Mohon tunggu...
Inimanusiaaa__
Inimanusiaaa__ Mohon Tunggu... Mahasiswa - Catjnhh__

Hanya barisan kata

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Fenomena Khalayak Media Sosial dalam Self Diagnosis Mental Health

4 Juli 2023   21:15 Diperbarui: 4 Juli 2023   21:21 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pada era digital saat ini kepudulian dan kesadaran masyarakat terhadap kondisi kesehataan mental kian meningkat.  Banyaknya situs yang menyediakan tes kesehatan mental yang dapat diakses secara online mengakibatkan terjadinya fenomena pada remaja semakin meningkat. Selfdiagnose merupakan keadaan di mana seseorang mendiagnosis dirinya sendiri mengalami gangguan kesehatan mental hanya melalui pengetahuan diri sendiri dari pengalaman masa lalu yang kemudian dicocokkan dengan informasi yang biasa diperoleh melalui media sosial, internet atau situs-situs online yang menyajikan informasi seputar Kesehatan mental.


Fenomena selfdiagnose membawa dampak positif dan negative. Dampak baik yang bisa kita lihat yaitu semakin banyak orang yang peduli terhadap kesehatan mental antar sesama, yang dulunya dianggap tabu sekarang menjadi isu yang sangat dipedulikan. Fenomena self diagnose ini juga membawa dampak tidak baik terhadap khalayak karena semakin meningkatnya pengguna situs online yang dianggap dapat mengetahui kondisi kesehataan mental mereka tanpa peduli apakah hasil yang diberikan bersifat akurat atau tidak. Akibat dari maraknya khalayak dalam mengonsumsi informasi-informasi tersebut menimbulkan kekhawatiran yang tidak perlu yang berujung pada gangguan kecemasan umum. Selain itu dampak buruk selfdiagnose adalah kemungkinan terjadinya salah diagnosis, salah penanganan, bahkan dapat menjadi pemicu penyakit yang diderita sebelumnya menjadi semakin parah.


Selfdiagnosis saat ini sangat sering dilakukan oleh pengguna media sosial. Banyaknya informasi-informasi kesehatan mental yang tersedia di media sosial menjadi factor pendukung terjadinya self diagnose. Perlu kita ketahui Bersama bahwa selfdiagnosis bukanlah perilaku yang tepat dalam mengatasi kesehatan mental karena mendiagnosis sebuah penyakit dilakukan oleh seseorang yang memiliki keahlian di bidangnya, dalam hal ini Psikolog yang berperan dalam mendiagnosis Kesehatan mental. Untuk menunujukkan gangguan Kesehatan mental yang dialami, biasanya seseorang menayangkan cuplikan video menyakiti diri sendiri, memotong rambut hingga menangis dengan iringan lagu yang sedih (Darmadi, 2022). Hal tersebut dijadikan sebagai sebuah tren untuk mendapatkan simpati dan empati followers media sosial.


Menurut White dan Horvitz (2009) self diagnose adalah upaya memutuskan bahwa diri bahwa diri sedang mengidap suatu penyakit berdasarkan informasi yang diketahui. Berbagai alasan individu akhirnya melakukan self diagnose. Self diagnose seringkali dilakukan karena rasa penasaran dengan gejala yang sedang dialami yang kemudian dibandingkan dengan referensi yang dimiliki. Selain itu, ada pula yang melakukan self diagnose karena merasa khawatir akan diberi diagnosis penyakit yang buruk setelah berkonsultasi dengan dokter (Akbar, 2019). Kurangnya kepercayaan terhadap dokter juga menjadi alasan seseorang melakukan self diagnose (Kim & Kim, 2009).


Menurut Psikolog Persada (2021), self diagnose pada kesalahan mental dapat membuat individu mengalami kecemasan berlebih. Individu yang mengalami gangguan kecemasan yang berperilaku tidak lazim seperti panik tanpa alasan, takut yang tidak beralasan terhadap objek atau kondisi kehidupan dan melakukan Tindakan berulang-ulang tanpa dapat dikendalikan (Diferiansyah dkk.,2016). Hal tersebut menunjukkan bahwa self diagnose dapat menjadi salah satu penyebab seorang individu mengalami gangguan Kesehatan mental.


Adanya trend teknologi digital turut serta meningkatkan intensitas atau perubahan pola tatanan hidup masyarakat dunia saat ini dari system konvensional ke system berbasis digital membuat penggunaan teknologi digital semakin tinggi, trend teknologi digital di Indonesia terlihat dari semakin meningkatnya pengguna internet pada tahun 2022 yang mencapai 204.7 juta pengguna. Semuel Dirjend APTIKA menkominfo (www.tribunnews.com). Tranformasi teknologi digital dalam aplikasi keuangan dan system perbankan, bisnis, Pendidikan, industry dan perkantoran, sosial, Kesehatan maupun bidang lainnya membuat segala sesuatu menjadi lebih cepat yang negative yang menimbulkan kecemasan tersendiri bagi para pekerja, isu PHK dan adanya kemungkinan kehilangan pekerjaan dimasa depan akibat inovasi teknologi dalam berbagai sector berpotensi menimbul masalah Kesehatan mental. Kesehatan mental merupakan salah satu komponen esensial yang harus dimiliki terlebih lagi saat ini di era ketidakpastian, segala hal berubah serba cepat dan tiba-tiba, kompleks dan ambigu, Kesehatan mental sangat di butuhkan supaya individu mampu menggunakan potensinya secara maksimal dan dapat menjalani hidup dengan baik dan bahagia serta memiliki pemikiran yang positif dalam era ketidakpastian. 


Masalah Kesehatan mental di Indonesia masih memiliki banyak kendala mulai dari pelayanan Kesehatan mental yang belum memadai, stigma dan keengganan masyarakat dalam melakukan pemeriksaan Kesehatan mental. Selain itu professional di bidang Kesehatan mental, psikolog, maupun psikiater masih sedikit dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar dan perilaku masyarakat saat ini yang melakukan trend self diagnose tanpa melakukan konsultasi pada pakarnya. Masalah Kesehatan mental membutuhkan perhatian serius semua pihak, baik dari individu secara pribadi, masyarakat maupun pemerintah karna masalah Kesehatan mental akan mempengaruhi kondisi psikologis dan Kesehatan fisik, gangguan Kesehatan mental akan membuat individu mengalami kesulitan dalam berfikir dan mengendalikan emosi. Karna mental yang sehat akan membuat individu lebih kreatif dan dapat mengatasi problema hidup dalam berbagai situasi.


Informasi tentang Kesehatan mental yang berlalu Lalang di media sosial hanya boleh di gunakan sebagai pengetahuan dan gambaran umum saja, Untuk dapat mendiagnosa lebih lanjut hanya boleh dilakukan oleh tenaga yang memang ahli pada bidangnya seperti psikolog dan psikiater, sebab mendiagnosa penyakit terlebih lagi suatu penyakit mental membutuhkan proses yang tidak sebentar dan cukup rumit, oleh karena itu disperlukan rancangan media informasi mengenai dampak buruk dari perilaku self diagnose dan cara untuk menyaring informasi terkait Kesehatan mental yang ada pada media sosial.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun