Mohon tunggu...
Miftahul Abrori
Miftahul Abrori Mohon Tunggu... Freelancer - Menjadi petani di sawah kalimat

Writer & Citizen Journalist. Lahir di Grobogan, bekerja di Solo. Email: miftah2015.jitu@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perempuan Korsel, Diskriminasi Pernikahan, dan Angka Bunuh Diri

19 Desember 2019   05:01 Diperbarui: 19 Desember 2019   05:12 559
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wanita Korsel lebih mementingkan karir ketimbang menikah. Ilustrasi girlband asal Korea Selatan ITZY berpose. (Sumber: nme.com)

Korea Selatan termasuk tiga negara yang terancam depopulasi atau penurunan jumlah penduduk mengkhawatirkan. Selain Korsel, Swedia dan Jepang mengalami nasib serupa.

Populasi penduduk Korsel diprediksi berkurang drastis. Populasinya kini 55 juta jiwa dan pada tahun 2067 diperkirakan Negeri Ginseng hanya berpenduduk 39 juta jiwa. 

Lebih tragis, karena jumlah warga produktif berkurang drastis. Setengah populasi berada di usia senja 62 tahun lebih. (Cnbcindonesia.com, 15/12/2019).

Depopulasi disebabkan warga Korsel enggan berumahtangga. Para perempuan di Korsel bahkan menggalang aksi #NoMarriage, kampanye menolak pernikahan. Mereka malas menjalin hubungan serius dengan laki-laki untuk berkeluarga dan punya anak.

Beberapa wanita Korsel lebih mementingkan karir ketimbang menikah. Dalam 50 tahun terakhir, kemajuan Korsel memang berkembang pesat. Budaya kerja keras dan jam kerja panjang jadi sebab Korsel menjadi salah satu negara penopang ekonomi terbesar dunia.

Jika tak mendapat pekerjaan mentereng, perempuan rela bekerja di pabrik bergaji rendah, meski mereka dipandang sebelah mata. Padahal berkat pekerja, Korsel mampu mengekspor barang bermerk di berbagai negara.

Pekerja seni Yun-hwa menganggap ada diskriminasi gender di Korsel. Perempuan diharapkan menjadi penggembira laki-laki. (BBC.com, 20/8/2018). Diskriminasi terhadap perempuan juga terjadi dalam pernikahan. Jika perempuan menikah ia harus bertanggungjawab terhadap keluarga si laki-laki. Jika mertua sakit, menantu wanita wajib merawatnya. Itu belum termasuk harus mengurus rumah tangga dan anak.

Ketakutan-ketakutan seperti itulah salah satu sebab perempuan di Korsel enggan menikah, apalagi berkeinginan memiliki anak. Faktor lain yang membuat orang tidak berkeluarga adalah biaya hidup pra dan pasca pernikahan.

Ada pula alasan menikah dipandang menghambat karir dan sangat merugikan bagi masa depan. Terlebih perempuan kesulitan dalam mencari kerja. Jika pekerjaan sudah didapat, amat disayangkan jika harus dilepas dengan dalih pernikahan.

Persaingan kerja di Korsel sangat ketat. Baik perkantoran maupun dunia seni dan hiburan.  Grup girlband dan aktris muda bermunculan, siap menggusur mereka yang tak mampu menjaga ketenaran.

Kasus bunuh diri juga disinyalir menghambat laju pertumbuhan penduduk di Korsel. Harap dicatat, Korsel termasuk negara dengan rasio bunuh diri terbanyak di dunia. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun