Mohon tunggu...
Ulum Sugarwo
Ulum Sugarwo Mohon Tunggu... wiraswasta -

Setiap kita adalah pencerita

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Di Tempat Jauh

23 Desember 2014   04:10 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:40 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kau sering berspekulasi kebanyak tempat, dengan demikian, kelak kau dapat menceritakan semuanya kepada anak cucumu. Mulai dari satu kota kekota yang lain, tidak sampai lima bulan, kemudian kau mencari informasi kota menarik lainnya, kemudian pergi. Selama beberapa tahun kau melakukan hal yang sama, begitu sampai dikota baru, dengan bersemangat, kau bilang " Akan kutakhlukkan kota ini"

Sebenarnya yang paling mengkhawatirkan dirimu adalah orang rumah, terutama ibumu. Hampir setiap hari, keluarga dirumah mencoba menghubungi, paling tidak menanyakan kabar. Usiamu sangat muda, tidak mengherankan semangat dalam dirimu menggebu-gebu, sebelum memulai aktifitas dipagi hari, kau selalu melangkah dengan antusias.

"tenang saja, aku baik-baik saja, aku bisa menjaga diri" begitulah caramu menenangkan keluarga dirumah.
Terang saja kau tidak merasa bosan, banyak menemukan teman baru terasa menyenangkan, melakukan hal-hal berbeda setiap harinya. Misalkan sepulang kerja, kau keluar dengan fame bermain biliard, dilain hari kau mengajak nande mengunjungi tempat-tempat yang menarik, terlebih setiap kota memiliki tempat nongkrong favorit bagi para pemudanya, kau sampai larut begadang disana dengan teman wanita baru.
Kau duduk ditaman kota, dengan teman wanitamu, malam belum begitu larut.
"apa kau sering pulang kerumahmu?"

"paling tidak lima bulan sekali, biasanya satu minggu aku disana, apakah menurutmu itu sering?"
"tentu tidak, aku tidak bisa berpisah dengan orang tuaku dalam waktu tiga hari saja"
"kau harus mencobanya, sangat menyenangkan mengunjungi banyak tempat, menemui orang-orang dengan tradisi berbeda"

"tidaklah Ram, seandainya kita menikah tidak mungkin aku ikut denganmu"
"bukankah hubungan ini, yah... Semacam pertemanan"
"memang seperti itu, mungkin akan sulit kulupakan, tapi sebelumnya kita memang tidak memiliki kesepakatan apapun"

"aku pernah mengunjungi tarakan, ombak disana sangat tenang, dan air laut malundung begitu jernih"
"apa disana ada gadis seperti aku?"

"tentu tidak, itulah uniknya, setiap tempat yang aku kunjungi memilike tipe gadis yang berbeda-beda".
"berbeda seperti apa?"

"gadis tarakan sangat pandai berias, dan mereka terbuka, oh ya... Sepertinya mereka tidak suka menguncir rambut"
"benar, aku tidak biasa berias, dan rambutku sering kukuncir"
"justru itu yang menarik darimu, kau tampak alami, seperti kebanyakan gadis disini"
"Ram, pagi tadi ayah menanyakan dirimu, kau harus tahu cara orang sini berburu ular, dia akan mengajarinya"
"aku pernah melihat orang menangkap ular, dilakukan dengan hati-hati, seperti menunjukkan sebuah tekhnik. Aku pikir, dimanapun caranya sama, terlihat mudah, apalagi pengelihatan ular kurang baik"
"mungkin ayah hanya berharap kau sering beikunjung kerumah, dia sering membicarakanmu"
"aku ingin belajar memasak sup daging ular, kemarin aku menikmatinya dijalanan ramba, kupikir rasanya seperti belut, ternyata berbeda sama sekali"
"aku bisa mengajarimu, datang saja kerumah"
"hei... Hahahaha"
"Huh...."

"aku disini fan... Bagaimana kondisi ibumu, sudah membaik?"
"ya, lebih segar dari biasanya, apakah besok kamu tepat lima bulan berada disini?"
"aku paling lama berada disini, lebih lama satu bulan, besok tepat enam bulan aku berada disini"
"lagi pula, jika kau pulang bulan kemarin, tiket kapal ke surabaya sedang mahal-mahalnya"
"bukan karena itu, tadi pagi hampir seharian ibuku menelpon, dan tidak mau dimatikan. Seharusnya dia tidak perlu terlalu khawatir karena selama ini aku baik-baik saja"
"sikap orang tuaku juga seperti itu, makanya tidak mungkin aku meninggalkan mereka"
"fan, maafkan aku, maksudku jika selama ini..."
"siapa fan? Dan siapa kamu? Oh, sampai aku, kamu siapa?"
"jangan begitu fany, aku tahu kesalahanku banyak dan..."
"fany? Namaku bukan fany, aku belum pernah melihatmu sebelumnya"
"jangan bercanda seperti itu, sangat terlalu"
"maaf teman, terkadang orang-orang disini mempunyai semacam azimat. Mungkin ini yang sedang terjadi, bisa jadi kemarin aku mengenalmu, atau tadi kita baru kenalan, tapi jika sebuah undangan kerumah tidak disepakati, biasanya azimat itu berlaku"

"sudahlah, jangan aneh-aneh. Hey, kau kemana"
Gadis itu melangkahkan kaki dengan cepat, tanpa menoleh kebelakang, setelah menyeberangi jalan, tubuhnya hilang dalam kegelapan. Malam telah larut, keadaan taman telah sepi, dan kau mengamati bintang gemintang dimalam terakhir dikota itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun