Mohon tunggu...
Mifda
Mifda Mohon Tunggu... -

Aktivitas: Mahasiswa Komunikasi Universitas Hasanuddin\r\n Kru Koran Kampus identitas Unhas, Makassar\r\nNo hp : 081340870768\r\n

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kisah Pejuang Budak dari Afrika

7 Juli 2012   07:30 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:13 676
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Syakh Yusuf adalah bapak Afrika dan inspirator perjuangan anti apartheid. Ia adalah peletak dasar komunitas di Afrika Selatan, dari beliau saya mendapatkan inspirasi bahwa yang hitam dan putih adalah sama, bahwa yang bangsawan dan budak pun tidak berbeda, karena yang membedakan manusia dihadapan Tuhan adalah nilai imannya”

_ Nelson Mandela_

Indonesia dan Afrika Selatan sebenarnya telah memiliki hubungan budaya dan sejarah yang berakar lebih dari tiga ratus tahun lalu. Hal ini nampak pada aliran imigrasi Indonesia dari Sulawesi Selatan ke Afrika Selatan melalui jaringan perdagangan antara kedua negara. Orang tidak pernah membayangkan jika tokoh pembela Hak Asasi Manusia (HAM) Afrika Selatan, Nelson Mandela yang terkenal dengan perjuangannya menghapuskan politik apartheid di negara tersebut semangat perjuangannya ia pelajari dari Syekh Yusuf yang hidup di abad ke-17.

Siapa sebenarnya Syekh Yusuf dan apa pengaruhnya dalam memperjuangkan HAM di Afrika Selatan? Banyak yang dipelajari dari sosok ini, terutama dari aspek sosiologi, keagamaan, antropologi,perspektif filologikal. Tetapi hanya sebagian yang tahu tentang Syekh Yusuf lakukan di bidang perdagangan budak. Dia sebenarnya adalah ulama terkenal dari Sulawesi Selatan yang muncul pada abad ke 17. Pengaruhnya luas tidak hanya di Sulawesi Selatan, tetapi juga di daerah lain di nusantara. Dia dianggap sebagai orang yang berbahaya oleh VOC. Olehnya, dia dikirim keluar dari Indonesia, pertama dikirim ke Ceylon (1684-1694) kemudian ke Afrika Selatan (1694-1699), dimana dia sangat aktif dalam memperjuangkan hak asasi manusia melalui penghapusan perdagangan budak di sana. Beliau meninggal pada usianya yang ke-73 di Afrika Selatan.

Upaya ini tidak sulit terutama pada periode VOC dimana perdagangan budak merupakan komoditas penting dan sangat bermanfaat bagi VOC menyebarkan kontrol atas perdagangan berbagai komoditas dan memperluas kota perdagangannya baik di Asia maupun Afrika. Perdagangan monopoli atas komoditas penting, ekstraksi sumber daya ekonomi, pembentukan (militer) negara dan kota-kota pelabuhan perdagangan, yang kesemuanya ini membutuhkan budak yang diperlukan untuk bekerja dan membangun sarana dan prasarana. Olehnyauntuk melakukan itu, permintaan untuk tenaga kerja murah dibutuhkan oleh VOC. Tidak mengherankan jika aliran perdagangan budak dari satu tempat ke tempat lain di dunia itu tidak sulit.

Jika dipandang sebagai titik awal dari hak asasi manusia yang yang menghapus perdagangan budak, maka dikatakan bahwa periode ini adalah untuk melawan dominasi Barat diwakili oleh VOC. Dominasi tersebut adalah memperluas kekuasaannya atas perdagangan Asia dan Afrika. Monopoli perdagangan komoditas, eksploitasi sumber daya ekonomi dan pembentukan negara militer otomatis membutuhkan sumber daya manusia dengan jumlah besar. Kebutuhan daya manusia yang murah harus diperoleh oleh VOC. Selain berbagai komoditas yang dapat dijual untuk perdagangan internasional, perdagangan budak juga penting pada saat itu. Itulah alasan mengapa perdagangan budak tersebar di seluruh dunia dan tidak bisa dihindari. Para budak dari Bali, Makassar, Buton, Sumbawa, Toraja, Tambora, Bima, Tambelu, Ternate di jual di Batavia, bekerja pada pembangunan sarana, atau dibawa oleh VOC ke pusat-pusat pertambangan emas di Sulawesi, dan Sumatera Barat atau ke bagian lain dari Asia dan Afrika.

Sulawesi adalah eksportir budak utama pada saat itu sampai 1669. Jaringan perdagangan termasuk Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Selayar, Manggarai, Tanimbar, Sula, dan Alor. Para budak dari daerah ini dijual ke Banjarmasin, Palembang, Jambi, Aceh, Johor, Sukadana, Batavia, perdagangan budak ini dilakukan dengan sistem barter. Sutra dan Cindai adalah dua produk utama yang diperdagangkan dengan sistem barter.

Menurut naskah lontarak Gowa Andi Mapanyuki, dikatakan bahwa orang Makassar mendapat budak dari Buton, Ternate, pulau Sulu, dan pulau-pulau sekitarnya. Dalam naskah ini, juga mengatakan pada tahun 1665, ada sekitar 200 kapal dagang dari Makassar disediakan dengan senjata bersama-sama dengan tentara memasuki pulau Sulu. Mereka datang untuk menundukkan dan menangkap penduduk untuk dijadikan budak.

Pada tahun 1665 ekspedisi Makassar punya lebih dari seribu budak.Pasar budak terutama yang berasal dari bagian timur Indonesia dan Bali. 41,6% diekspor budak dari makassar ke Batavia, 23,98% dari Bali dan sisanya dari daerah lain. Dalam 3 dekade terakhir abad ke 17, Makassar (Sulawesi Selatan) mengekspor 46% dari total ekspor budak Asia Tenggara ke Tanjung Harapan.

Syekh Yusuf al Makassary adalah pahlawan dari humanisme karena ia berjuang untuk nilai-nilai humanistik di mana ia berdomisili. Ada dua alasan ia diberi gelar sebagai pahlawan oleh dua negara yakni Afrika Selatan dan Indonesia. Hadiah sebagai pahlawan di negara bagian, etnis dan warna kulit. Dia adalah tokoh masyarakat di masa itu, anti-colonialisme dan anti rasialisme. Dia sosok yang menyebarkan agama Islam dengan berbagai karya tentang tasawuf dan ketertiban mistis. Sayangnya, karya-karyanya tidak didokumentasikan dengan baik. Namun ia kaya berbagai pengetahuan yang mengandung kebijaksanaan dan nilai-nilai filosofis untuk dua negara, Indonesia dan Afrika Selatan.

Perjuangannya yang dulu dilupakan, kini diingat dan menjadi memori yang memiliki kekuatan simbolik ketika bangsa menghadapi krisis kepemimpinan. Pada saat-saat terjadi krisis kepemimpinan, ketauladanan, akan segera menyadarkan orang mencari contoh pada tokoh yang sudah tiada. Putera makasar ini telah tiada lebih dari tiga abad yang lalu, tetapi semangat perjuangannya yang terus menerus hendaknya menjadi sebuah kekuatan bagi sebuah bangsa yang mengalami krisis tokoh seperti Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun