Mohon tunggu...
Miftahur Rahman
Miftahur Rahman Mohon Tunggu... -

Alumni FE Akuntansi Univ. Muhammadiyah Malang, dan PPAk Univ. Airlangga. Pernah bergabung di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Menteri Luar Negeri BEM UMM, dan pernah aktif di BEM Se-Nusantara. Kini saya bekerja disalah satu Kantor Akuntan Publik di Surabaya sebagai seorang Independent Auditor.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Siapapun Presidennya, Partai Golkar Tetap Pemenangnya

7 Juli 2014   19:02 Diperbarui: 18 Juni 2015   07:08 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Siapapun Presidennya, Partai Golkar Tetap Pemenangnya

Siapapun Presidennya, Partai Golkar tetap pemenangnya. Mungkin ungkapan tersebut adalah sesuatu yang tepat untuk menggambarkan konstelasi politik dalam negeri akhir-akhir ini. Tiga hari menjelang pemilu presiden yang akan jatuh pada tanggal 9 Juli 2014 nanti, timses kedua kubu capres dan cawapres disibukkan dalam penyusunan strategi dan taktik yang akan mereka gunakan untuk memasifkan dukungan bagi calon yang mereka usung. Bahkan para relawan pun juga ikut larut dalam meriahnya pesta demokrasi lima tahunan ini. Tensi tinggi dalam kontestasi pemilahan presiden pada kedua kubu menjadi konsumsi yang paling menarik untuk diperbincangkan oleh media dan masyarakat. Namun, ada satu hal yang terlupakan dan bagi saya pribadi cukup menarik untuk dibahas, yakni strategi politik dua kaki yang dilakukan oleh Partai Golkar seolah menjadi lagu lama namun laris manis terjual.

Secara institusional, Partai Golkar memangmemberikan dukungannya kepada pasanga Prabowo-Hatta. Namun, jika melihat pola dukungan yang diberikan, praktis hanya beberapa tokoh Partai Golkar saja yang terjun langsung dalam kampenye kemarin, kita dapat melihat hanya terdapat sosok Aburizal Bakrie (Ketua Umum), Akbar Tandjung (Ketua Dewan Pertimbangan), Idrus Marham (Sekjen), dan Tantowi Yahya saja yang terlihat aktif dalam kampanye pemenangan Prabowo-Hatta, Namun hal itu tidak diimbangi dengan masifnya mesin dan infrastruktur partai yang dikerahkan. Tentu hal ini menimbulkan tanda tanya besar, bagi saya Partai Golkar seolah berpihak setengah hati.

Disisi lain, terdapat beberapa kader terbaik Partai Golkar seperti Luhut Pandjaitan (Wakil Ketua Dewan Pertimbagan), Nusron Wahid (Wabendum DPP), Poempida Hidayatullah (Anggota fraksi Golkar), Agus Gumiwang (Ketua DPP) yang ternyata justru berbalik arah mendukung pencapresan Jokowi-JK. Tidak dapat dipungkiri, Partai Golkar memang memiliki banyak kader potensial yang diminati oleh kedua belah pihak tim sukses untuk diajak bergabung dalam memenangkan pilpres ini. Namun, jika mengacu pada keputusan partai yang telah bulat menyatakan dukungannya kepada pasangan Prabowo-Hatta, maka tidak ada alasan sedikitpun yang membenarkan peristiwa membelotnya beberap kader tersebut. Memang dalam hal ini, Luhut telah melepaskan jabatannya sebagai wakil ketua dewan pertimbangan, serta ketiga kader tersebut telah diberikan sanksi dan dinyatakan dipecat dari keanggotaan Partai Golkar. Namun tentu hal ini masih belum cukup dan mengganjal di pikiran saya.

