Mohon tunggu...
Miftah Nashir
Miftah Nashir Mohon Tunggu... -

Sejak SMA doyan nulis, akhirya menemukan pelampiasan dari hobinya ini dengan cara Nge_Blog. Menaruh minat yang tinggi pada bahasa Inggris, Psikologi dan Penelitian Sosial\r\n......karena suatu insiden menguntungkan, akhirnya kuliah di UIN SGD Bandung, Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam dan terpaksa (baca : dipaksa) nyantri di sebuah pesantren mahasiswa sebagai konsekwensi menjadi "mahasiswa tanggungan Kementrian Agama". \r\n\r\nadmin dari http://belajarbahasakore.net

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ritual Malam Hari : Menjemukan, tapi Nikmat!

15 Juli 2010   08:44 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:51 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Pada akhirnya, setelah sibuk dan agak lelah dengan aktifitas di siang hari, saya harus menyempatkan diri untuk setidaknya menulis 500 kata dalam sehari. Ritual yang saya ciptakan sekadar sebagai latihan untuk terus mengasah sense menulis. Ini tidak lain menjadi semacam ritual rutin, yang kadang menjemukan, tapi nikmat. Meski berulangkali menulis hal-hal yang absurd dan tidak serta merta dipahami secara utuh apa yang saya tuliskan, bahkan oleh saya sendiri.
Entah apa yang mendorong saya untuk menuliskan sebanyak 500 kata dalam setiap malam. Ada semacam dorongan, entah itu panggilan alam, atau semacam jam biologis yang sadar atau tidak sadar membuat jari saya terus menerus diatas keyboard. Dalam hal ini saya tidak sepenuhnya menyadari kegiatan menulis ini telah menelurkan beberapa kilobyte data, setelah dihitung-hitung, ternyata ini kali ke-64 saya menuliskan sesuatu yang kadang saya menyebutnya sebagai tulisan sampah yang (mungkin) suatu saat akan berguna.
Setidaknya, apa yang berkelindan dalam batok kepala saya bisa tersalurkan dengan sempurna tanpa mengendap lalu menjadi sesuatu hal yang terkadang bikin hati ini agak tertekan. Alhamdulillah aktifitas rutin ini seringkali membuat saya yakin akan potensi diri saya ada dimana. Setidaknya mengasah potensi ini bisa memberi harapan saat kondisi setelah lulus kuliah tidak memihak pada saya, yang mungkin ketika sudah menyandang gelar sarjana sosial.
Aneh, heran dan tak menyangka jika memperhatikan jejak langkah yang telah saya lalui. Begitu banyak kejutan yang tak sempat saya kira sebelumnya. Kesedihan berganti dengan kebahagiaan. Penderitaan berganti dengan hasil yang memuaskan, dan terkadang juga kepahitan selalu menghampiri dalam setiap lipatan waktu. Ya, kita tak pernah bisa secara tepat menerka-nerka apa yang akan terjadi di esok hari.
Ada ketakutan yang entah dari mana datangnya setiap kali membayangkan tentang masa depan. Akankah harapan dan impian-impian yang selama ini tertancap dalam ingatan terealisasi dengan sempurna. Apakah kenyataannya akan benar-benar jauh dari apa yang diharapkan? Entahlah, yang jelas akan ada kejutan-kejutan tersendiri. Dan keyakinan akan rencana Tuhan yang seringkali berakhir dengan indah lagi-lagi tak pernah dikira oleh kita, mahluk serba kekurangan.
…ketika akhirnya menulis menemui kebuntuan, inilah yang saya lakukan. Menulis apa yang terlintas dalam pikiran. Tak perduli apakah serasi atau tidak. Saya semakin tidak peduli ketika akhinya menyadari bahwa proses kreatif seseorang tidak sepenuhnya bisa dipahami oleh rasio. Perlu pendekatan lain untuk memahami bagaimana seseorang menghasilkan sebuah karya. Entah itu bagus atau jelek. Saya lebih menikmati membuat sesuatu itu atas dasar perintah hati, tidak ada paksaan dan inginnya mengalir begitu saja. Tak ada tekanan. Tak ada deadline, dan yang jelas ini menjadikan sebuah kepuasan yang terus menerus mendorong saya untuk terus menulis hal-hal yang kelihatannya remeh temeh.
Belum terpikir juga apakah tulisan seperti ini layak untuk dibaca oleh khalayak, takutnya ketika di publish ada semacam judge tersendiri dari saya sendiri bahwa tulisan ini jelek. Pada akhirnya pikiran negatif seperti itu perlahan saya hapus, saya pikir tak ada karya yang jelek selama itu dihasilkan dengan proses yang orisinal. Dibanding dengan karya yang serba wah dihasilkan dari hasil menjarah intelektual orang lain.

Miftah Nashir

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun