Salah satu mata kuliah wajib bagi mahasiswa adalah menjalankan program Kuliah Kerja Nyata atau yang biasa disingkat KKN. Memasuki semester 6, hampir seluruh mahasiswa di fakultas ekonomi dan bisnis Universitas Mataram mulai sibuk mempersiapkan diri untuk menjalani program KKN, mulai dari pendaftaran, persiapan berkas, pembentukan kelompok sampai dengan penentuan lokasi KKN. Waktu terasa begitu cepat berlalu, seolah datang seperti angin yang menyapa hanya sesaat.Â
Waktu KKN tiba, dan saya ditetapkan untuk KKN di Desa Ekas, Lombok Timur bersama dengan 14 teman lainnya yang sebelumnya saya tidak kenal satu pun dari mereka karena memang anggota kelompoknya dipilih acak dengan fakultas lain. Sejujurnya saya tidak pernah mendengar apalagi tau tentang desa tersebut, itulah sebabnya pada hari pertama survey lokasi saya hampir nangis di jalan karena saat itu saya ketinggalan jalan dan di tengah perjalanan hujan dan angin besar yang menyebabkan saya tidak bisa membuka Maps, beruntung saya berhasil menyusul teman yang saat itu sedang berteduh di tepi jalan.Â
Setelah sampai lokasi ternyata desa tersebut adalah tetangga desa tempat saya menjalankan Program Kreativitas Mahasiswa-Bidang Pengabdian Masyarakat (PKM-PM), saya senang sekali karena Allah mudahkan urusanku, dalam satu waktu bisa mengerjakan dua tanggung jawab sekaligus ibarat pepatah yang mengatakan "menyelam sambil minum air", Allah maha baik. Karena sebelumnya saya sering datang ke tempat menjalankan PKM-PM jadi sedikit tidak saya mengetahui bagaimana kehidupan disana, ya.. saya berpikir sanggup nggk ya saya di Ekas nnti, dimana bayangan saya pada saat itu akan kesulitan air, panas, dan sudah pasti jauh hmm bakalan jarang pulang, berat.Â
Oh iya saya lupa cerita bahwa Ekas itu adalah daerah Pantai yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai nelayan. Dan desa tetangga tempat saya PKM itu namanya Desa Seriwe, salah satu desa penghasil rumput laut terbesar di Nusa Tenggara Barat (NTB).
DESA EKAS (beberapa hari di Ekas)
Menyaksikan Mega merah tenggelam di tepi pantai ekas, membuat segala beban terasa sirna, berbondong-bondong para nelayan pulang "madak" dari tengah laut dengan tawa yg begitu ikhlas, membuat aku sadar bahwa sebenarnya bahagia begitu sederhana, cukup kita nikmati dan syukuri hidup ini tanpa ada rasa iri dan dengki ataupun kutukan pada takdir yan Tuhan gariskan.Â
Perlahan namun pasti, semua ini akan berakhir.
Nikmati saja pantai ekas dengan sejuta kenangan yang takkan pernah terulang kembali.
Tentang pantai ini, jika diizinkan aku ingin menyebutnya pantai ketenangan. Karena disini untuk pertama kalinya aku melihat pantai tanpa ombak, benar-benar tenang. Di tengahnya banyak sekali rumah apung yang dibangun oleh para nelayan untuk menjaga lobster yang mereka budidayakan di keramba.
Pukul 18:35, cahaya lampu dari rumah-rumag apung nelayan sudah terlihat. Sangat indah! Layaknya seperti kota di tengah laut, maa syaa Allah sungguh indah ciptaan Tuhan. Aku bersyukur Allah memberikanku kesempatan menginjakkan kaki dan tinggal kurang lebih sebulan di tempat ini.
Disini aku belajar bagaimana kerasnya hidup, bagaimana harus bertahan ditengah ketidaknyamanan, bagaimana rasanya harus berjuang untuk terus bersabar, disini aku belajar bahwa dewasa ternyata tak seindah yg aku bayangkan waktu duduk di bangku SD.Â