Pertumbuhan ekonomi Indonesia berdasarkan IMF
Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) membawa kabar yang kurang baik. Dimana dalam laporan World Economic Outlook (WEO) terbaru edisi Oktober 2021, lembaga yang berkantor pusat di Washington DC itu menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia, tidak terkecuali Indonesia.
Pertumbuhan ekonomi dunia 2021 kini diperkirakan 5,9%. Turun 0,1 poin persentase dibandingkan WEO edisi Julli 2021. Sementara untuk 2022, proyeksi masih bertahan di 4,9. Momentum pemulihan ekonomi dunia masih berlanjut, tetapi melambat. Pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) masih menjadi risiko utama," sebut WEO Oktober 2021.
Virus corona varian delta, yang jauh lebih menular dari varian sebelumnya, menyebabkan angka kematian menembus 5 juta jiwa. Ini membuat perekonomian dunia belum bisa dibuka sepenuhnya, belum kembali normal seperti sedia kala.
Selain itu, ada ancaman baru yang menghantui perekonomian dunia yaitu kenaikan harga berbagai komoditas. Laju inflasi semakin cepat di berbagai negara seperti Amerika Serikat (AS) dan Jerman. Kenaikan harga komoditas, terutama pangan, akan mengancam daya beli rakyat di negara-negara miskin dan berkembang.
Risiko lain yang membayangi perekonomian dunia adalah perubahan arah kebijakan moneter. Pemulihan ekonomi membuat bank sentral di berbagai negara mulai menarik stimulus dan memberlakukan kebijakan moneter ketat.
Dalam laporan World Economic Outlook terbarunya, IMF mengatakan momentum pemulihan ekonomi telah melemah ketika COVID-19 varian Delta yang sangat menular menghentikan kembalinya aktivitas normal.
Kepala ekonom IMF, Gita Gopinath menyebut Proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini pun turun menjadi 3,2 persen, dari sebelumnya 3,9 persen. Hal tersebut tercantum dalam laporan World Economic Outlook edisi Oktober 2021.
IMF menilai bahwa terdapat sejumlah aspek yang memengaruhi perubahan proyeksi, seperti gangguan pasokan di negara maju dan sempat memburuknya kasus Covid-19 di negara berkembang akibat varian delta.
IMF turut menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi 2021 kawan Asia Tenggara, menjadi 2,9 persen, dari sebelumnya 4,3 persen. Penyebaran Covid-19 varian delta menjadi faktor utama penyebab revisi proyeksi itu, selain jangkauan vaksinasi negara-negara Asean yang relatif masih rendah dibandingkan dengan negara maju. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menilai bahwa pemerintah terus mewaspadai berbagai risiko global, dengan pandemi Covid-19 sebagai fokus perhatian.
Membaiknya kondisi pandemi menjadi momentum pemulihan ekonomi, khususnya sejak September 2021 yang tercermin dari berbagai indikator ekonomi.