Komunisme dalam sejarah kelahirannya merupakan reaksi dari konflik yang terjadi pada saat peristiwa revolusi industri di Eropa. Revolusi industri tidak hanya membawa dampak positif yaitu adanya kemajuan dalam bidang industri, tetapi juga menuai banyak permasalahan seperti adanya konflik antar kelas antara kaum borjuis dan proletar. Munculnya paham kapitalisme yang merupakan faktor utama lahirnya komunisme, menuai berbagai pertentangan hingga saat ini. Komunisme atau biasa disebut Marxisme yg pelopori oleh dua orang filsuf asal Jerman yaitu Karl Marx dan Friedrich Engels, mulai berubah dari komunisme yang mereka pelopori ketika masuk ke era Vladimir Lenin (Leninisme).
Vladimir Lenin adalah salah satu bagian dari fraksi Bolshevik di Rusia saat itu. Ia merupakan pendiri pertama negara komunis di dunia (utopia).  Lenin melakukan rekonstruksi atas paham marxisme yang ia anut. Marxisme pada awalnya hanya menekankan revolusi pada kaum proletar. Namun, menurut Lenin perlu adanya partai pelopor revolusioner yang profesional karena dengan kaum kelas bawah saja tidak cukup untuk melakukan revolusi. Juga, Lenin menginginkan transisi dari masyarakat kapitalis menuju sosialis-komunis dengan cepat, tidak seperti marxisme yang melakukannya secara perlahan dan bertahap.
Komunisme di Indonesia pertama kali muncul pada tahun 1914. Berawal dari organisasi Indische Social Democratische Vereniging (ISDV) yang dipelopori oleh Henk Sneevliet. Kemudian, berubah nama menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI). PKI yang dibentuk oleh Semaun yang tadinya merupakan bagian dari Sarekat Islam (SI) kemudian terpecah menjadi dua kubu, yaitu kubu merah (komunis) dan kubu putih (agamis). PKI menganut paham-paham Leninisme, dimana dalam praktiknya PKI terkenal radikal dan anarkis yang membuat pemerintah kolonial merasa kesal. Tahun 1948, PKI melakukan pemberontakan di Madiun yang pada akhirnya berhasil dihentikan oleh pasukan TNI-AD. Pada tahun 1955 PKI memengkan pemilu dengan memperoleh kursi ke empat suara terbesar. Pada September tahun 1965 terjadi peristiwa G30SPKI, dimana PKI melakukan pemberontakan terhadap TNI-AD dengan cara membunuh 6 jenderal dan 1 perwira. Setelah kejadian tersebut PKI mulai dimusnahkan setelah turunnya Supersemar oleh Ir. Soekarno kepada Letjen Soeharto yang kemudian melakukan operasi memberantas PKI dan ormas-ormasnya.
Masyarakat Indonesia saat ini yang lahir pasca insiden G30SPKI atau setelahnya, sangat membenci komunisme karena peristiwa tersebut. Banyak dari mereka menganggap bahwa komunisme adalah ideologi politik. Namun, jika kita kembali kepada definisi komunisme, maka sebenarnya komunisme bukanlah ideologi politik melainkan sosial-ekonomi. Â Menurut Fadhilah Rachmawati (2020 : 67) dalam kamus Webster's istilah komunisme memiliki 3 makna, yaitu (1) Sebagai sistem sosial dengan produksi barang, (2) Teori perubahan yang mengacu pada teori masyarakat ideal tanpa kelas, (3) Teori sosial yang menyerukan penghapusan kepemilikan pribadi dan kontrol oleh masyarakat atas urusan ekonomi (Webster's, 1996). Dari definisi tersebut sudah sangat jelas bahwa komunisme adalah paham ekonomi, dapat diperjelas lagi ketika kelahirannya sebagai respon dari paham kapitalisme (ekonomi).Â
Lalu, apakah komunisme adalah ancaman integrasi nasional dalam bidang ideologi? Menurut saya tidak. Karena dalam demokrasi sejatinya terdapat perlindungan HAM, dimana di dalam ham terdapat jaminan kebebasan untuk berpendapat dan berserikat termasuk berideologi yang dipertegas pada Pasal 28E ayat (3) UUD NRI 1945. Kemudian, jika menggunakan kajian ideologi manusia bebas untuk ber ideologi apapun, karena ideologi esensinya berada di dalam pikiran dan tidak boleh adanya pembatasan apapun untuk mengekang kebebasan ber ideologi.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa telah terjadi kesalahpahaman atas pandangan rakyat terhadap komunisme. Dimana rakyat Indonesia didoktrin untuk membenci komunis, karena satu peristiwa (G30SPKI) yang sampai saat ini masih tidak diketahui siapa dalang sebenarnya dibalik peristiwa tersebut (banyak versi teori). Komunisme bukanlah ancaman ideologi, karena manusia memiliki kebebasan mutlak untuk memiliki cara pandang atau pola pikir mereka sendiri dan tidak boleh adanya intervensi pihak manapun. Rakyat Indonesia juga menganggap bahwa orang komunis berarti ia tidak beragama dan terkenal anarkis, padahal generalisasi tersebut belum tentu benar. Contohnya seperti Tan Malaka, ia salah satu tokoh pahlawan nasional berdasarkan KEPPRES No.53 tahun 1963 yang menganut paham komunis (ketua PKI tahun 1921) Â tetapi ia tidak anarkis juga dekat dengan agama. Pada intinya, komunisme bukanlah paham politik melainkan sosial-ekonomi sesuai dengan sejarah kelahirannya dan definisinya sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H