Mohon tunggu...
Michael
Michael Mohon Tunggu... -

Dalamnya laut dapat diukur, dalamnya hati siapa tahu? #seseorang yang sedang mencoba menjelajah sanubari hati untuk lebih mengenali dirinya#

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Transformasi Hidup Melalui Irihati

7 Juni 2016   03:44 Diperbarui: 7 Juni 2016   03:45 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap insan sudah pasti pernah merasakan bimbang, galau, hati tak tenang dan masih banyak perasaan lainnya yang tentunya membuat kepala penat, pusing dan parahnya, dapat membuat seseorang menjadi pendek akal. Ya, perasaan-perasaan tesebut sangatlah membahayakan diri insan tersebut, jika tidak dikelola dengan baik. 

Irihati. ya, Iri Hati adalah POKOK dari segala rasa tersebut. irihati adalah akar tunggang dari segala sifat buruk manusia. irihati ini pula yang menyebabkan Adam-Hawa jatuh kedalam dosa. irihati ini pula yang menyebabkan Korea Utara-Korea Selatan runtuh. irihati ini pula yang menyebabkan hancurnya kerajaan singosari dan perang 7 turunan antara Tunggul Ametung dan Ken Arok. irihati ini yang menyebabkan setiap orang tidak puas, tidak cukup dengan segala sesuatu yang dimilikinya. Jahat bukan?

Mungkin banyak yang bertanya kenapa irihati menyebabkan Adam-Hawa jatuh kedalam dosa? bukannya keserakahan? Ya, benar, keserakahan. tapi keserakahan tersebut terjadi karena mereka irihati terhadap Allah sang Pencipta. begitupula banyak sekali dosa-dosa di dunia ini yang disebabkan oleh irihati. ya, mungkin kita tidak asing lagi dengan dosa-dosa tersebut, seperti layaknya kita melihat saudara kita yang sedang senang berpesta, kita menggumam dan menghujat "kerjaannya ngehambur-hamburkan uang saja!". dari jaman dahulu, sampai sekarang, setiap tokoh yang "diagungkan" oleh agama tertentu, tentu dapat dilihat bahwa beliau dapat mengelola rasa irihati tersebut, sehingga tidak menjadi sesuatu yang "LIAR" tetapi dapat menjadi suatu "Pemicu" untuk berbuat lebih lagi.

Mother Teresa, yang adalah seorang biarawati yang miskin, tidak terpandang, dan tentunya memiliki hati yang sangat lembut, dapat mengelola rasa irihati tersebut. Mother Teresa tentu merasa iri dengan para biarawan-biarawati-imam dan pemuka agama Katolik lainnya yang dapat menjadi Orang Kudus. tetapi, dengan kelemah lembutan hati Mother Teresa, Ia dapat mengubah rasa iri hati tersebut menjadi sesuatu yang sangat indah, ia menjadi semakin termotivasi untuk menjadi seorang kudus lainnya seperti idola-idolanya, walau dengan cara yang berbeda.

Saudara, air yang hitam tidak dapat langsung kita minum. kita memiliki dua pilihan untuk memperlakukannya. mengolahnya dan menjadikannya air putih yang bermanfaat untuk tubuh kita, atau membuangnya begitu saja, dengan risiko kita tidak mendapat asupan air. seorang ahli kimia, pasti lebih mahir dalam mengubah air kotor menjadi air yang lebih bersih, dibandingkan dengan ahli ekonomi, mengapa? karena ia sudah terbiasa untuk mengolah air dengan memeprhatikan aspek-aspek (seperti pH, Kesadahan air, kandungan air, dll) dibandingkan dengan ahli ekonomi. 

ada ungkapan dalam kehidupan kita, "Bisa Karena Biasa". mungkin ungkapan ini dapat meringkas segala macam analogi yang saya deskripsikan dalam daparagraf diatas. kita sebagai manusia pasti akan "diserang" bertubi-tubi dengan rasa IRIHATI, namun kita harus membiasakan diri, terserah kita, mau membiasakan diri untuk KALAH lagi, KALAH lagi atau MENANG lagi, MENANG lagi. semuanya itu ada pada kita, apakah kita mau mengolah irihati tersebut menjadi suatu yang bermanfaat untuk hidup kita, atau mau menelannya bulat-bulat dan akhirnya, menghasilkan tindakan yang buruk untuk diri kita, bahkan orang lain.

saudara, terkadang seseorang harus diberikan batu dalam nasinya, agar ia fokus pada saat makan supaya tidak tersendak. mungkin itu yang ingin disampaikan oleh Allah, agar kita tidak terlena dalam dunia. agar kita tidak "asik makan" dan merasa diri diatas awan, tetapi juga tetap fokus untuk melihat, mana "batu" yang harus dipisahkan agar "nasi" kita tetap enak.

Mungkin, irihati diberikan kepada kita, untuk kita kelola, agar kita bisa BERTRANSFORMASI, dari seseorang yang lemah, yang dibawah, yang tidak bisa melakukan apa-apa menjadi seorang yang terpacu untuk maju, untuk naik tingkat menjadi seseorang yang layak dipandang, seseorang yang memiliki kualitas dan integritas dan tentunya, sudah teruji.

ngomong-ngomong tentang iri hati, saya pun sudah dan sedang merasakan rasanya irihati tersebut. kepala saya pusing, merasa minder dan rendah diri. padahal, beberapa hari sebelumnya, saya merasa sangat bersyukur menjadi diri saya yang sekarang, tetapi rasa syukur itu mendadak sirna bak kabut terkena sinar mentari. seolah ada yang berbisik dalam hati saya "iya ya, kok dia kaya gitu, sedangkan saya begini?". semuanya bermula ketika saya menonton salah satu ajang pertandingan bulutangkis antar negara. saya menonton pertandingan Jonatan Christie yang menjadi harapan Indonesia dan begitu diagung-agungkan. siapa yang tidak iri melihat nasibnya yang mujur itu? ia dapat menaikkan derajatnya, dejarat keluarganya dan derajat negaranya dimata dunia. berhari-hari saya merasa minder dan irihati kepada pemuda tersebut, saya terus berpikir kenapa, kenapa dan kenapa. yaaa dibilang ngefans, saya rasa tidak juga.

setelah saya pikir-pikir dan tentunya melihat rekam jejaknya, ya memang untuk menjadi sepertinya tidak mudah dan telah melalui jalan yang luar biasa. saya coba bandingkan dengan hidup saya dan saya menemukan sesuatu yang luar biasa. saya dipersiapkan untuk menjadi sesuatu yang pantas buat saya, dan dia dipersiapkan pula untuk menjadi sesuatu yang pantas untuk dirinya. tidaklah perlu irihati kepadanya karena saya yakin, suatu saat nanti, ia akan melihat saya dan saya yakin ia akan irihati kepada saya.

Ternyata, ini yang ingin disampaikan oleh Tuhan melalui irihati yang saya rasakan. dengan adanya keyakinan tersebut, saya menjadi terpicu untuk semakin merencakan masa depan saya, saya menjadi lebih terarah, menjadi lebih bersiap-siap dan menjadi lebih memantaskan diri untuk menyambut sesuatu yang tentunya telah tersedia untuk saya. saya menjadi lebih bersemangat, lebih termotivasi, dan menjadi semakin bersyukur dengan segala keberadaan saya saat ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun