Mohon tunggu...
Miftahul Wahidah
Miftahul Wahidah Mohon Tunggu... -

cimip harus semangat

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Seni dan Anak

9 Juni 2014   17:54 Diperbarui: 20 Juni 2015   04:33 480
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

1.Seni dan perkembangan kognitif

Selama ini seni dianggap sebagai subjek pembelajaran yang berbeda dan terpisah dengan matematika maupun sains sehingga diproses secara berbeda dalam otak manusia. Namun seseungguhnya seni merupakan kumpulan dari beragam keterampilan dan proses berpikir yang berada di atas berbagai area keilmuan lainnya. Dengan demikian, seni mengembangkan kemampuan kognitif yang menguntungkan anak didik dalam segala aspek pendidikannya serta mempersiapkan mereka untuk mengikuti perkembangan zaman. Elliot Ester dari Stanfort University sebagaimana dikutip Sousa mengidentifikasikan delapan aspek kemampuan yang dihasilkan seni sebagai berikut.

a.Pemahaman terhadap hubungan. Menciptakan karya-karya musik atau disiplin seni lainnya membantu siswa mengenali bagaimana bagian-bagian dalam suatu karya seni saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain.

b.Perhatian terhadap nuansa. Seni mengajari siswa bahwa perbedan-perbedaan kecil dapat menimbulkan efek yang luas. Sejumlah alasan visual menghasilkan keputusan-keputusan tentang nuansa, bentuk, dan warna untuk menghasilkan karya seni yang memuaskan. Demikian pula dengan menulis, perhatian yang detail terhadap penggunaan bahasa diperlukan dalam membuat kutipan, saran-saran, dan perumpamaan.

c.Sudut pandang bahwa satu masalah mungkin memiliki banyak pemecahan dan satu pertanyaan dapat memiliki banyak jawaban. Al-hal baik dapat dikerjakan dengan banyak cara. Sekolah sering sekali menekankan pembelajaran yang berfokus pada satu jawaban yang dianggap paling benar. Inilah sebabnya, matematika tanpa seni bagaikan kascamata kuda; benar-salah; hitam-putih. Dalam kehidupan nyata, masalah-masalah paling sulit memerlukan beragam pilihan berbagai prioritas.

d.Kemampuan mengalihkan tujuan selama proses berlangsung. Mengerjakan karya seni membantu siswa mengenali dan mengejar tujuan yang tidak terpikirkan sejak awal. Di sekolah sering sekali hubungan antara proses dan hasil akhir sangat disederhanakan. Seni membantu peserta didik melihat bahwa hasil akhir dapat berubah selama proses berlangsung.

e.Persetujuan membuat keputusan tanpa adanya peraturan. Aritmatika mempunyai peraturan dan hasil-hasil yang terukur secara kaku (rigid) tetapi hal-hal lainnya tidak memiliki peraturan yang dibuat secara spesifik. Dengan absennya peraturan maka penilaian pribadi memungkinkan seseorang mengukur apa yang dikira benar, dan apakah tugas tugas telah dikerjakan dengan baik.

f.Penggunaan imajinasi sebagai sumber konten. Seni meningkatkan kemampuan untuk memvisualkan situasi, dan menggunakan mata hati untuk menentukan benar tidaknya tindakan yang direncanakan.

g.Penerimaan untuk beroperasi dengan hambatan yang ada. Tidak ada sistem, baik bahasa, bilangan, visual, maupun auditori yang dapat mencakup semua tujuan. Seni memberikan anak didik kesempatan untuk menggunakan hambatan maupun tantangan yang ada, dan menemukan cara-cara bagaimana memanfaatkan hambatab dan tantangan tersebut dengan produktif.

h.Kemampuan melihat dunia dari sudut pandang estetis. Seni membantu anak didik membingkai dunia dengan cara yang segar, seperti memandang sebuah jembatan dari sudut puitis.

