Tepat hari Selasa tanggal 17 September 2013 saya melangkahkan kaki menuju SD Negeri 1 Saree Kecamatan Lembah Seulawah Kabupaten Aceh Besar. Tempat pengabdian selama setahun. Seperti persepsi kebanyakan manusia Guru itu dikatakan sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, tak terkecuali di sini, di Saree. Guru, katanya digugu lan ditiru, digugu apa yang diucapkan dan ditiru tingkah lakunya. Saya coba untuk meyakinkan diri saya sendiri bahwa sebisa mungkin saya harus mampu menjadi Guru yang digugu lan ditiru. Lalu, apakah dengan mengikuti program menjadi Guru SM-3T sudah masuk kriteria sebagai Guru yang digugu lan ditiru??? Semua kembali ke pribadi masing-masing tak terkecuali diri saya sendiri. Andai sudah tahu ingin jadi panutan, perangai saya sebagai Guru haruslah bijaksana dan berwibawa, terlebih di daerah 3T yang saya tempati Saree, Lembah Seulawah. Dimana sebagian anak-anak masih tabu untuk mengerti apa itu sopan santun, apa itu tata krama, apa itu menghormati, dan apa itu menyayangi.
Menjadi Guru itu tidak sekedar kita kuliah di Pendidikan dan mendapat Gelar S1 saja. Terkadang kita harus sanggup membawa diri menjadi pribadi yang dicontoh. Jika kita harus lebih memahami ini, maka kita akan sadar bahwa semuanya tidak berjalan semudah membalikan telapak tangan, semua butuh proses, semua butuh waktu, semua butuh kesabaran dan semua juga butuh keyakinan. Bukanlah dalam kalimat pepatah Arab juga disebutkan, Man Jadda Wa Jada. Pepatah Aceh juga menyebutkan Cabak Jaroe Meuraseuki, Geuhon Gaki Hana Sapee Na.
Jadi Guru terkadang enak ga enak, terlebih di tempat pengabdian saya SD Negeri 1 Saree, dari berbagai karakter siswa yang kadang super bandel, siswa yang super aktif, ada juga siswa yang super pendiam. Untuk itu diperlukan keterampilan, bekal dan pengalaman yang cukup untuk menghadapi tantangan dalam mengajar. Pengalaman memberi kita begitu banyak pelajaran. Seiring berjalannya waktu, kita akan menemukan dan menyadari apa dan bagaimana yang sebenarnya diinginkan. Dengan niat yang baik, cara yang baik, usaha, serta do'a yang juga baik, bukan tidak mungkin mission impossible itu menjadi kata semangat yang akhirnya menjadikan apapun itu nothing impossible.
Bukan hanya tantangan yang datangnya dari siswa, tantangan dalam dunia pendidikan jauh lebih berat lagi. Terkadang kita harus menjadi boneka dari sistem pendidikan yang kadang bertolak belakang dengan materi apa yang telah kita dapatkan. Yang lebih berat, terkadang kita harus menggadaikan idealisme demi target atau suatu kebenaran kelompok atau seseorang.
Tantangan sebagai Guru sekarang semakin besar, dari sistem pendidikan sampai dampak perkembangan jaman. Kucoba renungkan kembali, alasan apa yang membuat saya mau menjadi Guru. Apakah karena gaji ? Apakah karena jabatan ? Apakah karena pilhan akhir? Apakah karena niatan ingin mencerdaskan anak bangsa ? Apakah karena pengabdian ? Semua jawaban tidak ada yang salah, dan tidak berhak disalahkan. Hanya saja sangat disayangkan, hanya sedikit Guru yang mau berjuang lebih, hanya sedikit Guru yang mau mengabdi untuk Indonesia, hanya sedikit Guru yang mau mengabdi di daerah 3T. Semua itu pasti ada alasannya.
Mencoba mantapkan niat kita menjadi Guru itu bukan sekedar mendapatkan gaji semata, tapi ilmu yang saya berikan dapat bermanfaat serta membuat mereka (siswa dan keadaan) menjadi lebih baik, itulah tabungan terbesar bagi seorang Guru. Jangan pikirkan apa yang akan saya dapat, melainkan lakukan segalanya dengan hati yang tulus dan ikhlas demi kemajuan pendidikan Indonesia meski akan banyak kesulitan yang akan saya dihadapi. Saya harus peka dan peduli karena saya juga manusia serta berharap dan berusaha menjadi Guru yang berguna.
Semangat, Salam Perjuangan, Salam Maju bersama mencerdaskan Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H