Perkembangan zaman bisa dilihat dari alat yang dipakai pada masanya. Begitu pula perkembangan media musik bisa menjadi ukuran bahwa betapa zaman sudah berubah.
Jika dulu, orang mendengarkan rekaman musik melalui piringan hitam, berkembang lewat media kaset dan tape, CD, dan DVD. Lalu di era digital ini kita "cukup" mendengarkan musik lewat MP3 atau streaming via aplikasi, dan menonton YouTube.
Menengok cover-cover kaset lawas meski versi digital membuat saya terhanyut pada kenangan masa kecil di kampung.
Lagu dangdut bergema di udara, penanda tuan rumah menggelar acara: syukuran khitan atau pernikahan.Â
Zaman berlalu, persewaan speaker kalah dengan perkembangan zaman sejak era persewaan sound system. Saya juga mengingat semasa SMP, akhir 90-an, hiburan murah mulai tergeser dengan persewaan video ala bioskop murah.Â
Tetangga yang punya hajat menghadirkan hiburan yang bisa dinikmati secara audio-visual oleh segala umur. Kaset atau DVD yang diputar beragam, mulai lagu dangdut, pop lawas, ketoprak, dan film laga.
![Foto: sampulkasetdangdut.blogspot.com](https://assets.kompasiana.com/items/album/2020/02/02/ebac1612db8c97f1df9a676272d36035-5e3693b3d541df08cb6d8f82.jpg?t=o&v=770)
Di deretan pentanyi wanita ada Elvy Sukaesih, Iis Dahlia, Evi Tamala, Camelia Malik, Rita Sugiarto, Vety Vera, Lilis Karlina, dan Ine Cyntia.
![Foto: sampulkasetdangdut.blogspot.com](https://assets.kompasiana.com/items/album/2020/02/02/8e3e465d618e5a32b7c43192dd198354-5e369539097f36036a627d32.jpg?t=o&v=770)
Saya tidak malu dengan steorotipe: pendengar lagu dangdut adalah kampungan. Ya, selera musik masih dianggap mencerminkan kelas sosial. Padahal, asal tahu saja dangdut adalah jenis musik fleksibel.