Menghadapi Musyawarah Nasional (Munas)

Setelah pemilihan presiden berlangsung, Partai Golkar dijadwalkan akan melaksanakan hajatan besar, yakni Musyawarah Nasional Partai Golkar yang salah satu agendanya adalah pemilihan ketua umum baru. Jika melihat waktu pelaksanaan Munas tersebut yang akan digelar setelah pilpres, tentu hal ini bukanlah hal yang kebetulan. Saya memandang bahwa sosok ketua umum baru ini akan disesuaikan dengan pihak mana yang terpilih menjadi presiden. Jika presiden terpilihnya adalah pasangan Prabowo-Hatta, maka tentu yang akan menjadi ketua umum adalah kader Partai Golkar yang berada pada faksi Akbar Tandjung dan kawan-kawan, sehingga atas hal ini Partai Golkar akan masuk dalam kabinet pemerintahan sesuai dengan deal politik yang telah disepakati sebelumnya bersama Prabowo.

Namun sebaliknya, jika yang terpilih menjadi presiden dan wakil presiden adalah pasangan Joko widodo dan Jusuf kalla, maka yang akan meneruskan tampuk kepemimpinan Partai Golkar kedepan adalah faksi dari Jusuf Kalla dan kawan-kawan. Publik harus tau bahwa sampai saat ini, Jusuf Kalla masih tercatat sebagai kader Golkar, yang artinya Jusuf Kalla masih memiliki peran yang penting ditataran keluarga besar partai dengan simbol pohon beringin tersebut. Bukan tidak mungkin pula, jika kubu Jusuf Kalla yang memenangkan pertarungan di Munas Partai Golkar nanti, akan mengembalikan posisi dan keanggotaan ketiga kader partai golkar yang sebelumnya telah dinyatakan dipecat tersebut. Dan yang paling penting, Partai Golkar pun masih akan berada pada lingkaran kekuasaan dibawah kendali Jusuf Kalla. Hal inilah yang membuat saya yakin bahwa, pada dasarnya Partai Golkar memang tidak ingin menjadi oposisi dan jauh dari pemerintahan.

Terulangnya Sejarah 2004

Jika kita mundur kebelakang, tepatnya 10 tahun silam. Dinamika dan strategi politik Partai Golkar saat ini merupakan fotokopi strategi politik diwaktu itu. Masih teringat jelas dalam ingatan kita bersama, ketika Pilpres berlangsung pada tahun 2004 Partai Golkar dibawah kepemimpinan Akbar Tandjung selaku ketua umum mengusung kadernya sendiri untuk maju sebagai Capres yakni Wiranto yang ketika itu berpasangan dengan Salahudin Wahid. Namun disisi lain, Partai Golkar membiarkan dalam tanda kutip kadernya yang lain (Jusuf Kalla) dipinang oleh SBY dan maju bersama-sama sebagai pasangan Capres dan Cawapres yang berlawanan dengan Wiranto. Hingga pada akhirnya Wiranto kalah dan SBY-JK terpilih sebagai presiden dan wakil presiden. Namun Partai Golkar tak perlu khawatir menghadapi kekalahan di pilpres tersebut. Karena pasca terpilihnya Jusuf Kalla sebagai wakil presiden, praktis peta politik internal merekapun berubah seratus delapan puluh derjat menyesuaikan hasil pemilu yang ada. Hal ini terbukti, tidak lama setelah dilantik sebagai wakil presiden Jusuf Kalla juga dilantik sebagai ketua umum terpilih dalam Munas Partai Golkar. Terpilihnya Jusuf Kalla ini lah yang membawa Partai Golkar tetap masuk dalam lingkaran kekuasaan.

Tampaknya, kejadian beberapa waktu lalu akan berulang kembali di penghujung tahun 2014 ini. Dimana Partai Golkar tetap akan melanggeng dalam lingkaran kekuasaan, siapapun presiden terpilihnya nanti. Dinamika internal yang melibatkan faksi Akbar tandjung dan faksi Jusuf Kalla bagi saya hanyalah alat yang didesign untuk melanggengkan Partai Golkar agar tetap berada pada tampuk kekuasaan. Hal inilah yang mungkin tidak banyak disadari oleh relawan kedua belah pihak. #SalamPemiluDamai

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun