Mohon tunggu...
Miftahur Rahman
Miftahur Rahman Mohon Tunggu... -

Alumni FE Akuntansi Univ. Muhammadiyah Malang, dan PPAk Univ. Airlangga. Pernah bergabung di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Menteri Luar Negeri BEM UMM, dan pernah aktif di BEM Se-Nusantara. Kini saya bekerja disalah satu Kantor Akuntan Publik di Surabaya sebagai seorang Independent Auditor.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Permata (Pendukung & Relawan Mahfud-Hatta)

28 April 2014   17:35 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:06 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

PERMATA (Pendukung & Relawan Mahfud-Hatta)

Setelah sukses menyelenggarakan pesta demokrasi untuk legislatif pada tanggal 9 April 2014, kali ini rakyat Indonesia akan dihadapkan dengan pesta yang tak kalah meriahnya dengan Pileg kemarin. Ya, lagi-lagi bangsa Indonesia akan menentukan sejarah perjalanan hidupnya melalui pemilihan presiden yang rencananya akan diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada tanggal 9 Juli 2014 nanti.

Berdasarkan hasil quickcount berbagai lembaga survei pada pemilu legislatif kemarin, menempatkan PDIP, Golkar, dan Gerindra sebagai pemuncak klasmen perhitungan sementara dengan posentase PDIP meraup suara sebesar 19%, Golkar 16%, serta Gerindra 12%. Mengacu pada hasil sementara diatas, wajar jika ketiga partai tersebut sangat percaya diri dalam menyongsong Pilpres mendatang. Bahkan ketiganya telah resmi mencapreskan kadernya masing-masing, yakni PDIP dengan Jokowinya, Golkar dengan Abu Rizal Bakrienya, serta Gerindra yang mengusung Prabowo sebagai Calon presidennya.

Melihat ketiga Capres tersebut, praktis hanya jokowilah yang merupakan figur baru dalam kancah perpolitikan bangsa ini. Tanpa mengurangi rasa hormat kepada bapak ARB (sebutan bagi Abu Rizal Bakrie) dan bapak Prabowo, nampaknya sulit menghilangkan label yang melekat bahwa keduanya merupakan produk dari Orde baru (Era Soeharto). Hal inilah yang mendorong saya untuk memberikan alternantif pilihan baru yakni duet diluar dari ketiga nama tersebut, yakni Mahfud MD dan Hatta Rajasa. Tentu dengan harapan lebih memeriahkan pesta 5 tahunan ini, serta memberikan alternatif pilihan baru bagi pemilih.

Mengapa Harus Mahfud-Hatta?

Tentu para pembaca kompasiana bertanya-tanya, kenapa harus mencalonkan duet Mahfud dengan Hatta Rajasa. Dan jawabannya sederhana, pertama keduanya memiliki pengalaman panjang dalam mengisi jabatan penting di lembaga negara. Mahfud MD pernah menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi yang kala itu masih menjadi lembaga tinggi negara yang integritasnya sangat dipercaya dimata publik selain KPK. Dengan pengalaman panjang yang dimilikinya, tentu sosok mahfud telah teruji dalam menghadapi dinamika organisasi baik dari internal maupun eksternal. Pria kelahiran sampang yang pernah aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Islam ini, merupakan sosok pakar hukum tata negara yang diharapakan oleh masyarakat mampu membenahi sistem hukum di Indonesia. Seperti kita ketahui bersama bahwa hukum di Indonesia selalu mendapat kritik tajam dari masyarakat, bahkan terdapat paradigma bahwa hukum di Indonesia saat ini tumpul ke atas, namun tajam kebawah. Disisi lain, Hatta Rajasa yang saat ini merupakan Menko Perekonomian merupakan salah satu sosok dibalik suksesnya Indonesia bertahan dalam gempuran krisis ekonomi global. Bahkan berkat kepemimpinannya sebagai Koordinator dalam bidang ekonomi, Indonesia mencapai angka pertumbuhan ekonomi yang positif ketiga di Dunia setelah China dan India. Tentu ini merupakan prestasi besar ditengah carut-marutnya permasalahan bangsa ini.

Kedua, baik Mahfud maupun Hatta adalah sosok muda produk reformasi, kelahirannya sebagai politisi terbebas dari dosa-dosa sejarah di masa lalu (orde baru), jika pasangan ini melaju tentu tidak akan dihadang oleh permsalahan KKN seperti mereka yang pernah besar di era Soeharto mupun kasus pelanggaran HAM yang kini ditudingkan kepada salah satu capres lainnya.

Dan yang ketiga, yang paling menarik adalah Mahfud yang dikenal sebagai Gusdurian (penggemar Gus Dur) ini merupakan salah satu tokoh Nahdatul Ulama (NU). Sebagai tokoh NU, yang saat ini tercatat sebagai organisasi masa terbesar di Indonesia, tentu hal ini merupakan jaminan untuk mengantarkannya pada kesuksesan dalam proses pemilihan presiden nantinyaa, NU yang memiliki basis masa yang sangat kuat di akar rumput diharapkan mampu mendongkrak suara secara signifkan. Disisi lain, Hatta Rajasa yang merupakan ketua umum PAN saat ini, dikenal dekat dengan seniornya yakni Amien Rais. Sebagai Bapak Reformasi bersama Gusdur dan kawan-kawan, Amien Rais kala itu menggalang kekuatan untuk meruntuhakan kejayaan pemerintaha Soeharto yang dikenal diktator dan penuh KKN. Selain sebagai tokoh reformasi, Amien Rais juga dikenal sebagai mantan petinggi Muhammadiyah, tercatat ia pernah menjadi ketua umum pada periode 1995-2000 di organisasi masa terbesar kedua setelah NU tersebut. Oleh karenanya, bukan suatu hal yang berlebihan jika sosok Hatta Rajasa yang merupakan suksesor Amien Rais ini dikatakan sebagai Representatif dari Muhammadiyah. Maka, jika duet pasangan ini terjadi, dapat dibayangkan betapa besarnya potensi dukungan terhadap mereka berdua yang begitu besar.

Poros Tengah Jilid Dua

Jika melihat dari hasil hitung cepat beberapa lembaga survei yang menempatkan PKB selaku partai yang menaungi Mahfud MD memperoleh suara sekitar 9% dan PAN yang diketuai oleh Hatta Rajasa hanya meraih 8%, tidak memungkinkan mengusung pasangan ini hanya melalui koalisi kedua partai tersebut. Karena jika ditotal perolehan kedua partai tersebut, praktis hanya mencapai suara sebesar 17%. Padahal jika kita merujuk pada undang-undang pemilu, dibutuhkan suara nasional minimal sebanyak 25% atau suara parlemen minima 20% untuk mendukung pasanga Capres dan Cawapres pada pilpres mendatang.

Oleh karenanya, muncul wacana untuk menghimpun kekuatan partai tengah yakni PKB, PAN, PPP, PKS, dan PBB yang dinamakan Poros tengah jilid dua. Dan jika kita total perolehan suara kelima partai tersebeut, dapat diperoleh suara nasional sebesar 31,36%. Tentu angka ini lebih dari cukup untuk dijadikan syarat dalam mengusung pasangan Mahfud dan Hatta.

Berkaca pada pengalaman masa lalu, koalisi poros tengah pernah mencapai puncak tatkala meloloskan Amien Rais sebagai ketua MPR, dan Gusdur sebagai Presiden RI ke -4. Walaupun dalam perjalanannya koalisi ini sempat ambruk ketika lengsernya Gus Dur sebagai Presiden di 2001, namun hal ini jangan dijadikan trauma politik untuk menggalang kekuatan baru. Bahkan, sejarah ini harusnya dapat menjadi pengalaman berharga agar menguatkan komunikasi politik antara anggota koalisi poros tengah jilid dua nantinya. Apakah kolaisi ini dapat terjadi? Wallahu a’lam bisshowab.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun