2. Sumber Pengalaman Empiris
Indera manusia diciptakan untuk melihat, mendengar, dan merasakan suatu peristiwa atau keadaan yang ada di sekelilingnya. Hingga kini apa yang tampak, apa yang didengar, dan apa yang dirasakan masyarakat belum menyatakan bahwa mereka sejahtera hidupnya. Keadaan yang seperti ini kemudian menggiring asumsi publik hingga berargumen. Terbukti hingga kini masih banyak masyarakat kecil yang belum terbawa kepada kehidupan yang aman, nyaman, damai, dan bahagia. Keadilan yang dijanjikan belum merata.
Sesuai kenyataan yang rakyat lihat, Indonesia mempunyai jumlah rakyat yang banyak. Banyaknya rakyat dan penduduk ini, tidak diimbangi dengan jumlah lapangan pekerjaan. Sehingga pengangguran merajalela.
Kemudian, lahir UU tersebut yang oleh akal tadi dianggap bertentangan dengan nilai Pancasila. Hal ini kemudian mendorong kembali opini masyarakat terkait Omnibus Law, yang dirasa tak akan membawa keadilan bagi masyarakat kecil, sebagaimana yang sudah-sudah terjadi, dan terbukti di lapangan, sehingga penolakan dianggap perlu dilakukan oleh masyarakat untuk menuntut dan mempertahankan kesejahteraannya.
3. Sumber Wahyu
Wahyu memiliki kebenaran yang hakiki, dan tak dapat diganggu gugat kebenarannya oleh siapapun, karena tuhan ialah satu-satunya pemilik kuasa. Wahyu disampaikan melalui perantara utusan-Nya, disampaikan agar menjadi dasar dan rujukan bagi para penganut berdasarkan kepercayaanya. Setiap agama pasti memerintahkan kebaikan bagi para penganutnya.
Wahyu, pada dasarnya memiliki gagasan yang mengisahkan makna dan jalan kehidupan manusia, serta mengandung nilai etika dan moral, yakni; bagaimana seharusnya manusia hidup, hubungannya secara vertikal kepada tuhan, maupun horizontal kepada sesama atau lingkungan.
Argumen masyarakat tersebut dapat juga didasarkan atas wahyu tuhan, bila sesuatu yang bertentangan dengan kehendak tuhan, maka perlu dibenahi dan diluruskan, agar tidak menimbulkan kerugian. Etika adalah ukuran kesopanan dan kesantunan, ini salah-satu dari syari'at tuhan. Dengan lahirnya peraturan tersebut, bilamana rakyat dapat semakin menderita, maka moralitas untuknya menjadi dipertanyakan. Etika menjadi kebutuhan bagi setiap manusia. Mengingat hal-hal tersebut dapat memberikan kenyamanan dan kesejahteraan bagi orang lain di sekitarnya. Tanpa etika, perseteruan dan perpecahan, akan kerap terjadi.
4. Sumber Intuisi
Bagi Nietzsche, intuisi merupakan “inteligensi yang paling tinggi” dan bagi Maslow, intuisi merupakan “pengalaman puncak” (peak experience). Sumber intuitif didasarkan pada penangkapan bathin secara langsung yang dilakukan atau terjadi oleh orang yang bersangkutan, tanpa melalui proses penalaran. Seseorang yang mendapat intuisi ini bisa tiba-tiba mendapatkan jawaban atas suatu permasalahan yang sebelumya sudah diusahakan namun malah menemui kebuntuan, bisa juga memperoleh intuisi tanpa melewati proses berpikir yang berliku-liku yang datang di luar kesadarannya.
Begitulah yang dapat juga terjadi sehingga memunculkan argumen di tengah-tengah masyarakat ini. Dari luar kesadarannya, bisa saja tiba-tiba masyarakat terpikirkan atau merasakan kecemasan, kejanggalan atau apapun yang membuatnya menyatakan argumen tersebut terhadap pengesahan UU ini.
Tidak menutup kemungkinan, apabila peraturan yang demikian ternyata dipertanyakan juga terpikirkan sejak berabad-abad lalu oleh para orang terdahulu bila hal ini terjadi kala itu. Dari sudut pandang filsafat, baik dan buruknya sesuatu dapat diukur, langsung maupun tak langsung, sengaja maupun tak sengaja, pasti ada hal yang mestinya terbesit oleh kita sebagai manusia.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa asumsi yang masyarakat sampaikan dapat dikatakan sebuah argumentasi sebagai suatu dari bentuk penolakan terhadap UU tersebut.
Masyarakat dapat menyatakan argumen tersebut dari cara ia menangkap sebuah permasalahan, argumen dapat timbul akibat adanya pemikiran logis akal, atau kejadian yang tampak sehari-sehari di sekitar masyarakat, atau bisa juga didasarkan sebab peraturan itu tenyata bertentangan dengan wahyu-wahyu tuhan, atau malah dari sesuatu yang pada awalnya tak terpikir, hingga akhirnya menjadi terpikirkan dengan sendirinya di luar kesadaran.