Mohon tunggu...
ichsan mikail
ichsan mikail Mohon Tunggu... Novelis - Full time blogger

Pengarang novel Transition, novel Dimension of Dreams, dan kumpulan cerpen Province Memoir. Standby di official website : mikailearn.my.id

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Akar Masalah Sepakbola Indonesia : Hiburan Bangsawan Primordial

20 September 2020   12:21 Diperbarui: 6 Oktober 2020   05:45 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Film GDD2 menyasar dengan tepat salah satu penyebab kemunduran prestasi tim nasional Indonesia di kancah ASEAN yaitu intervensi organisasi induk sepakbola (PSSI) terutama perihal formasi pemain. Hanya saja skenario sedikit keliru menyalahkan sponsor ; pengusaha atau perusahaan besar penyandang dana pasti ingin kesebelasan kita juara untuk meningkatkan citra brand mereka. Mereka paham kondisi tim dan tidak akan ikut campur soal teknis. Sesekali menghadirkan squad merah-putih di acara silaturahmi tidak terlalu merepotkan.

Sepakbola Indonesia berorientasi 'pengurus' dan sentralistik, seolah penentu kemenangan terletak pada 'orang yang lebih tua' atau kepriyayian. Olah raga massal menjadi komoditas politik identitas. Tiap kelompok identitas dalam masyarakat punya kuota seleksi timnas, bahkan jatah untuk starting line up dimaklumi dan kurang didiskusikan. Konsensus ini kompak namun tidak punya sense of belonging atau tidak disertai kepedulian jangka panjang. Khas bangsawan instan (fanatik non negarawan) yang duduk di bangku VIP pertandingan penting ; datang dan pergi, sudah makan pulang. Sentimen mereka terhadap representasi tidak diiringi dengan kemauan untuk kemajuan sepakbola di berbagai lapisan. Itulah sebabnya banyak bibit-bibit pemain potensial yang sukses di berbagai jenjang usia (Timnas U) kini tidak jelas juntrungannya. Barangkali seorang dua orang pemain kelelahan tidak sempat menyapa pejabat atau saking bersinarnya para pemain masa depan Indonesia hingga lupa bilang terima kasih kepada para pengurus senior di kamar ganti.

Keberhasilan pembinaan pemain muda tercatat dengan baik di berbagai turnamen, lalu apa masalahnya? Jika suporter Indonesia hendak menelusuri akar problematika hilir ini ke gunung, bakal bak menabrak arus sungai ; karena hulunya ialah perebutan kursi-kursi kepengurusan organisasi PSSI. Dari sinilah segalanya diatur para oknum. Perkara ini begitu sensitif sehingga tidak tampak sebagai sebuah masalah. Pelatih boleh dari planet lain sedangkan manajer harus dari kalangan sendiri dan tak lupa mengisi pos-pos strategis yang tidak terlalu menonjol guna menyarankan nama pemain, misalnya asisten pelatih atau wakil-wakilan. Andai kepala pelatih timnas tidak mengikuti rekomendasi pemain pilihan elit PSSI kemungkinan dia bakal dimakzulkan. Kritik pelatih Shin terhadap stamina pada pertandingan terakhir berkaitan dengan komposisi pemain. Oknum pejabat PSSI dan lain-lain menjadi sangat tersinggung dan melayangkan isu pemecatan.

Kunci utama kegagalan tim nasional Indonesia adalah pemusatan latihan nasional (Pelatnas). Mereka tidak serius memantau pemain lokal terbaik dan anehnya senang melakukan naturalisasi. Saya bukan anti pemain asing atau aseng. Seakan-akan terdapat persaingan keturunan siapa yang paling banyak dipanggil mewakili Indonesia di ajang bergengsi sehingga tidak rela ada pemain lokal lain yang tak sejenis. Kurang percaya diri sebagai bangsa ini tampak janggal juga dari pencarian pemain blasteran di luar negeri. Padahal, kita punya banyak stok pemain 'asing' kulit hitam (Papua). Klub macam Persipura juga konsisten bertengger di papan atas kompetisi. Kalau sungguh ingin juara dunia, contohlah tim nasional Perancis. Riset sains mengenai kekuatan fisik dan kecepatan, tidak usah kita bahas.

Solusi
Indonesia kalau sering juara tidak bakal dicari-cari kekurangannya, meskipun ada nepotisme. Karena prestasi timnas jeblok, tentu para suporter mencari di mana kesalahannya. Memenangkan ajang berskala internasional sangat bermanfaat bagi pencitraan negara, pemimpin dan rakyatnya di mata dunia. Pertandingan-pertandingan di turnamen regional, Asian Games, hingga Piala Dunia sangat bergengsi dan tidak sekadar kegiatan rutin macam Porseni (dan budaya). Sepakbola Indonesia harus berorientasi hasil (juara). Kumpulkan semua pemain berbakat dari seluruh penjuru negeri, sediakan apapun yang dibutuhkan : fasilitas, insentif, dan akomodasi. Kalau perlu pengurus PSSI dan manager timnas menyemir sepatu pemain bintang. Pengurus bisa diganti, pemain inti? Komplikasi tua-muda ini hanya bisa diatasi dengan profesionalitas ditambah budaya hormat secukupnya. 

@mikailearns

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun