UKM Teater Kusuma Untag Surabaya membawa semangat kesenian pada program Pentas Keliling yang mereka ciptakan. Pentas Keliling yang bertajuk "Kusuma Mlaku-mlaku #6" ini mengusung tema "Uri -- uri Budaya Majapahit". Tidak heran jika Kota Mojokerto menjadi tempat pementasan yakni di SMAN 1 Kota Mojokerto (16/07/2022) dan di Sanggar Bhagaskara (23/07/2022).
Okitama Ketua Umum Teater Kusuma mengatakan bahwa diselenggarakannya Pentas Keliling ini merupakan bentuk upaya Kusuma untuk memperkenalkan budaya dan sejarah Majapahit kepada generasi muda. Ia menambahkan bahwa pada Pentas Keliling kali ini Kusuma tidak hanya menyuguhkan pementasan tetapi juga Workshop dan kegiatan sosial yang terjun langsung ke masyarakat.
Agenda Pentas Keliling di hari sabtu, 16 Juli 2022 di SMAN 1 Kota Mojokerto diawali dengan diadakannya Workshop Teater Ruang Publik di pagi hari. Kusuma memperkenalkan Teater tanpa sekat ruang dan kebebasan mutlak kepada para peserta workshop yakni siswa/i SMAN 1 Kota Mookerto oleh Teater
"Teater ruang publik adalah teater yang tidak menciptakan panggung dan tidak menciptakan penonton karena semua bisa menjadi panggung dan penonton." Ucap K-cong salah satu pemateri Workshop.
Dilanjutkan pada malam hari disuguhkan pertunjukan pementasan teater dari Teater Kusuma yang langsung membawakan 2 (dua) naskah sekaligus yakni Naskah "Menunggu Kekasih" Karya Putut Bukhori Sutradara Frederico Rudy dan Naskah "Pasar Kaget" Karya A.A. Mubarrak yang juga disutradarai A.A. Mubarrok.
"Naskah ini (Menunggu Kekasih) Karya Putut Bukhori pada dasarnya menceritakan tentang betapa mahalnya harga sebuah kesetiaan, betapa mahalnya harga sebuah kesabaran, dan betapa mahalnya harga sebuah kepercayaan" Pungkas Frederico Rudy Sutradara Naskah Menunggu Kekasih.
Naskah menunggu kekasih merupakan sebuah kisah dua orang tua yang menghuni panti jompo, mereka adalah Nona Kumala dan Diajeng. Keduanya memiliki satu permasalahan yang sama yakni menunggu seorang laki-laki yang tidak lain adalah kekasihnya.
Kedua perempuan ini begitu setia kepada laki-laki itu sampai rela untuk tidak menikah, rela sampai tua, rela sampai pikun dan rela sampai tubuhnya renta untuk tetap terus menunggu keksihnya. Tubuhnya yang sudah tua sudah tak lagi mampu menampung semangat menunggu kekasihnya. Namun untung saja mereka mendapatkan perawatan penuh cinta dari seorang Sutter Ika.
Setelah 60 (enam puluh) tahun menunggu mereka mengerti bahwa mereka berdua memiliki kekasih yang sama yaitu Amat Sape'i si pemuda Wonosari yang merantau ke Serawak dan tidak pernah pulang untuk menepati janjinya yakni menikahi kekasihnya.