Mohon tunggu...
Priliya Mika Anjarsari
Priliya Mika Anjarsari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Selamat datang di kompasiana Priliya Mika Anjarsari! website ini didedikasikan untuk berbagai pengetahuan dan wawasan yang bermanfaat. Dari sains, teknologi, sejarah, hingga fakta-fakta menarik, semoga adanya website ini bisa menambah wawasan dan bisa memberikan inspirasi bagi pembaca.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Pentingnya Menjaga Pola Makan untuk Mencegah Stunting dan Anemia

26 November 2024   18:35 Diperbarui: 26 November 2024   18:51 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Pentingnya Menjaga Pola Makan untuk Mencegah Stunting dan Anemia pada Ibu Hamil dan Remaja

 

Stunting dan anemia adalah dua masalah kesehatan serius yang dapat memberikan dampak jangka panjang, terutama pada kelompok rentan seperti ibu hamil dan remaja. Kedua kondisi ini tidak hanya memengaruhi perkembangan fisik dan mental individu, tetapi juga berkontribusi pada penurunan kualitas hidup dan produktivitas masyarakat secara keseluruhan. Stunting merupakan kondisi dimana pertumbuhan anak terganggu sehingga tinggi badan mereka lebih rendah dibandingkan standar usianya. Penyebab utamanya adalah kekurangan gizi kronis sejak dalam kandungan hingga dua tahun pertama kehidupan, sering disebut sebagai periode 1000 hari pertama kehidupan. Anak yang mengalami stunting tidak hanya menghadapi risiko kesehatan fisik, seperti daya tahan tubuh yang lemah dan peningkatan risiko penyakit kronis, tetapi juga keterlambatan perkembangan kognitif yang dapat memengaruhi kemampuan belajar dan potensi ekonomi di masa depan. Anemia terjadi ketika kadar hemoglobin dalam darah terlalu rendah untuk mendukung kebutuhan oksigen tubuh. Kondisi ini sering disebabkan oleh kekurangan zat besi, folat, atau vitamin B12 dalam diet sehari-hari. Gejala anemia meliputi kelelahan, lemah, sesak napas, dan pusing. Pada ibu hamil, anemia dapat meningkatkan risiko komplikasi kehamilan, termasuk persalinan prematur, bayi dengan berat lahir rendah, bahkan kematian ibu atau bayi. Pada remaja, anemia dapat menghambat pertumbuhan, menurunkan konsentrasi belajar, dan mengurangi produktivitas.

Nutrisi Penting Selama Kehamilan untuk Mencegah Stunting

Penelitian menunjukkan bahwa ibu hamil yang tidak memenuhi kebutuhan nutrisinya cenderung melahirkan bayi dengan berat badan rendah (BBLR), yang merupakan salah satu faktor risiko utama stunting. Pola makan yang tidak seimbang, seperti kekurangan protein, zat besi, atau kalsium, dapat menghambat pertumbuhan janin, sehingga bayi berpotensi lahir dalam kondisi kekurangan gizi. Berikut adalah beberapa nutrisi esensial yang harus dipenuhi oleh ibu hamil untuk mendukung perkembangan optimal janin:

  • Protein : Protein adalah komponen utama dalam pembentukan jaringan tubuh, termasuk otot, kulit, dan organ. Asupan protein yang memadai membantu pertumbuhan jaringan tubuh janin dan memperbaiki jaringan tubuh ibu yang rusak selama kehamilan. Sumber protein yang baik meliputi daging tanpa lemak, ikan, telur, susu, kacang-kacangan, dan tahu.
  • Zat Besi : Zat besi diperlukan untuk pembentukan sel darah merah, yang berperan dalam mengangkut oksigen ke seluruh tubuh ibu dan janin. Kekurangan zat besi dapat menyebabkan anemia pada ibu, yang meningkatkan risiko bayi lahir dengan berat badan rendah, prematur, dan stunting. Makanan kaya zat besi termasuk daging merah, hati, bayam, dan kacang-kacangan.
  • Kalsium : Kalsium penting untuk perkembangan tulang dan gigi janin, serta membantu menjaga kesehatan tulang ibu. Kekurangan kalsium dapat menyebabkan pertumbuhan tulang janin terganggu, yang menjadi salah satu faktor risiko stunting. Sumber kalsium yang baik meliputi susu, yogurt, keju, sayuran hijau, dan ikan berjenis kecil yang dimakan bersama tulangnya, seperti sarden.
  • Vitamin A dan C : Vitamin A mendukung perkembangan sistem imun, penglihatan, dan kesehatan kulit janin. Vitamin C membantu penyerapan zat besi dalam tubuh ibu, serta mendukung perkembangan jaringan dan fungsi sistem imun janin. Sumber vitamin A meliputi hati, telur, dan sayuran berwarna oranye seperti wortel. Sedangkan vitamin C dapat ditemukan dalam buah jeruk, kiwi, mangga, dan sayuran seperti brokoli.

Dampak Anemia pada Remaja

Anemia merupakan kondisi yang bisa memengaruhi siapa saja, baik remaja putra dan putri, yang ditandai dengan rendahnya kadar hemoglobin dalam darah. Pada remaja, anemia dapat memengaruhi pertumbuhan, perkembangan kognitif, serta kualitas hidup secara keseluruhan. Remaja putri sering dianggap lebih rentan terhadap anemia karena kehilangan darah selama menstruasi, tetapi remaja putra juga memiliki risiko anemia yang signifikan, terutama selama masa pertumbuhan pesat (growth spurt) yang meningkatkan kebutuhan nutrisi. Ada beberapa faktor penyebab anemia yang sering berdsampak pada remaja sebagai berikut:

  • Kelelahan dan Penurunan Produktivitas : Kekurangan hemoglobin mengurangi kemampuan darah untuk mengangkut oksigen, yang menyebabkan kelelahan kronis, lemah, dan sulit berkonsentrasi. Hal ini berdampak pada prestasi akademik dan aktivitas sehari-hari.
  • Gangguan Pertumbuhan dan Perkembangan : Pada masa pubertas, anemia dapat menghambat pertumbuhan fisik dan perkembangan kognitif, sehingga remaja tidak mencapai potensi maksimal mereka.
  • Penurunan Imunitas : Anemia dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh, membuat remaja lebih rentan terhadap infeksi dan membutuhkan waktu pemulihan yang lebih lama.
  • Masalah Psikologis : Anemia yang tidak ditangani dapat menyebabkan gangguan mood, seperti depresi atau kecemasan, karena kelelahan dan ketidakmampuan untuk menjalani aktivitas normal.
  • Komplikasi di Masa Depan : Jika anemia berlanjut hingga dewasa, hal ini dapat meningkatkan risiko masalah kesehatan kronis, seperti gangguan jantung, gangguan kehamilan, atau penurunan produktivitas kerja.

Penyebab Anemia pada Remaja

  • Kurangnya Asupan Zat Besi : Zat besi adalah komponen penting dalam pembentukan hemoglobin. Remaja yang tidak mengonsumsi makanan kaya zat besi berisiko tinggi mengalami anemia. Makanan hewani: Daging merah, hati, ikan, dan telur adalah sumber zat besi yang mudah diserap tubuh (zat besi heme). Makanan nabati: Bayam, kacang-kacangan, dan biji-bijian kaya akan zat besi, tetapi penyerapannya lebih rendah dibandingkan sumber hewani.
  • Pertumbuhan Pesat (Growth Spurt): Baik remaja putra maupun putri mengalami pertumbuhan pesat selama masa pubertas, yang meningkatkan kebutuhan zat besi untuk mendukung produksi sel darah merah dan pertumbuhan jaringan tubuh. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi, risiko anemia meningkat.
  • Kehilangan Darah : Pada remaja putri, menstruasi merupakan faktor signifikan yang menyebabkan kehilangan darah bulanan, sehingga meningkatkan risiko anemia. Pada remaja putra, kehilangan darah dapat terjadi akibat cedera atau kondisi medis tertentu, meskipun tidak seumum menstruasi.
  • Pola Makan yang Tidak Seimbang : Remaja sering mengonsumsi makanan yang rendah nutrisi tetapi tinggi kalori, seperti makanan cepat saji, minuman manis, atau snack kemasan. Kebiasaan ini dapat menyebabkan kekurangan zat besi dan nutrisi penting lainnya.

Kesimpulan

Menjaga pola makan yang seimbang merupakan langkah krusial untuk mencegah dua masalah kesehatan serius, yaitu stunting dan anemia, yang memiliki dampak jangka panjang pada kualitas hidup individu serta masyarakat secara keseluruhan. Stunting, yang sering kali bermula dari kekurangan gizi selama 1000 hari pertama kehidupan, dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan fisik, perkembangan kognitif, serta peningkatan risiko penyakit kronis di masa depan. Sedangkan anemia, yang disebabkan oleh kurangnya zat besi atau nutrisi penting lainnya, dapat menghambat pertumbuhan, menurunkan produktivitas, serta meningkatkan risiko komplikasi serius pada ibu hamil dan remaja. Untuk mencegah kedua kondisi tersebut, diperlukan upaya terpadu yang melibatkan berbagai pihak. Pemerintah dan lembaga kesehatan perlu meningkatkan akses masyarakat terhadap makanan bergizi melalui program fortifikasi pangan, suplementasi zat besi, serta edukasi gizi yang menyasar kelompok rentan seperti ibu hamil dan remaja. Sekolah dan keluarga juga memainkan peran penting dalam membentuk kebiasaan makan yang sehat sejak dini. Dengan pendekatan kolaboratif, peningkatan kesadaran, dan komitmen yang berkelanjutan, kita dapat menciptakan generasi yang lebih sehat, produktif, dan berdaya saing di masa depan. Stunting dan anemia bukan hanya masalah individu, tetapi tanggung jawab bersama yang harus ditangani demi meningkatkan kualitas hidup masyarakat secara menyeluruh.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun