) atau open door policy. Keputusan open door policy, menyebabkan adanya reformasi ekonomi yang terbuka untuk investasi asing yang menyebabkan kebutuhan akan akuntansi atau pelaporan keuangan yang informatif. Salah satu bentuk peraturan yang diterapkan adalah dengan adanya syarat laporan auditor yang ditandangani oleh Chinese CPA untuk kelengkapan laporan pajak (tax return) perusahaan sino-foreign joint ventures. Untuk mendukung agenda reformasi ekonomi tersebut, melalui Konferensi Nasional, Menteri Keuangan China akhirnya menerbitkan Provisional Regulation Concerning the Establishment of Accounting Consultancies on 23 December 1980. Dengan adanya peraturan tersebut, maka dimulailah era kantor akuntan publik di China.

Organisasi yang menaungi akuntan publik di China yaitu Chinese Institute of Certified Public Accountant (“CICPA”) baru didirikan pada tahun 1988. CICPA sendiri berada dibawah pengawasan Kementerian Keuangan China, CICPA sendiri baru menjadi anggota dari International Federation of Accountant (“IFAC”) pada tahun 1997. CICPA berfungsi untuk mengelola keanggotaan profesi akuntan publik terkait pengawasan kepatuhan akuntan publik dengan ketentuan hukum CPA dan aturan CICPA, termasuk melakukan review atas kualitas kantor akunta publik setiap tiga tahun sekali. Pengawasan praktik akuntan publik untuk jasa yang diberikan kepadaperusahaan terbuka tetap berada di tangan pemerintah melalui Kementerian Keuangan.

Saat ini, untuk menjadi akuntan publik di China, seseorang disyaratkan untuk menjadi anggota dari CICPA yaitu seseorang diharuskan untuk mempunyai college degree, lulus ujian CPA, mempunyai dua tahun pengalaman audit independen di China, tidak pernah mempunyai catatan criminal dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. Setelah menjadi akuntan publik, berikutnya akuntan publik disyaratkan untuk mengikuti 120 jam CPE (Continue Professional Education) dalam kurun waktu tiga tahun.

Perkembangan industri dan perekonomian di China yang sangat pesat ditunjukkan oleh angka produk domestik bruto yang tinggi yang disumbang oleh keberadaan jumlah perusahaan yang aktif beroperasional di China yang terdiri dari perusahaan milik negara sebanyak 192.000 perusahaan, 456.000 perusahaan gabungan publik dan swasta, dan 1.980.000 perusahaan swasta. Sejalan dengan berkembangnya perekonomian dan dunia bisnis di China didukung dengan keberadaan ketentuan mandatory audit untuk perusahaan-perusahaan asing di China, jumlah akuntan publik di China pada tahun 2009 telah mencapai jumlah 88.000 orang dengan jumlah kantor akuntan publik sebanyak 7.500 kantor akuntan publik dengan 60 diantaranya yang mampu memegang perusahaan terbuka. Helen Yee (2009) menemukan bahwa perkembangan profesi akuntan publik di China disebabkan oleh adanya dukungan dan peran pemerintah, sebagai berikut;

"…..the CPA profession would not have re-emerged without the ideological influence and legislative backing from the government. The state had shown its support for furthering the healthy and speedy development of the accounting occupation. The Chinese accountants, on the other hand, responded positively to the state’s leadership, and were prepared to work with the state in facilitating its economic reforms agenda. The father and son relationship between the state and the Chinese public accounting profession means that the future development of the profession will continue under the ‘authoritative’ guiding hand of the state."

Sejalan dengan itu, menurut laporan World Bank (2009), keberadaan dukungan pemerintah China untuk profesi akuntan publik terealisasi dengan adanya rencana strategis untuk pengembangan profesi akuntan publik China oleh pemerintah China untuk dapat mengakomodir kebutuhan perusahaan berskala global. Rencana tersebut bertujuan untuk menghasilkan 200 kantor akuntan publik berskala menengah untuk mengakomodasi kebutuhan dari perusahaan terbuka, besar dan menengah, dan badan pemerintah/perusahaan negara, untuk selanjutnya akan menghasilkan 10 atau lebih kantor akuntan publik yang akan didukung untuk go international untuk memenuhi kebutuhan perusahaan China yang berekspansi ke seluruh dunia. Rencana tersebut diupayakan dalam bentuk optimalisasi struktur dan ukuran kantor akuntan, penerapan talent strategy, dan peningkatan kompetensi professional akuntan publik. The Leading Talent Strategy sebagai salah satu rencana strategis pengembangan akuntan publik di China, adalah proyek yang diperkenalkan pada tahun 2007 yang akan berjalan selama sepuluh tahun untuk menghasilkan 1000 orang calon pemimpin di bidang accounting yang akan memperoleh sertifikasi professional dari lembaga internasional. Peserta The Leading Talent Strategy tersebut dipilih dari pemerintahan dan swasta dengan pengalaman yang kuat di bisnis dan manajemen. Proyek itu, akan memuat pelatihan yang fokus pada standar auditing dan akuntansi, tantangan dan nilai professional, dan muatan dimensi praktik audit dan akuntansi dalam skala internasional. Tujuannya, 1.000 orang tersebut akan membawa profesi akuntan publik di China ke tingkatan yang berikutnya.

Walaupun upaya pengembangan kompetensi professional yang dijalankan di Indonesia telah mengikuti best practices di dunia internasional yaitu melalui persyaratan edukasi yang memadai dalam bidang akuntansi, dari yang teruji didalam CPA Exam Indonesia, dan kepesertaan didalam Pendidikan Profesional yang Berkelanjutan (PPL) untuk akuntan publik, tetapi catatan tetap menunjukan bahwa perkembangan akuntan publik di Indonesia dalam kurun waktu terakhir sangat lambat dibandingkan dengan negara-negara tersebut. Bercermin dari China yang memiliki jumlah akuntan publik yang jauh lebih banyak maka pemerintah Indonesia dapat mempertimbangkan untuk mengikuti legal framework di China mengenai ketentuan atas pelaporan keuangan (laporan keuangan).

Realisasinya adalah melalui upaya legislatif untuk menempatkan ketentuan mandatory audit kepada subjek yang lebih luas dibandingkan dengan apa yang sudah tercakup didalam pasal 68 Undang-undang No.40 tahun 2007 mengenai Perseroan Terbatas. Perluasan itu dapat ditujukan untuk perusahaan asing (“PMA”), joint venture antara investor dalam negeri dan asing, dan perusahaan yang melakukan kegiatan usaha untuk mendapatkan penghasilan di Indonesia seperti yang dilakukan pemerintah China melalui peraturannya seperti yang telah disebutkan diatas untuk kepentingan perpajakannya. Dampak dari perluasan itu, selain untuk menjaga eksistensi dan pengembangan akuntan publik juga diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada negara, yaitu melalui peningkatan kualitas laporan keuangan untuk kepentingan perpajakan sehingga potensi pajak dapat digali lebih besar dari perusahaan yang ada di Indonesia. Apalagi jika mandatory audit diperluas kepada subjeknya seluruh perusahaan yang ada di Indonesia maka negara juga akan diuntungkan dengan penghematan yang besar dalam monitoring cost kegiatan pemajakannya. Apabila diterapkan, tentunya hal ini juga akan memberikan dampak negatif kepada iklim usaha yaitu timbulnya biaya yang harus ditanggung oleh perusahaan untuk pelaksanaan mandatory audit. Mengingat negara adalah stakeholder, yang patut untuk dilindungi kepentingannya, maka hak negara untuk memperoleh informasi keuangan yang lebih transparan (untuk kepentingan perpajakannya) harus diberikan. Dengan pertimbangan demikian, perluasan ketentuan mandatory audit untuk peningkatan kualitas laporan keuangan perusahaan untuk menjaga kepentingan berbagai stakeholder dapat lebih diprioritaskan dibandingkan dengan biaya-biaya yang akan timbul akibat itu.

Dengan perluasan subjek mandatory audit diharapkan akan menciptakan iklim transparansi pada laporan keuangan perusahaan yang beroperasi maupun didirikan di Indonesia selain itu juga akan meningkatkan minat dan gairah pangsa pasar untuk jasa akuntan publik sehingga eksistensi dan perkembangan jumlah akuntan publik akan semakin membaik dari tahun ke tahun. Selanjutnya rencana strategis yang diterapkan oleh China seperti The Leading Talent Strategy dan peningkatan struktur serta ukuran kantor akuntan dapat disponsori oleh Pemerintah (dalam ha pendanaan dan landasan hukum) untuk dilaksanakan oleh IAPI, sehingga hasil akhirnya tidak hanya untuk pengembangan kualitas kompetensi akuntan publik Indonesia, tetapi juga diikuti oleh peningkatan jumlah akuntan publik dan ukuran kantor akuntan publik untuk menjaga eksistensi profesi akuntan publik di Indonesia.

Data yang dihimpun dari media dan survey yang dilakukan oleh World Bank

Helen Yee, (2009), The re-emergence of the public accounting profession in China: A hegemonic analysis , Critical Perspectives on Accounting 20 (2009) 71–92.,www.elsevier.com/locate/cpa

World Bank, (2009) Report on Observance of Codes and Standard in China, www.worldbank.org

Edwin J. Kliegman, CPAs in China: Fascinating Similarities and Differences,http://www.nysscpa.org/cpajournal/2005/805/perspectives/p6.htm

Yang Lei,(2005), More private companies in China: census, www.cn.gov

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun