Masa perkuliahan, dalam bayangan beberapa anak sma memang terasa menggiurkan. Berpakaian bebas, membawa tas kecil berisi beberapa atau bahkan satu buku saja. Tetapi setelah lulus dan memulai masa perkuliahan, hal tersebut tidak sesederhana itu. Jadwal yang bertabrakan, pergantian jam secara mendadak, tugas yang sebenarnya tidak terlalu banyak, tetapi seringkali mahasiswa lebih memilih untuk tidak mengerjakannya, dan pada akhirnya akan menumpuk. Kemudian sangat sulit untuk mencari teman seperjuangan. Selain itu, jika berkuliah di luar kota dan mengharuskan untuk tinggal jauh dari orang tua. Hal tersebut menjadi salah satu kesulitan mahasiswa. Karena sibuk memikirkan antara besok makan apa, listrik bagaimana, dan apa saja tugas kuliah yang ada.
Setelah memasuki semester dua pada bangku perkuliahan, saya mendapatkan pengalaman baru dalam Pendidikan. Yang pada masa sma setiap tugas berat dilakukan secara bersama atau kelompok, dalam bangku perkuliahan banyak tugas yang harus dilakukan seorang diri. Pada awalnya memang saya rasa sangat berat, tetapi semakin lama dan sering melakukannya. Hal tersebut menjadi pelajaran dan juga Latihan untuk tugas berat lainnya. Banyak hal- hal baru yang saya dapatkan, mulai dari membuat proposal, makalah, dan artikel seorang diri. Setelah mengerjakan tugas- tugas tersebut sendiri, saya menjadi yakin bahwa semua orang mampu untuk memulai selagi mereka mau untuk belajar.
Terdapat salah satu mata kuliah yang ada di jadwal kuliah saya dimana setiap tugasnya memberikan saya pengalaman baru. Yaitu mata kuliah kewarganegaraan. Bagaimana tidak, pada setiap pertemuan kita di suruh untuk melakukan wawancara dengan berbagai orang dari berbagai profesi, umur dan juga latar belakang yang berbeda- beda. Setiap kali melakukan wawancara kita mendapat informasi serta pengalaman baru yang belum pernah kita dengar dan kita dapatkan. Pada awalnya saya sangat tidak menyukai hal tersebut. Kenapa? Karena saya sangat tidak suka untuk berbicara kepada orang lain. Sebelum orang tersebut memulai atau berbicara kepada saya, saya tidak akan berbicara kepada mereka. Itulah saya.
Tetapi lagi dan lagi, inilah perkuliahan. Semua tugas individu harus dilakukan jika ingin lulus dan mendapat nilai yang terbaik. Jadi saat pertama kali saya melakukan wawancara, jelas rasanya sangat canggung. bingung akan memulai pembicaraan dari mana. Akhirnya saya memulai untuk memperkenalkan diri dan juga menanyakan apa saja yang sudah saya tulis. Wawancara pertama saya adalah orang yang berbeda agama, yaitu beragama Kristen. Yang saya ketahui tentang agama Kristen pada awalnya adalah bahwa apa yang kita sembah berbeda, waktu sholat atau ibadah juga berbeda. Tetapi setelah melakukan wawancara, pandangan saya sangat jelas berbeda. Saya baru mengetahui apa arti toleransi yang sebenarnya.
Menurut saya metode wawancara yang diterapkan oleh dosen saya sangat bagus untuk menambah wawasan dan pengalaman. Tetapi terkadang saya juga sangat malas untuk melakukannya. Terdapat salah satu tema dalam wawancara yang sangat saya sukai. Yaitu tentang kehidupan, dimana kita di suruh untuk mewawancai orang dan bertanya tentang arti kehidupan kepada mereka. Pada saat itu bulan Ramadhan, dan bertepatan dengan kakak saya sedang melakukan donasi dan buka bersama dengan anak- anak panti asuhan. Karena tema dan suasana yang cocok, jadilah saya mengikuti acara tersebut. Dan disana saya sangat senang dan juga menjadi besyukur tentang apa yang saya punya. Memiliki orang tua lengkap dan rumah untuk di tinggali serta kebutuhan yang terpenuhi. Hal tersebut adalah hal yang harus kita syukuri, karena tidak semua orang di beri rezeki seperti itu.
Dalam pembelajaran ini. Sangat jelas bahwa saya mendapat ilmu, wawasan, serta pengalaman baru yang menyenangkan. Karena sering melakukan wawancara, saya yang sekarang menjadi mudah untuk memulai sebuah pembicaraan. Dulu setiap bertemu dengan tetangga, saya hanya menyapa dengan senyuman. Tetapi sekarang saya mulai berani untuk berbasa- basi. Memang terlihat biasa bagi orang lain, tapi bagi saya hal tersebut adalah perubahan yang sangat besar. Teman- teman sekolah saya dulu mengatakan bahwa saya orangnya ekstrovert, mudah bergaul punya banyak teman. Tetapi saya rasa tidak, saya lebih suka untukk berada di dalam rumah dari pada bermain bersama dengan yang lainnya. Bahkan banyak dari tetangga saya yang tidak mengenal saya.
Sebagai seorang mahasiswa tentu saja public speaking sangat di butuhkan. Karena tugas dari mahasiswa tidak akan jauh dari masyarakat. Mencari narasumber, referensi, contoh kasus, semua hal itu terdapat di tengah- tengah masyarakat. Bagaimana seorang mahasiswa mampu untuk mencari dan hadir di dalamnya. Relasi juga sangat penting. Bertemanlah dengan siapapun tanpa memandang siapa dia. Latar belakang, kebiasaan, kekurangan, semua itu adalah bonus. Tetapi karena kuliah masih dilakukan secara online. Maka kita harus pintar dalam membagi waktu. Waktu untuk bermain dan juga waktu untuk belajar.
Karena hasil wawancara dijadikan sebuah artikel atau essay, sangat membantu untuk melatih ketrampilan dalam menulis. Pada awal menulis sebuah essay dibutuhkan waktu dua sampai tiga agar tulisan tersebut dapat diselesaikan. Tetapi sekarang, karena terbiasa untuk menulis. Waktu yang digunakan juga relatif sangat singkat. Jika ide yang ada sangat lancar satu atau dua jam dapat selesai untuk menulis sebuah artikel. Oleh karena itu, metode wawancara serta menulis essay ini sangat membantu untuk melatih ketrampilan dalam menulis. Dapat digunakan juga untuk melatih atau menyiapkan diri untuk skripsi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H