Ada pula cerita bahwa selama ini Wajib Pajak tidak pernah menerima surat ketetapan pajak atau surat tagihan pajak apapun yang menyatakan adanya utang pajak. Tiba-tiba ia didatangi oleh Jurusita Pajak yang menyampaikan Surat Paksa. Padahal Surat Teguran pun tidak pernah ia dapatkan. Apakah ini berkeadilan?
Dalam konteks tata negara, Plato mendefinisikan keadilan sebagai the supreme virtue of the good state atau kebijakan tertinggi dari negara yang baik yang melibatkan emansipasi dan partisipasi warga negara dalam memberikan gagasan tentang kebaikan untuk negara.
Sedangkan Teori Keadilan Socrates merumuskan bahwa adil terjadi bila pemerintah dan rakyatnya saling pengertian dengan baik. Penguasa mematuhi ketentuan hukum dan pemimpin berlaku bijaksana. Keadilan tercipta bila masyarakat merasakan bahwa pemerintah sudah melaksanakan tugasnya dengan baik.
Teori Keadilan zaman modern yang disampaikan John Rawls salah satunya bercerita mengenai perbedaan sosial dan ekonomi yang hendaknya diatur sedemikian rupa sehingga memberikan manfaat terbesar bagi mereka yang berkedudukan paling tak menguntungkan.
Bila dilihat dari dua pihak yang terlibat, penanggung pajak dan negara, negara memiliki posisi yang lebih tinggi dibanding Wajib Pajak dalam menagih utang pajak. Wajib Pajak menjadi pihak yang tidak menguntungkan. Untuk itu, keadilan menjadi isu penting, apakah kewenangan penagihan pajak benar-benar dilandaskan asas keadilan.
Dari segi fiskus, tindakan penagihan pajak, baik aktif maupun pasif seharusnya dilakukan dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian dan ketelitian, terutama mengenai administrasi. Di masa pandemi, banyak surat tertulis yang tidak sampai kepada tuannya. Hal ini perlu dipertimbangkan sebelum Jurusita melakukan tindakan penagihan.
Pada praktiknya, bila fiskus melakukan penagihan pajak yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, Wajib Pajak atau penanggung pajak dapat mengajukan gugatan atas pelaksanaan penagihan pajak. Dengan berlandaskan atas asas keadilan ini juga negara dapat memberikan penundaan atau pengurangan sanksi sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku.
Beberapa penelitian juga telah dilakukan atas efektifitas tindakan penagihan pajak aktif dan kaitannya dengan keadilan. Beberapa hasil penelitian tersebut memberikan kritik perbaikan bagi administrasi penagihan Indonesia. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan Sujianto (2021) yang merekomendasikan adanya perubahan ketentuan terakit pihak-pihak yang dapat disandera (gijzeling) untuk memberikan rasa keadilan.
Manurung et al (2022) berdasarkan penelitiannya menyarankan agar DJP atau fiskus lebih selektif dan mengikuti ketentuan perundang-undangan yang berlaku agar prinsip keadilan tetap terjaga dan mengurangi risiko gugatan yang diajukan oleh penanggung pajak.
Sarwini (2014) menyatakan bahwa tahap-tahap penagihan pajak perlu dilakukan secara persuasif karena sebagaimana pendapat para ahli perpajakn, sesungguhnya pajak merupakan pengalihan kekayaan rakyat pada negara yang digunakan untuk membiayai belanja negara dan hasilnya pun digunakan untuk kesejahteraan rakyat.