Mohon tunggu...
Miftahul Walidiati
Miftahul Walidiati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa PPG Calon Guru

Hobi membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tradisi Begawai: Kekuatan Konteks Sosio-Kultural di Lombok sebagai Wujud Harmoni Sesama Manusia

30 Oktober 2024   17:10 Diperbarui: 2 November 2024   07:58 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti yang kita ketahui bersama setiap daerah memiliki tradisinya sendiri, tak terkecuali daerah tempat saya dilahirkan yaitu Lombok. Pulau yang terkenal dengan sebutan "Pulau Seribu Masjid” ini memiliki banyak sekali tradisi di dalamnya yang sarat akan nilai-nilai luhur budaya (Kekuatan konteks sosio-kultural) sehingga menciptakan harmonisasi antar sesama manusia yang indah untuk dilihat. Salah satunya adalah  tradisi Begawe, yang telah berlangsung secara turun-temurun di masyarakat Sasak sejak zaman dulu. Tradisi begawe memiliki makna untuk bekerja membantu mempersiapkan suatu rangkaian acara syukuran seperti pernikahan (merarik), khitanan (nyunatang), aqiqah (ngurisan) dll. Hal ini sejalan dengan pendapat Afrilianti dkk (2024) begawe dalam istilah Sasak diartikan sebagai bekerja dan merupakan rangkaian acara syukuran.

Dalam tradisi begawe sarat akan nilai-nilai seperti gotong royong dan kebersamaan sehingga menciptakan keharmonisan antar sesama masyarakat. Hal ini sejalan dengan pendapat Afrilianti dkk (2024) dalam begawe terdapat nilai kebersamaan dan gotong royong yang tercermin dari setiap rangkaian acaranya.

Nilai gontong royong dapat dilihat ketika seluruh masyarakat bahu-membahu membantu epen gawe (orang yang punya acara) mempersiapkan acara dengan cara berbondong-bondong menuju rumah epen gawe secara bersama-sama. Bentuk bantuan masyarakat terhadap epen gawe dalam menyiapkan acara sangatlah banyak dan beragam seperti   rujung (membawa uang, beras dan telur atau gula ke Epen Gawe) dengan harapan mampu meringankan beban yang punya Gawe; membantu memetik sayur-sayuran di sawah yang dibutuhkan untuk dijadikan lauk; membantu proses memasak nasi dan lauk serta cemilan-cemilan yang dibutuhkan. Bahkan, saat membantu Epen Gawe memasak, warga setempat membawa alat masak dari rumah masing-masing agar proses memasak bisa menjadi lebih cepat; mempersiapkan alat-alat yang akan digunakan dalam acara seperti piring, gelas, mangkok dll; membuat bumbu-bumbu yang akan digunakan masak; memotong bahan-bahan masakan; mempersiapkan tempat yang akan digunakan untuk acara; menyajikan makan dan minuman; dan membantu mencuci piring dan peralatan yang digunakan saat tradisi berlangsung serta merapihkan kembali lokasi acara saat sudah selesai. Kaitannya dengan hal ini, dalam tradisi begawe terdapat pembagian-pembagian tugas yang jelas sehingga kegiatan yang dilakukan dapat berjalan secara efektif dan efisien dengan memberikan sebutan-sebutan tertentu yang sangat khas kepada orang yang menjadi penanggung jawab sesuai dengan bagian yang dikerjakan seperti, Inaq Nasiq (sebutan untuk ibu-ibu yang bertugas memasak nasi serta menyajikan nasi), Amaq kupi (Sebutan untuk orang yang menyiapkan minuman seperti kopi dan minuman lainnya), Amaq Jangan (sebutan untuk bapak-bapak yang memasak lauk dan membagi porsi lauk untuk dibagikan kepada para tamu) dan sebutan-sebutan lainnya.

Sumber: opsintb.com
Sumber: opsintb.com

Kebersamaan dalam tradisi Begawe terlihat jelas dari keterlibatan seluruh lapisan masyarakat yang turut serta membantu mempersiapkan acara, tanpa memandang status sosial, ekonomi, jenis kelamin, pekerjaan, maupun suku. Semua orang berperan aktif, baik dalam persiapan maupun pelaksanaan acara, yang menunjukkan bahwa dalam tradisi ini tidak ada sekat-sekat sosial yang memisahkan antar anggota masyarakat. Melalui tradisi Begawe, masyarakat Sasak memperlihatkan bahwa perbedaan status sosial, ekonomi, atau latar belakang budaya tidak menjadi penghalang untuk hidup berdampingan dan bekerja sama secara harmonis. Tradisi ini bukan hanya menjadi ajang untuk melaksanakan acara tertentu, tetapi juga sebagai momen penting bagi masyarakat untuk mempererat tali silaturahmi. Dalam suasana kebersamaan dalam tradisi ini, rasa persaudaraan dan kekeluargaan semakin terasa, sehingga Begawe menjadi simbol kebersamaan yang melampaui perbedaan yang ada.

Semangat gotong royong dan kebersamaan yang dijunjung tinggi dalam Begawe telah menjadi perekat sosial yang kuat di tengah masyarakat Lombok sekaligus menjadi bukti wujud harmoni sesama masyarakat lombok. Begawe lebih dari sekadar tradisi. Ia adalah cerminan jiwa masyarakat Sasak yang menjunjung tinggi nilai-nilai gotong royong dan kebersamaan. Dengan memahami makna dan nilai-nilai yang terkandung dalam Begawe, kita dapat lebih menghargai kekayaan budaya Indonesia dan pentingnya melestarikan tradisi leluhur.

Referensi

Afrilianti, A., Alqadri, B., & Kurniawansyah, E. (2024). NILAI MANGAN KLOR DALAM TRADISI BEGAWE PADA MAYARAKAT DI KECAMATAN LENEK LOMBOK TIMUR. Media Bina Ilmiah, 19(02), 3703-3714.

https://www.kompasiana.com/alifiamaulin3531/60d72e6dbb44861b4b63e634/mengenal-tradisi-begawe-suku-sasak-dan-eksistensinya-di-tengah-pandemi-covid-19?page=1&page_images=1

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun