Saat itu saya masih duduk di bangku Aliyah, seperti biasa setelah sholat ashar kami kembali ke Madrasah untuk mengikuti kegiatan Diniyah (belajar agama).Â
Saya duduk di Musholla, mencoba untuk menambah hafalan yang masih sangat sedikit, berulang kali saya mencoba membaca satu ayat pada surat Al Baqarah namun rasanya sangat sulit untuk dihafal.Â
Saat itu saya sangat sedih, hafalan mandek, belum lagi pelajaran sekolah yang sudah banyak terlupakan. Entah kenapa saat ujian, hampir semua mata pelajaran rasanya diluar kepala (kecuali Penjas dan bahasa Inggris hehe), sampai-sampai saat menjawab soal ujian saja biasanya saya pasti ingat dimana posisi jawabannya pada buku catatan yang biasanya saya buat sendiri (bukan mau sombong tapi Alhamdulillah Allah selalu mudahkan saat menghadapi ujian), tapi setelah selesai ujian... semua buyar, Ah itu sangat menjengkelkan! Mungkin karena teknik belajarku yang masih kurang tepat kali ya hehe..
Di tengah kegalauan itu, salah satu Ustadz sekaligus mentor saya datang menghampiri (seingat saya), beliau saat itu masih kuliah dan masih tergolong muda jika dibandingkan guru-guru lain di sekolahku, mungkin itu sebabnya sebagian besar dari kami lumayan terbuka, selain itu beliau juga memiliki kepribadian yang cukup menyenangkan dan tidak kaku, jika ada pertanyaan yang mengganjal di kepala biasanya saya bertanya pada beliau tanpa ragu dan Alhamdulillah selalu mendapatkan jawaban yang cukup memuaskan.Â
Begitupun ketika masalah kegalauan yang saya alami terkait hafalan dan ilmu yang rasanya sulit masuk dan bertahan di kepala saya.Â
Saat itu saya bertanya pada beliau "Ustadz kenapa ya dengan hafalan saya, rasanya banyak yang saya lupain dan sulit masuk ketika hendak menambah hafalan", langsung beliau tersenyum dan dengan gaya khasnya yang berkarakter nan berwibawa namun tetap santai menjelaskan "ilmu itu bersih dan suci, sesuatu yang suci tidak akan mau berada ditempat yang kotor.  Jadi jika mau ilmu itu cepet masuk dan bertahan lama maka kita harus membuatnya nyaman dengan membersihkan otak kita dari hal-hal yang kotor, menjauhkan diri kita dari perbuatan maksiat. Sebagaimana ketika Imam Syafi'i ketika mengadukan hafalannya kepada gurunya Imam Waqi' berkata:
"Aku pernah mengadukan kepada Waki' tentang jeleknya hafalanku. Lalu beliau menunjukiku untuk meninggalkan maksiat. Beliau memberitahukan padaku bahwa ilmu adalah cahaya dan cahaya Allah tidaklah mungkin diberikan pada ahli maksiat." (I'anatuth Tholibin, 2: 190)" (kurang lebih penjelasan ustadz saya seperti itu).Â
Nah dari sana saya sadar bahwa ternyata bukan saya yang melupakan ilmu tapi ilmu yang pergi dan memilih menjauh dari saya
Cukup sekian kisah har ini hehe, semoga ada manfaatnya yaa..Â
Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H