Liburan sekolah merupakan saat yang paling ditunggu oleh para murid SD. Selain dapat bermain lebih puas, tontonan televisi pun cukup memanjakan para pemirsanya dari pagi hingga malam hari. Biasanya pada momen ini para orangtua mengajak anaknya untuk bertamasya atau sekedar jalan-jalan melepas pening usai ujian. Antusiasme seorang anak untuk mengenal lingkungan dan menjelajah hal-hal baru di musim liburan pun cukup tinggi, sehingga kadang ada guru yang memberikan PR (Pekerjaan Rumah) berupa mengarang apa kegiatan siswa didiknya tersebut selama liburan. Tak jarang pula hasil karangan tersebut diminta dibacakan di depan kelas oleh gurunya. Bisa jadi si anak akan menemukan pengalaman baru yang kemudian menginspirasi teman-temannya.
[caption id="attachment_121148" align="aligncenter" width="300" caption="Ibu panitia sedang menenangkan seorang anak yang menjadi peserta khitanan massal dengan cara mengajaknya berfoto ria."][/caption]
Pagi itu, cahaya jingga menyibak cakrawala Jakarta ibarat es jeruk yang begitu segar dipandang mata. Udara masih semilir dingin, mungkin karena hujan yang mengguyur ibukota pada malam sebelumnya. Sementara kalender menunjukkan tanggal 29 Juni 2011 yang artinya pada hari itu, selain libur karena tanggal merah dan liburan sekolah, juga ada suatu kegiatan sosial yang membuat jantung para pesertanya berdegup kencang.
[caption id="attachment_121146" align="alignright" width="204" caption="Menunggu..."]
Ketika mentari mulai menapaki hari, nampak keramaian dan keriuhan celoteh para anak serta orangtua di beberapa lokasi berbeda. Pasalnya pada hari itu, PLN Disjaya mengadakan acara khitanan massal. Dibantu oleh Lembaga Kemanusiaan Nasional PKPU selaku tim medis, kegiatan ini dapat berjalan lancar secara serentak di 9 lokasi berbeda. Ternyata banyak anak-anak yang tertarik mengikuti acara ini. Tak terkecuali Riko dan Raka (13 thn), si kembar yang beranjak menginjak kelas 5 SD. Sekilas saja, sudah nampak kemiripan di antara mereka. Mulai dari gaya rambut hingga pakaian yang dikenakan. Riko dan Raka memang ingin mengisi liburan sekolahnya kali ini dengan pengalaman berkesan yang hanya terjadi sekali seumur hidup, yakni dikhitan (disunat). Dijumpai di ruang kelas MI Al-Khairiyah, nampak mereka berdua tengah menunggu giliran dikhitan sambil menonton sebuah film yang diproyeksikan infokus. Saat ditanya apakah mereka takut, ternyata dengan mantap dan penuh semangat mereka bilang berani.
[caption id="attachment_121140" align="alignleft" width="275" caption="Raka dan Riko, si kembar yang tidak takut dikhitan"]
Ternyata Riko dan Raka dikhitan bersamaan dan bersebelahan karena nomor urut mereka pun berdekatan, yakni 36 dan 37. Usai dikhitan, selain diberi obat, anak-anak pun diberikan bingkisan oleh PLN Disjaya dan mereka dapat istirahat di ruang observasi sambil menyantap hidangan yang disediakan. Tiap selang beberapa lama, akan ada dokter PKPU yang memastikan setiap anak dan orangtua memahami petunjuk pasca khitan dan mengetahui perihal kunjungan pasca khitan. Riko mengaku bahwa saat proses dikhitan tidak terasa sakit dan sakitnya itu hanya ketika dijahit saja. Umumnya dokter yang mengkhitan akan mengatakan bahwa rasanya seperti digigit semut, hal ini tentunya untuk menenangkan peserta khitan agar tidak merasa takut. Total jumlah peserta khitanan massal ini mencapai 1004 anak. Rincian jumlah pesertanya yakni, di lokasi PLN KD 204 anak, SMA 30 Rawasari 145 anak, SMP 21 Bandengan 120 anak, Kantor Kelurahan Pamulang Barat 47 anak, MI Al-Khairiyah Pondok Pinang 73 anak, SDN Gudang Tigaraksa 170 anak, Pesantren Dzunnraini Kosambi Tangerang 9 anak, Masjid Baitul Huda Pondok Gede 97 anak, dan Majelis Dzikir Al-Hadi Kramat Jati 139 anak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H