[Esai] Look! New York (Cerpen pasca 11 September 2001) [caption id="" align="alignleft" width="212" caption="Gambar sampul Look! New York"][/caption] Kumpulan Cerpen: Look! New York Judul Cerpen: Look! New York Pengarang: Fazil Abdullah Gema Insani Press, 2005 144 halaman (65-78) “Betapa rasa percaya begitu tipis adanya. Hanya kecurigaan dan tampang bengis yang muncul diwajah kotanya. Bahkan, kebaikan pun perlu dipertanyakan dan diinterogasi. Namun, dalam tiap kekelaman, tetap ada kebeningan nurani.” (Fazil Abdullah, Look! New York) Perbedaan beragama bukanlah hal yang begitu berarti dalam kehidupan bersosialisasi. Toh, pada dasarnya setiap agama mempunyai Tuhan yang ia sembah serta menjanjikan sebuah surga bagi pemeluknya, kelak. Meski jalan yang ditempuhnya berbeda-beda, namun tujuannya tetap sama. Salah satu jalannya misalnya agama Islam yang dikenalkan oleh Nabi Muhammad saw atas firman-firman Allah swt dalam Al-Quran. Belakangan, nama baik Islam mulai tercoreng dengan berbagai tindak kekerasan, seperti halnya kejadian Bom Bali, bom di Polres Cirebon, dan tindak terorisme lainnya yang menambah deretan citra buruk di mata publik. Begitu juga peristiwa yang terjadi belum lama ini, yaitu bom di Gereja Protestan Solo yang menewaskan beberapa orang jemaahnya. Entah apa dibalik semua ini? Entah ada unsur propokasi atau apa, yang jelas hal ini sangatlah merugikan orang muslim yang tidak tahu-menahu atas tuduhan yang mereka terima. Sampai sekarang, banyak aktivis Islam terus berupaya memulihan nama baik Islam digalakan melalui sosialisasi ke masyarakat atau ke media, baik secara lisan, atau pun melalui karya sastra. Dan realitanya tidak sedikit sastrawan yang memuat kehidupan Islam dengan berbagai citra buruk yang disandangnya dalam tulisannya. Sebuah kehidupan yang merupakan dampak sebuah judgement yang terlalu cepat dan riskan yang dialami suatu kaum. Dalam sebuah cerpen yang berjudul “Look! New York”, Fazil Abdullah menceritakan tokoh (Mr. Heri), seorang mahasiswa muslim asal Indonesia yang tinggal di New York. tokoh Heri nyaris divonis bersalah saat menolong seorang anak yang tidak ia kenal. Sayangnya tindakannya itu tidak dibenarkan. Nilai moral karya Fazil Abdullah cukup banyak saya temukan, Misalnya, pada saat tokoh Heri berniat menolong seorang anak (Clark) tetapi dicurigai berbuat cabul tehadap tokoh Clark yang mengeluh pantatnya kesakitan, benar saja terbukti pada lubang anusnya yang ada kemerahan. dan kemudian Heri terpaksa harus berhubungan dengan polisi di negeri orang. Siapa yang mau mempertanggungjawabkan sesuatu yang tidak pernah ia lakukan? Disaat rasa percaya mulai diragukan, dan siapakah yang akan mengetahui serta meyakini kebenaran yang sesungguhnya? Bahkan ketika seseorang berbuat baik pun, berjuta kecurigaan mulai bermuculan dan was-was akan keselamatan dirinya. Kehidupan kota metropolitan dunia seperti di New York sarat akan individualisme. Satu sama lain kurang bersosialisasi bahkan tidak saling mengnal orang-orang disekitarnya. Entah apa penyebabnya dalam Look! New York, dilihat dari segi moral tokoh Clark seringkali mendapat perlakuan buruk dan dilecehkan oleh kakak kelas di sekolahnyanya. Bahkan ia tidak punya teman setelah ditinggalkan temannya yang tidak tahan ikutan diganggu jika terus berteman dengan Clark. Menyinggung hal di atas, saya menyimpan sederet pertanyaan. “Kakak kelas seperti apa yang berani melakukan keji itu terhadap anak berusia 10 tahun? Bagaimana pergaulan kakak kelas itu ketika diluar sekolah? dan apakah pengetahuan seks di Amerika mulai merambah sejak usia dini. Sehingga di lapangn, terjadi penyimpangan dan salah kaprah pada sikap juga tingkah laku anak itu?”, Sayangnya dalam cerpen ini saya sama sekali tidak menemukan jawabannya. Dan apa yang menimpa tokoh Clark tidak seharusnya terjadi. Karena hal ini dapat mengganggu psikologis dan mental anak dimasa selanjutnya, terlebih anak dibawah umur seperti tokoh Clark ini, perjalanan hidupnya masih amat panjang. Mengetahui kehidupan sosial di Amerika dalam Look! New York, Fazil Abdullah menuliskan pertanyakan pribadi tokoh, yang saya garis bawahi “Apakah di New York menolong seseorang adalah suatu kesalahan?” dengan kata lain, orang yang tidak memiliki hubungan apapun tidak behak saling tolong-menolong. Krisis rasa percaya menjadi salah satu faktor terjadinya individualisme yang kental. Apalagi terhadap umat beragama, khususnya Islam yang sempat menjadi topik yang dikait-kaitkan dengan sejumlah aksi terorisme. Sehingga mereka memandang Islam saat itu sebagai momok di Amerika. [caption id="" align="alignleft" width="348" caption="Gedung kembar WTC New York"]
Ummie S. Wahiuney
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H