Sejarah Ketupat (Hindu-Buddha sampai Islam)
Ketupat atau kupat merupakan makanan khas Nusantara berbahan dasar beras yang dibungkus dengan anyaman daun kelapa, lontar atau janur berbentuk persegi empat. Dalam hidanganya kupat tidak sendiri melainkan ditemani dengan Lepet. Lepet adalah makanan dari beras ketan acap kali dicampur dengan kacang, dimasak dalam santan kemudian dibungkus dengan janur atau lontar. Dalam lintasan sejarah kedua makanan tersebut sudah ada sejak era Hindu-Buddha di Nusantara.Â
Di masa era Hindu-Buddha terkenal dengan ajaran tentang Lingga dan Yoni. Bahwa ajaran itu memberikan kita pesan-pesan kehidupan. Yoni sebagai representasi dari seorang perempuan yang disimbolkan dengan Ketupat sedangkan Lingga merupakan representasi dari seorang laki-laki yang disimbolkan dengan Lepet.
Kedua simbol itulah (Ketupat dan Lepet) mengingatkan kita  tentang awal kehidupan kita sebagai manusia di dunia ini. dalam perkembangan kehidupan di bumi Nusantara, Ketika Islam masuk di Bumi Nusantara dengan segera membuat akulturasi budaya sehingga memanfaatkan ketupat dan lepet untuk menyingkirkan tradisi-tradisi yang tidak sesuai dengan syariat islam diganti dengan tradisi yang mengikuti syariat islam.Â
Masuknya Islam juga memengaruhi pemaknaan dari Ketupat dan Lepet tersebut. Dalam ajaran Islam Ketupat dan Lepet dipandang sebagai nilai yang sama dengan rukun Islam yakni disimbolkan dengan empat sisi ketupat (Syahadat, Sholat, Puasa, Zakat) dan Lepet merupakan bonus dari Tuhan untuk dapat menyantap ibadah Haji. Ketupat di era islam dikenal dengan lebaran kupat yang dilaksanakan 6 hari setelah Hari Raya Idul Fitri dengan pemaknaan Kupat sebagai Laku papat yakni Lebaran bermakna hari raya, Luberan bermakna melebur, Leburan bermakna habis atau saling mengahabiskan dosa dan Laburan bermakna labur atau kapur artinya memutihkan atau menjernihkan.
A. Berbagai Makna Ketupat
1. Makna Ketupat dari Jawa
Ngudar Roso Mulat Sariro – Mengungkap Isi Hati dan Mawas Diri.
Ketika ketupat sudah dibelah tandanya hati telah terbuka untuk mengungkapkan keluh kesah (Ngudar Roso). Namun tidak boleh kita dalam berkehidupan selalu dalam keadaan yang terbuka dan blak-blakan sehingga mampu untuk dimasuki siapa saja. Dalam ajaran Jawa Ketupat walaupun sudah dibelah tetap kita harus  mawas diri (Mulat Sariro) sehingga tidak dengan mudah diperdaya karena senantiasa waspada. Kemudian Lepet yang artinya pepet atau rapat, ketat, ikatan yang kuat bertugas mengunci (dipepet) kembali hati yang dibuka tadi.
Kupat – Ngaku Lepat
Kupat atau Ngaku Lepat artinya mengaku salah. Perayaan ketupat dilaksanakan ketika hari raya. Dalam momentum itu pula ketupat sebagai simbol manusia mengakui kesalahannya. Ketupat sebagai simbol untuk meminta maaf dan mengakui segala kesalahan kepada sesama manusia, sesama makhluk Tuhan.