Ketika Elliot Eister mengemukakan delapan kemampuan seni di atas, para ahli saraf atau neurosaintis mengembangkan teori tentang bagaimana cara seni meningkatkan kemampuan kognitif. Hasil pengembangan para neurosaintis tersebut menemukan bahwa setiap bentuk seni melibatkan jaringan otak yang berbeda. Seni visual (seni lukis dan sebagainya) diproses pada lobus oksipital dan lobus temporal. Seni bahasa (bernyanyi, puisi, prosa, dan sejenisnya) diproses pada area broca dan wernicke. Seni gerak (tari, senam, dan sejenisnya) diproses pada cortex motorik, yakni pita tipis yang melintang pada bagian atas otas. Musik diproses pada cortex auditori, khususnya lobus temporal.

Melalui teknik-teknik electroencephalography terhadap anak, para pakar neurosaintis menemukan bahwa latihan seni mengharuskan anak memusatkan perhatian sehingga aktivitas seni berimplikasi terhadap peningkatan kognitifnya. Dengan demikian, anak-anak yang mempelajari seni sejak dini perkembangan kognitifnya lebih optimal. Disamping itu, seni sering melibatkan emosi yang kuat sehingga berimplikasi terhadap meningkatnya daya ingat.

2.Seni dan kreativitas

Terdapat banyak pengertian atau definisi tentang kreativitas, tetapi hampir semua definisi tersebut sepakat bahwa kreativitas merupakan aktivitas berpikir di luar kebiasaan cara berpikir orang biasa pada umumnya. Termasuk dalam hal ini adalah berpikir meluas (devergen) untuk mencari solusi alternatif atas persoalan yang muncul tanpa diperkirakan sebelumnya. Walaupun kreativitas banyak dipersepsikan sebagai bakat alamiah sejak lahir, tetapi fakta yang berkembang menunjukkan bahwa kreativitas dapat dipelajari dan diajarkan.

Para ahli saraf mengatakan bahwa tidak ada  area tertentu pada otak yang bertanggung jawab untuk berpikir secara kreatif. Bahkan, melalui EEG mereka melihat bahwa bagian-bagian otak lebih banyak yang aktif akibat stimulasi kreatif daripada aktivitas yang tidak kreatif. Lebih dari itu, area-area otak yang semula bertanggung jawab atas koginisi dan emosi turut telibat aktif dalam memproses stimulasi yang kreatif.

Seni merupakan salah satu stimulasi kreatif. Artinya, melibatkan seni dalam pembelajaran dapat mengaktifkan lebih banyak aarea-area dalam otak daripada tanpa melibatkan seni. Musik adalah salah satu bentuk seni. Oleh karena itu, musik dapat mengaktifkan bagian-bagian otak lebih kompleks.

Keterlibatan diri dalam seni dapat meningkatkan spontanitas dan ekspresi diri, mengontrol efek-efek pembataan dari inhibisi dan menghasilkan karya-karya kreatif. Seni juga dapat mengembangkan kontrol perhatian yang diperlukan untuk ketangguhan dalam menghadapi rasa takut, frustasi, dan kegagalan yang biasanya hadir ketika berusaha menciptakan karya-karya yang monumental. Aktivitas-aktivitas artistik juga meningkatkan keterampilan memperkirakan dan membayangkan serta kemampuan berintrospeks karena aktivitas artistik sering kali mengharuskan seniman menciptakan karya-karya dan mengevaluasi kualitas seniman lainnya.

Oleh karena itu, seni harus diajarkan di sekolah sebagai kurikulum wajib, bukan pilihan. Kegiatan-kegiatan seni dalam ekstrakurikuler yang hanya diikuti oleh beberapa siswa pecinta seni tidak memadai lagi karena hal ini sama saja dengan membiarkan anak-anak yang kurang minat pada seni semakin kering jiwanya. Dengan demikian, pelajaran seni bukan hanya untuk calon seniman. Namun, mempelajari seni juga bukan hanya karena untuk meningkatkan kemampuan kognitif akademik. Mempelajari seni harus dijiwai oleh kesadaran budaya sebagai anak bangsa.

Mencermati pembelajaran seni pada jenjang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), baik bernyanyi, menari, melukis, mewarnai, maupun yang lainnya, sangat menggembirakan. Bahkan, akhir-akhir ini terdapat beberapa sekolah yang mencoba menjadikan seni sebagai bagian dari standar penilaian bagi siswa menengah atas. Tentunya hal ini merupakan kemajuan yanga sangat membanggakan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun