Mohon tunggu...
Miftakhul Shodikin
Miftakhul Shodikin Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Kenapa kamu hidup ?

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Subjek Hukum Artificial

12 Februari 2024   14:50 Diperbarui: 12 Februari 2024   15:30 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada dasarnya, subjek hukum terbagi menjadi dua yakni manusia sebagai natural-person dan terdapat pula subjek hukum non-manusia sebagai yuridis-person. Manusia sebagai natural-person adalah manusia yang memperoleh kepribadian hukum karena keadaan alamiahnya sementara subjek hukum yuridis-person merupakan sesuatu yang harus mendapatkan atau diberikan status hukum terlebih dahulu sehingga mendapatkan kedudukan hukum.

Hal ini dapat kita lihat dalam subjek hukum korporasi. Misalnya pada tahun 1564 didirikan The Company of the Miner 7 Royal. Korporasi merupakan badan hukum berupa perkumpulan atau organisasi yang layaknya seorang manusia (person) dimana hak serta kewajibannya diemban oleh pengampu atau yang mewakilinya. Sehingga artifisial yang dimaksud ialah sesuatu yang tidak sebenarnya nyata. Artificial legal person merujuk pada pengakuan dasar pada tingkat analogi dari atribut humanistik yang bisa dikenakan pada sesuatu atau entitas. Entitas sendiri diartikan sebagai unit atau organisasi yang dapat dipandang atau diperlakukan sebagaimana layaknya individu menurut ketentuan hukum yang berlaku atau setiap lembaga yang keberadaannya dijamin atau dilindungi oleh ketentuan hukum.

Syahdan, artificial legal person misalnya adalah perusahaan atau korporasi. Perusahaan merupakan legal person karena kemampuanya dalam memikul hak dan kewajiban, yang tentu saja terpusat dari para human person yang ada di dalamnya. Konsekuensi dari hal tersebut adalah dimana terdapat manusia atau human person yang tidak tercakup sebagai legal person karena keterbatasan kemampuannya sehingga harus di bawah pengampu dan terdapat non-human person yang tercakup dalam legal person diantaranya seperti korporasi, negara, dan perusahaan. Senada dengan hal tersebut, Hans Kelsen menyatakan bahwa korporasi adalah bentuk juristic person yang paling umum ditemui. Dalam perkembangannya melalui konsep juristic person tidak hanya korporasi yang memiliki pengakuan di hadapan hukum namun juga ada pemerintah kota (municipalities), negara, asosiasi, badan hukum, perkumpulan, persekutuan dan badan usaha sebagai subjek hukum bukan manusia.

Hans Kelsen juga menyatakan perihal apa yang dikatakan badan hukum adalah suatu usaha konstruktif yang bertendensi fiktif dalam arti hanyalah suatu yang bersifat artifisial. Bahwa badan hukum adalah gagasan fiktif mengenai masyarakat dalam arti, masyarakat ini tidak merujuk pada kenyataan sosiologis namun merujuk kepada tata normatif. t secara sederhana dapat dinyatakan bahwa badan hukum memiliki hak-haknya bukan karena subjek hukum tersebut secara nyata ada tetapi karena ditentukan oleh hukum (positif). Hans Kelsen menganggap badan hukum adalah sesuatu yang memiliki sifat fiktif. Sementara itu sumber dari pemberian hak-hak tersebut adalah hukum. Atau suatu konstruksi hukum, bukan suatu deskripsi tentang realitas natural. "imputation to a juristic person is a juristic construction, not the description of a natural reality".

Lebih lanjut Kelsen menerangkan bahwa tidak ada perbedaan mendasar antara personifikasi manusia natural sebagai subjek hukum yang mengemban hak dan kewajiban dengan personifikasi Juristic person atau non-human legal subject karena keduanya adalah merupakan konstruksi hukum. Dengan artian bahwa Kelsen ingin mengatakan badan hukum atau subjek hukum diluar manusia adalah suatu ciptaan konstruktif yang bertendensi fiktif. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa perluasan mengenai subjek hukum memang sangat dimungkinkan meskipun tak pernah terpikirkan. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Stone sebagai sesuatu hal yang sulit dibayangkan dan menggelikan "The fact is, that each time there is a movement to confer rights on to some 'new' entity, the proposal is bound to sound odd or frightening or laughable.", nyatanya hal itu sangat dimungkinkan terjadi. Seperti halnya yang terjadi ketika subjek hukum hanyalah seorang laki-laki lalu perempuan dan meluas hingga lahirnya subjek hukum non-manusia (badan hukum atau korporasi).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun