Siang ini usai sholat Jum’at, mentari tak begitu menyengat. Arus kendaraan di Jl.Raya Pasar Minggu pun tak begitu padat. Mungkin karena masih banyak yang nongkrong di masjid-masjid, entah itu untuk tilawah, sholat sunnah, merenung, bertobat, atau malah tidur. Parahnya jika ada yang merokok disana karena sudah jelas ada Perda larangan merokok di tempat ibadah. Sebenarnya, walau tanpa ada Perda sekalipun, jika orang itu menghormati Tuhan, tentu akan berpikir ulang untuk melakukan hal yang merusak diri di tempat kita berkomunikasi dengan-Nya. Bagaimana tidak, tubuh ini hanya pinjaman dari-Nya yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban, lantas dengan seenaknya ia merusaknya dan dengan pede-nya melakukan hal tersebut di rumah-Nya. Sebenarnya kalau ingin lebih ekstrim lagi sih, dunia tempat kita hidup ini kan juga milik-Nya. Tapi tentunya itu bahasan yang berbeda.
Ketika saya tengah berjalan kaki menyusuri trotoar (yang mungkin kurang tepat disebut trotoar karena itu merupakan tutup got) menuju sebuah tempat makan, saya melihat sebuah pemandangan menarik yang mengejutkan. Ada seorang perempuan tua berdaster merah berjalan sedemikian cepatnya. Nampak bahwa sisa-sisa kekuatannya ditumpukan pada kedua kakinya, sementara kedua tangannya terayun bebas, lepas.
Ada yang unik pada sosok perempuan tua yang berjalan di depan saya itu. Samar nampak ada sesuatu yang bergerak di bahunya. Saya pun bersegera mempercepat langkah kaki guna mengimbangi langkahnya sehingga dapat melihat lebih jelas apa sesuatu itu. Ya, saya yakin bahwa saya tidak salah lihat, itu adalah seekor kucing putih!
Perempuan tua itupun bergegas masuk ke sebuah gerbang dan berhenti di depan sebuah rumah makan. Sepertinya ia ingin meminta-minta disana. Rasa iba pun menghinggapi saya, tapi ada perasaan waswas juga untuk mendekatinya karena ia bergumam tidak jelas dan gerakannya begitu cepat sehingga saya tak dapat menduga apa yang ia lakukan sebenarnya.
Ada dua hal yang terbersit dalam benak saya. “Fakir miskin dan anak - anak terlantar dipelihara oleh Negara” seperti tertuang dalam pasal 34 UUD ’45, membuat saya berpikir apa sebenarnya guna dari dibuatnya pasal ini. Hal yang kedua ialah zakat, yang membuat saya berpikir apakah umat muslim di Indonesia yang telah sampai nishabnya telah sadar akan kewajiban menunaikannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H