Jika kau sadari, tentang hubungan cinta kasih, pengorbanan seorang wanita. Tapi kau tak pernah sadar. Dimulai dari langkah setiap hari, ketika berangkat bekerja, dan apapun yang kau kerjakan, orang yang kau cintai menunggu dirumah tanpa berdiam diri. Seperti itulah kebanyakan. Bencana datang, sebuah pengkhianatan, rasa nyaman diluar dengan wanita lain, telah menghilangkan komitmen awal. Dengan kesabaran, orang yang kau cintai menjaga buah cinta, hanya bisa menangis. Memang hanya air mata obat paling mujarab bagi wanita.
Kisah selanjutnya kau menyesal atas perbuatanmu, meminta maaf atas semua khilaf, dan berjanji tidak akan mengulangi lagi. Dia, orang yang kau cintai, dengan rasa kecewa masih dapat memaafkan, dan sedikit rasa cemas.
Waktu berlalu dan hubungan perlahan membaik. Dia mulai dapat tersenyum, menyajikan kopi lagi, dan bercerita tentang rencana2 besar bagi si sulung. Semua kesalahanmu telah ia lupakan, betapa teguh perasaannya dan betapa beruntungnya dirimu.
Ketika dalam kelelahan, kau duduk dipinggir jendela seorang diri, mengamati rintik hujan. Dan pikiran lama itu menyergap kembali, masalalu keji yang terasa indah, sebenarnya kau menolaknya, tapi entahlah.
Kau amati sosok yang berbaring di ranjang, saling memeluk, antara cintamu dan buah hatimu. Sebuah kebahagiaan yang benar-benar dalam genggamanmu, didepan matamu, anugerah dari tuhan. Apa sebuah rasa kurang puas, sehingga pikiranmu berada diluar.
Memang manusia diliputi kesalahan. Seolah permintaan maaf dapat mengembalikan kebahagiaan, kau memulainya lagi. Para pembaca pasti tidak suka mendengarnya, tapi memang seperti itu yang terjadi.
Dari rasa cinta yang teramat dalam, akhirnya dia merasakan kejanggalan, sebuah insting, perasaan peka seorang wanita menyadarinya. Dia menangis didalam kamar, berharap perasaan yang timbul sebuah kekeliruan, walau dia sadar kenyataan tidak pernah dapat ditentang. Dia mencoba menutupi semua cerita orang tentang dirimu. Satu2nya hal yang dia inginkan adalah tidak melihat laki-laki yang dicintainya bersama wanita lain. Walaupun dapat melacak keberadaanmu diluaran sana, dia tidak melakukannya, satu2nya peluang baginya adalah sebuah kebetulan.
Bulanpun berlalu, belum genap satu tahun, kisah dirimu, istrimu, sampai wanita lain masih terjaga. Ibarat api dalam sekam. Kebahagian yang seharusnya kau genggam telah kau ganti dengan bara. Hatimu masih mencintainya, tapi kegembiraanmu berada diluaran sana, lebih muda, lebih enerjik, lebih menggairahkan. Sementara dia yang kau cintai, tampak menua, matanya menghitam karena sering menangis tanpa sepengetahuanmu, tubuhnya kurus tak terawat, dan selalu tampak tegar. Kau merasa beruntung dan berharap besok dirimu segera berubah, menjadi sosok lelaki hebat, setia, melindungi, tapi kapan? Semua telah terlambat. Kau sendiri yang memulai.
Si sulung, bagaimanapun terus beranjak dewasa, dan suatu ketika dia mendapati ibunya menangis, seorang diri dikamar. Untuk permasalahan orang dewasa dia tidak pernah berani bertanya, setahu dia, bapaknya adalah orang baik. Sebenarnya hal itu sudah cukup bagi seorang anak.
Kabar buruk yang telah kau duga akhirnya terjadi, untuk kedua kalinya dia berbicara " Aku sudah tahu semuanya, aku lihat kamu dan dia disebuah toko baju" air matanya berderai, harapannya pupus, sebenarnya dia ingin memekik, tapi tidak dilakukan.
Sementara itu, entah mengapa, kau merasa permintaan maaf adalah kesia-siaan. Kau hanya diam, menghabiskan rokok seorang diri diruang belakang. Rencana awal untuk meminta maaf dan kebahagiaan akan kembali seperti semula lebih rumit dari perkiraan. Dan pendapatmu terakhir adalah "apa yang terjadi, terjadilah"
Sekam itu benar2 terbakar, tapi tidak tampak ada yang hangus, luka itu hanya dapat dirasakan. Gosip itu sudah menyebar, gonjang-ganjing itu sudah lama, hanya saja sekarang terasa tampak jelas. Semua mata memandang tak berharga dirimu. Seperti telah merasa kalah berperang, kau malu mengakuinya, kau terus melangkah, dengan jalan yang sama, menemui wanita itu. Wanita itu memang menerima dirimu, dia juga teramat mencintaimu, tidak peduli kau milik orang lain, memang cinta adalah sebuah perasaan egois. Dan......! Wanita yang kau cintai sudah tidak peduli.
Genap sudah permasalahan itu dalam hitungan tahun, kau berharap, ketika pulang tengah malam, wanita yang kau cintai terjaga, kemudian memakimu habis-habisan, perasaan aneh dari dirimu. Tapi tidak, wanita itu pulas dengan memeluk buah hatimu, lebih tepatnya, kau tahu dia pura-pura memejamkan mata. Sejak saat itu, kau pulang lebih larut, lebih tidak pasti, terkadang tidak pulang, dan wanita yang kau cintai sudah tidak peduli lagi. Dia lebih mementingkan buah hatinya melebihi apapun.
Wanita yang perasaannya peka, terkadang mengabaikan logika, ternyata lebih teguh dalam berfikir. Perceraian ternyata jalan paling akhir dari banyak pilihan yang telah dicoba. Diamnya merupakan kesempatan, tapi kau tidak pernah berubah. Sebelum pengadilan mengetuk palu, sedikit demi sedikit perasaan akan dirimu telah ia lupakan. Kau hanya masalalu ketika tangannya membubuhkan tanda tangan tuntutan. Sedangkan kau sudah terlambat untuk meminta maaf. Pelukanmu dan kopi yang dulu ia suguhkan benar2 menjadi realitas masa lalu. Kebahagiannya sekarang adalah melepas dirimu dan membesarkan buah hatinya dengan cinta kasih dan tanggung jawab.
Beberapa tahun kemudian, kau melanjutkan hidupmu, seperti biasa, kau sudah tidak tertolong lagi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H