Mohon tunggu...
Miftahul Falah
Miftahul Falah Mohon Tunggu... -

Hanya seorang petualang yang mencari kebenaran. Memiliki impian untuk berkeliling dunia dan menorehkan namanya dalam sejarah emas peradaban. Kenalan lebih jauh? miftahulfalah.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Benang Merah Antara Aku, Dirimu, dan Anak Yatim

11 Agustus 2011   08:26 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:54 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Di matamu masih tersimpan.. selaksa peristiwa..
Benturan dan hempasan terpahat di keningmu..
Kau nampak tua dan lelah, keringat mengucur deras
namun kau tetap tabah.. hmm...
Meski nafasmu kadang tersengal,
memikul beban yang makin sarat,
kau tetap bertahan..

Engkau telah mengerti hitam dan merah jalan ini..
Keriput tulang pipimu gambaran perjuangan..
Bahumu yang dulu kekar, legam terbakar matahari,
kini kurus dan terbungkuk.. hmm...
Namun semangat tak pernah pudar
meski langkahmu kadang gemetar
kau tetap setia..”

Lirik lagu dari Ebiet G. Ade yang mengingatkan kita akan sosok seorang ayah.. Seorang lelaki, kepala keluarga yang mendahulukan kesejahteraan anak istrinya dibanding dirinya sendiri.

Ayah.. sosok yang kuhormati.. tempat ku berbagi kisah perjuangan dalam kehidupan.. Teladan yang mengajariku kepercayaan dan keyakinan..

Kadang ku kembali terbayang.. masa-masa silam di mana engkau mengisahkan epik kepahlawanan para pejuang Islam..

Di balik senyummu kulihat ketulusan.. di balik jejakmu kulihat beban yang kau pikul.. di balik pandangmu kulihat cahaya kerinduan..

Sobat, pernahkah kita membayangkan apa yang kita rasakan ketika kita membuka pintu rumah dan kita dapati bahwa tak ada lagi sosok lelaki tua yang menyambut kita dengan senyum hangatnya?

Dunia ini memanglah fana.. apa yang hidup pasti hanya bertahan untuk rentang waktu tertentu. Setiap yang berawal tentu akan berakhir. Bila sudah hilang, maka yang tertinggal hanyalah kenangan..

Mungkin sebagian kita akan dapat menahan rasa rindu itu karena adanya suatu variabel yang kita kenal sebagai kedewasaan. Tapi, kira-kira bagaimana rasanya bila yang berada pada posisi tersebut merupakan seorang anak yang semestinya sedang berada di masa puncak keceriaan, bermain bersama teman-teman dan mengisi setiap rongga sel darah merahnya dengan kasih sayang orang tua?

Sobat, tidaklah mudah menjadi seorang yatim, terlebih di usia yang terbilang masih belia. Ada sesuatu yang hilang, namun ia tak dapat mempertahankan. Semua terjadi di luar kehendaknya, karena semua merupakan kehendak-Nya.

Sobat, inginkah engkau berbagi sekelumit keceriaan dengan mereka? Menyeka airmatanya dan menghantarkan tawa bahagia sekalipun hanya sekali dalam seumur hidupnya?

“Barangsiapa meletakkan tangannya di atas kepala anak yatim dengan penuh kasih sayang, maka Allah akan menuliskan kebaikan pada setiap lembar rambut yang disentuh tangannya”. (HR. Thabrani, Ahmad)

Sobat, bagaimana rasanya seorang anak yang tanpa perlindungan sosok seorang ayah harus menghadapi kerasnya kehidupan? Siapa yang akan mencarikannya segenggam beras untuk ditanak nasi dan mengisi kekosongan perutnya?

“Barangsiapa mengambil anak yatim dari kalangan muslimin, dan memberinya makan dan minum, Allah akan memasukkannya ke surga, kecuali bila ia berbuat dosa besar yang tidak terampuni”. (HR. Turmudzi)

Sobat, sudah yakinkah akan benarnya iman kita?Benarkah kita telah termasuk kepada orang-orang bertakwa lagi baik pekertinya?

"Berbuat baik kepada yatim adalah salah satu tanda orang yang benar imannya, yang takwa dan orang-orang yang baik."(QS. 2:177 dan QS 76:8)

Sobat, marilah bersama-sama kita memuliakan anak yatim. Mungkin bila kita bertindak seorang diri, ibarat sebutir nasi, dapat dimakan namun tak mengenyangkan. Allah memang tak melihat hasil, tapi melihat proses. Namun, bila kita berjamaah di dalam suatu amal kebaikan, niscaya dampaknya akan lebih terasa, terutama dari segi para penerima manfaatnya.

Apa yang sedikit bagi kita, mungkin sedemikian berarti bagi mereka. Dan bila kita sadar apa yang dapat kita peroleh dengan memelihara anak yatim, sungguh akan sangat menyesal bila waktu berkunjung Izrail pada kita justru telah tiba.

“Aku dan pemelihara anak yatim di surga seperti ini (dan beliau memberi isyarat dengan telunjuk dan jari tengahnya, lalu membukanya)." (HR. Bukhari, Turmudzi, Abu Dawud)

Condet, 11 Agustus 2011, 3 hari menjelang kegiatan Belanja Bareng (3.333 anak) Yatim


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun