Mohon tunggu...
Alfa Mightyn
Alfa Mightyn Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Mercu Buana | Dosen: Prof. Dr. Apollo, M.Si, Ak. | NIM: 55521120047

Universitas Mercu Buana | Dosen: Prof. Dr. Apollo, M.Si, Ak. | NIM: 55521120047 | Magister Akuntansi | Manajemen Perpajakan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Diskursus Keterbukaan Informasi Perpajakan melalui AEoI

14 Maret 2023   23:51 Diperbarui: 15 Maret 2023   00:04 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pernahkah Anda mendapatkan surat konfirmasi, surat klarifikasi, atau Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK) dari kantor pajak mengenai adanya passive income seperti dividen yang diterima dari luar negeri? Atau bila tidak mengalaminya sendiri, Anda mungkin pernah mendengar cerita ini dari rekan atau kerabat.

Dari mana Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mendapatkan data tersebut? Secara berkala informasi semacam itu dipertukarkan antaryurisdiksi atau antarnegara. Mekanisme inilah yang disebut Automatic Exchange of Information atau yang biasa disebut AEoI.

Globalisasi membuat batas negara semakin pudar. Bukan hal mustahil bagi seseorang untuk bisa mendapatkan penghasilan dari beberapa wilayah atau negara dalam satu waktu bersamaan. Borderless! Namun, karena masing-masing yurisdiksi memiliki teritori dan ketentuan perpajakan tersendiri, muncul kesempatan bagi Wajib Pajak untuk melakukan penghematan biaya pajak hingga penghindaran pajak, atau yang saat ini lazim dikenal dengan Base Erosion and Profit Shifting (BEPS).

Perbedaan teritori dan ketentuan pajak tadi juga menyebabkan asimetri informasi yang dimiliki oleh otoritas pajak tiap negara atas warganya. Untuk itu, muncullah mekanisme pertukaran informasi antarotoritas pajak atau yang biasa disebut Exchange of Information atau EoI. Pertukaran informasi keuangan antarnegara diyakini dapat mengurangi tax avoidance dan tax evasion (Knobel & Meinzer, 2014).

EoI sendiri didasari oleh perjanjian antaryurisdiksi, baik bilateral maupun multilateral, seperti tax treaty atau Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B), Tax Information Exchange Agreement (TIEA), Convention on Mutual Administrative Assisstance In Tax Matters (MAC), Multilateral Convention Authority Agreement (MCAA) dan perjanjian perpajakan lainnya. Terdapat tiga jenis EoI, yaitu:

  • EoI on request (EoIR): pertukaran informasi berdasarkan permintaan
  • Spontaneous EoI: pertukaran informasi secara spontan tanpa didahului permintaan
  • Automatic EoI (AEoI): pertukaran informasi yang bersifat periodik dan otomatis.

Melalui AEoI negara mitra akan mengirimkan berbagai jenis informasi perpajakan yang berkaitan dengan wajib pajak yang terdaftar sebagai residen Indonesia, seperti data perubahan alamat, pembelian aset tetap, dan penghasilan baik passive maupun active income. Dan begitu pula sebaliknya. Pertukaran ini bersifat rutin dan melalui saluran tersendiri.

49 negara memulai pertukaran informasi otomatis ini pada tahun 2017 dan terus meningkat menjadi 107 negara di tahun 2020 (Chiocchetti, 2020). Sedangkan negara maju seperti Amerika Serikat telah lebih dulu memiliki aturan unilateral yang disebut FATCA (Foreign Account Tax Compiance Act) pada tahun 2010. Melalui FATCA, lembaga keuangan bank dan non-bank di luar Amerika Serikat wajib melaporkan akun keuangan yang dimiliki oleh penduduk AS atau entitas milik penduduk AS kepada otoritas pajak AS atau Internal Revenue Services (IRS).

Fiskus nantinya akan mengolah data tersebut untuk kemudian dicocokkan dengan data yang dilaporkan Wajib Pajak. Sehingga bilamana ada data yang tidak sesuai, tentu fiskus akan meminta klarifikasi kepada Wajib Pajak.

Selain dipayungi oleh perjanjian internasional, sistem AEoI juga didasari oleh aturan domestik, yaitu UU Nomor 9 Tahun 2017 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan Menjadi Undang-Undang. Turut andilnya Indonesia dalam mekanisme AEoI ini menandakan Indonesia siap menghadapi era keterbukaan informasi perpajakan.

Tantangan Pelaksanaan AEoI

Dalam beberapa tahun pelaksanaannya, baik di Indonesia maupun di dunia, terdapat beberapa hambatan dan tantangan mekanisme AEoI, antara lain:

  • Data security. Salah satu persyaratan suatu yurisdiksi untuk turut serta dalam AEoI adalah teknologi informasi yang memenuhi standar keamanan dan kerahasiaan data. Bagi negara berkembang, membangun infrastruktur IT yang aman dan rahasia tidaklah mudah karena cenderung memiliki keterbatasan kemampuan finansial dan SDM. Beberapa kasus kebocoran informasi terutama pada institusi publik sering terjadi dan hal ini menyebabkan kerugian yang tidak sedikit. Dan tentunya kasus seperti ini akan menurunkan kepercayaan masyarakat atas keamanan data mereka di pemerintahan. Pemerintah seharusnya dapat lebih mengusahakan keamanan data apalagi AEoI melibatkan negara mitra.
  • Data yang dipertukarkan terbatas. Data yang dipertukarkan berupa database dalam kolom dan baris yang mana masih memerlukan cleansing data. Pada praktiknya di lapangan, sering didapati bahwa data yang dikirimkan negara mitra sangat terbatas, misal hanya berupa angka, tidak ada data atau bukti pendukung lain. Misalnya, terdapat data penghasilan berupa dividen, namun fiskus tidak dapat membuktikan lebih jauh mengenai data penghasilan tersebut. Wajib Pajak dengan sangat mudah dapat mematahkan data tersebut, karena memang beban pembuktian atas penghasilan yang belum dilaporkan ada pada fiskus, bukan pada Wajib Pajak. Untuk itu, data AEoI ini sebagian besar hanya merupakan trigger untuk meminta EoI selanjutnya untuk mendapatkan data pendukung yang lebih kompeten.
  • Ketidakikutsertaan AS dalam AEoI memunculkan kekhawatiran AS menjadi tempat pelarian harta. Karena AS memiliki posisi tawar yang cukup besar, maka ia bisa memaksa institusi keuangan untuk mematuhi FATCA. Amat disayangkan, pemberian informasi ini tidak berlaku resiprokal. Bahkan karena besarnya sektor keuangan dan kurangnya transparansi di dalamnya, Tax Justice Network menempatkan Amerika Serikat di urutan kedua Indeks Kerahasiaan Keuangan setelah Cayman Island.
  • Para penghindar pajak dapat menghindari AEoI dengan berinvestasi di entitas yan tidak melakukan pelaporan.  Tidak seperti FATCA yang dapat memaksa dengan ancaman pengenaan withholding tax sebesar 30% atas penghasilan yang bersumber dari AS, AEoI tidak mengatur sanksi atau denda yang dikenakan bagi yurisdiksi atau institusi keuangannya yang tidak sepenuhnya memenuhi standar.
  • AEoI pada dasarnya bersifat resiprokal, sehingga negera atau yuridiksi turut berpartisipasi karena juga ingin mendapatkan data inbound. Keseriusan pihak yang terlibat berdasar pada kesadaran masing-masing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun