Mohon tunggu...
Miftakhul Shodikin
Miftakhul Shodikin Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Kenapa kamu hidup ?

Selanjutnya

Tutup

Politik

Memahami Greenflation dalam Debat Cawapres

12 Februari 2024   11:46 Diperbarui: 12 Februari 2024   11:54 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Debat calon wakil presiden (cawapres) berlangsung pada minggu (20/1/2024) malam lalu cukup menyita perhatian berbagai pihak. Debat keempat dengan tema 'Pembangunan berkelanjutan, sumber daya alam, lingkungan hidup, energi, pangan, agraria, masyarakat adat dan desa' tersebut mencuat istilah Greenflation yang dikemukakan oleh cawapres 02 Gibran Rakabuming Raka saat bertanya kepada cawapres 03 Mahfud MD.

Greenflation atau inflasi hijau merupakan peningkatan biaya atau harga barang dan jasa terkait dengan kebijakan lingkungan atau perubahan menuju energi bersih. Hal ini bisa terjadi karena adanya biaya tambahan atau investasi yang diperlukan untuk mematuhi standar lingkungan yang lebih tinggi atau untuk menggunakan teknologi yang ramah lingkungan.

Tren kebijakan ekonomi hijau telah menjadi fokus utama di banyak negara di seluruh dunia, seiring meningkatnya kesadaran akan urgensi perubahan iklim dan perlunya transisi ke ekonomi berkelanjutan.

Di Asia sendiri telah menetapkan target untuk mencapai puncak emisi karbon pada tahun 2030 dan menjadi netral karbon pada tahun 2060. Negara ini sedang melaksanakan kebijakan-kebijakan yang mendukung penggunaan energi bersih, investasi dalam teknologi hijau, dan pengembangan transportasi berkelanjutan.

Sementara itu, Amerika Serikat kembali mengambil peran utama dalam isu perubahan iklim dengan mengadopsi kebijakan energi bersih dan berkomitmen untuk mencapai netralitas karbon pada pertengahan abad ini. Pemerintahan Biden telah merencanakan investasi besar-besaran dalam infrastruktur berkelanjutan dan pengembangan teknologi bersih.

Upaya pemerintah untuk mendorong permintaan bahan yang dibutuhkan guna membangun ekonomi bersih pada saat yang sama, regulasi yang ketat akan membatasi pasokan bahan mentah di tambang, smelter atau sumber apapun yang menyebabkan emisi karbon. Alih-alih menciptakan kehidupan bersih nol (0) emisi justru hal tersebut menciptakan hasil yang mengerikan adalah 'greenflation', dimana adanya lonjakan kenaikan harga bahan mentah seperti logam dan mineral yang begitu tinggi.

Regulasi yang ketat akan membatasi pasokan bahan mentah sehingga stok bahan di pasar menjadi langkah dan sulit ditemukan. Bahkan ketika harga minyak naik, investasi oleh suatu perusahaan hidrokarbon besar dan negara terus mengalami penurunan.

Banyak negara telah mengadopsi kebijakan hijau untuk mengatasi isu-isu lingkungan dan perubahan iklim. Kebijakan ini dapat mencakup insentif pajak untuk energi bersih, peningkatan regulasi terhadap emisi gas rumah kaca, dan pengembangan infrastruktur berkelanjutan.

Di Uni Eropa misalnya telah mengadopsi "European Green Deal" yang bertujuan untuk membuat Eropa menjadi netral karbon pada tahun 2050. Ini melibatkan investasi besar-besaran dalam energi terbarukan, efisiensi energi, dan infrastruktur berkelanjutan.

Selain itu, China memiliki rencana untuk mencapai puncak emisi karbon pada tahun 2030 dan mencapai netralitas karbon pada tahun 2060. Mereka sedang mengembangkan kebijakan dan program untuk mempromosikan energi bersih dan mengurangi polusi. Peran China sebagai salah satu pemasok komoditas besar terutama bijih besi dan baja telah memangkas produksi sebagai bagian dari kampanyenya mencapai netralitas karbon.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun