Peserta didik yang berasal dari keluarga yang kaya, memiliki berbagai sumber daya, aset, akses, dan jejaring kolega yang baik memiliki peluang jauh lebih besar untuk memperoleh pengalaman-pengalaman belajar dan bermakna melalui berbagai aktivitas mengasah keterampilan diri, tambahan pendidikan non-formal, tambahan bimbingan belajar memiliki peluang yang jauh lebih besar (dalam hal ini ujian nasional) untuk mendapatkan capaian pendidikan formal dibandingkan dengan peserta didik yang berasal dari keluarga miskin.
Hal ini menyebabkan banyaknya sekolah negeri yang diisi oleh peserta didik yang memiliki nilai UN tinggi yang notabene berasal dari keluarga berada sehingga membentuk kastanisasi sekolah yang sering disebut sekolah favorit.
Pengelompokan sekolah favorit dan non-favorit sudah marak terjadi sejak era kolonial Belanda. Kesempatan anak untuk mendapatkan bangku sekolah yang berkualitas  ditentukan oleh kasta, kedudukan, status ekonomi, dan keturunan.Â
Penerimaan peserta didik baru harus didasarkan pada ukuran-ukuran yang dapat dijangkau oleh berbagai latar belakang dan kondisi peserta didik, khususnya peserta didik dari keluarga miskin.
Penerapan PPDB berbasis zonasi yang diluncurkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan periode 2016-2019 Muhadjir Effendy melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 17 Tahun 2017 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan, atau bentuk lain yang sederajat yang terus disempurnakan menjadi Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018 junto Permendikbud Nomor 20 Tahun 2019 yang sekarang menjadi Permendikbudristek Nomor 1 Tahun 2021 merupakan langkah berani dan menunjukkan keberpihakan yang cukup besar kepada peserta didik dari penduduk miskin.
Regulasi tersebut mengubah syarat penerimaan peserta didik baru di sekolah negeri dari nilai ujian nasional (UN) menjadi jarak rumah peserta didik dengan sekolah pada zona yang ditetapkan. Melalui Permendikbudristek Nomor 1 Tahun 2021, Pemerintah ingin memastikan bahwa setiap anak dari berbagai latar belakang mendapatkan hak yang sama dalam mengakses layanan pendidikan khususnya di sekolah negeri.
Tidak hanya melihat kedekatan antara jarak rumah peserta didik dengan sekolah berdasarkan zona, terdapat jalur prestasi, perpindahan orang tua, dan afirmasi bagi keluarga tidak mampu dan penyandang disabilitas. Hal ini menggambarkan bahwa Pemerintah memiliki komitmen dan keberpihakan untuk menghilangkan praktik diskriminasi layanan pendidikan di sekolah negeri khususnya bagi calon peserta didik dengan latar belakang keluarga miskin.
Kita berharap bahwa kesempatan dan akses untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas bagi peserta didik dari keluarga miskin akan menjadi jalan keluar dan solusi untuk memutus rantai kemiskinan dan mereka memiliki peluang untuk meningkatkan kesejahteraan dan derajat hidup pada masa depan. Semoga langkah dan kebijakan penerimaan peserta didik baru melalui jalur zonasi, prestasi, perpindahan orang tua, dan afirmasi ini secara signifikan dapat menurunkan angka penduduk miskin Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H