Saya adalah seorang guru matematika di Kota Semarang mulai mengajar pada tahunn 2003. Masih sangat terkesan sekaligus terharu kejadian yang saya alami ketika sedang melaksanakan kewajiban sebagai guru. Kejadian ini kira-kira terjadi pada tahun 2013 silam. Ada seorang siswa yang bernama Tomi (bukan nama asli). Tomi adalah siswa yang hiperaktif. Hampir setiap hari dia membuat ulah di kelas. tak banyak guru menyebutnya ssebagai anak nakal. Ada saja yang diperbuatnya ketika pelajaran. suatu saat ketika pelajaran matematika, dia tidak mau menulis dan mencatat apa yang sudah dijelaskan. Tomi memilih berjalan-jalan di kelasnya menggoda teman yang lain. Hal ini tentu saja membuat saya penasaran, sebetulnya apa yang dikehendaki si anak ini. Dia saya panggil ke depan dengan suara yang tegas, "Tomi ke sini, Bapak mau bicara", Tomipun menjawab : "iya Pak, ada apa memangnya?". Saya : " begini, Bapak heeran dengan kamu, semua guru di ruang guru pasti bilang kalau kamu adalah anak yang nakal, apakah kamu tidak merasa?" Tomi : "menurut Bapak gimana?" Saya : "menurut Bapak, kamu hanyalah anak yang aktif, coba kalau kamu mau konsentrasi sedikit saja dengan pelajaran, saya sakin kamu bisa".
Tomi hanya diam termangu, padahal biasanya kalau dimarahi guru lain, dia pasi berani menjawab, maklumlah Tomi sudah kebal dengan marah dan teriakan. Ketika pelajaran usai, dia saya panggil ke ruang guru dan saya ajak ke mushola. Saya berkata : "Tomi, maukah kamu certikan ke Bapak, apa sebenarnya yang terjadi?, kenapa kamu begitu aktif di kelas?" Tomi awalnya ragu mau bercerita, tapi karena saya terus membujuk dan meyakinkan bahwa saya akan berusaha merahasiakannya, akhirnya diapun cerita.
Tomi : "saya di rumah punya seorang kakak yang bernama Santi, dia anak yang sangat pintar dan penurut, jadi Mamah sama Papah selalu memujinya, kalau ada kesalahan yang saya perbuat pasti mamah dan papah bilang " itu lho seperti kakakmu Santi". Rupanya Tomi sering dibanding-bandingkan dengan kakaknya yang lebih penurut dan rajin. Dia manambahkan : " Pak, saya tuh capek, dirumah hampir tidak ada waktu main, pulang sekolah les terus sampai malam, saya belajar karena terpaksa, kalau tidak mau belajar atau bermalas-malasan pasti dimarahi". Saya : "kamu sudah coba bilang ke orang tuamu, kalau kamu terlalu capek dan butuh refresing?" Tomi : "sudah Pak, tapi malah Papah bilang, kamu dilesin terus saja masih belum pintar apalagi kalau ndak",.Saya : " Apa perkerjaan Bapakmu?", Tomi : " Dokter Pak, Papah kerjanya sampai malam terus". Kalau mamah?, Tomi : "Mamah kerja di Bank, pulangnya juga malam".
Dari cerita di atas saya mengambil kesimpulan kalau Tomi mempunyai masalah keluarga yang perlu dibantu dan diselesaikan. Saya kemudian mengatakan kepada Tomi bahwa kalau di sekolah, Bapak dan Ibu guru adalah sebagai orang tuanya, janganlah sungkan untuk menceritakan masalah yang terjadi. Ketika di kelas saya memberikan perhatian yang lebih kepada Tomi, begitu pula guru-guru yang lain. Kami sadar bahwa perilakunya muncul karena masalah keluarga. Beberapa bulan kemudian, Tomi menjadi anak yang pintar dan menyenangkan. keaktifannya disalurkan dengan banyak bertanya dan membantu temannya yang belum bisa. Sebenarnya Tomi adalah anak yang pandai, hanya saja keterpaksaan belajar yang dia lakukan membuatnya selalu berontak dan berusaha mencari perhatian.
Saya terharu dengan pernyataan Tomi: " Pak, maukah Bapak saya anggap sebagai Papah saya?, saya pengin punya Papah seperti Bapak". saya menjawab : "Boleh, silahkan anggap Bapak sebagai Bapak kamu, kamu harus menurut dengan nasihat Bapak, jangan sekali-kali membenci kedua orang tuamu, karena apa yang dilakukan kedua orang tuamu, pastilah untuk kebaikanmu, Tomi pun mengangguk sambil mencium tangan saya.
"Tulisan ini adalah tugas Diklat Online PPPPTK Matematika"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H