Mohon tunggu...
miftahul rizky
miftahul rizky Mohon Tunggu... -

Be a Good Person!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Randai, Drama Tradisional Khas Minangkabau

14 Januari 2015   16:42 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:10 1414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Randai merupakan kesenian teater khas masyarakat Minangkabau, Sumatera Barat. Randaidimainkan oleh beberapa orang secara berkelompok atau beregu. Randai dalam sejarah Minangkabau memiliki sejarah yang lumayan panjang. Kabarnya randai sempat dimainkan oleh masyarakat Pariangan Padang Panjang ketika masyarakat tersebut berhasil menangkap rusa yang keluar dari laut.

Randai sendiri berasal dari kata merandai yaitu istilah lokal yang artinya “mengelilingi” atau “mengepung”. Pendapat lain mengatakan randai berasal dari kata ronda yang berarti seorang pengaman lingkungan tradisional masyarakat Minang. Kesesnian randai dulunya ditampilkan pada malam hari, tetapi saat ini dapat ditampilkan kapan pun.

Kita mengenal tari saman dari Aceh dengan formasi duduk rapat berjajar membentuk garis menghadap ke penonton, tetapi berbeda dengan tari randai yang menggunakan formasi melingkar. Keunikan randai justru terletak pada bentuk lingkaran ini dimana kedekatan antara pemain dan penonton menjadikan randai sangat akrab dengan masyarakat Minangkabau.

Tarian di Sumatera Barat tidak hanya terdiri dari tari-tarian yang berupa gerakan dengan diiringi musik, namun bisa mengandung banyak unsur. Contohnya, Tari randai merupakan tarian yang sangat unik karena sebenarnya bukan sekedar sebuah tarian dengan gerakan dan musik seperti umumnya tarian lainya, namun terdiridari berbagai unsur seni seperti tutr, drama, musik dan bahkan bela diri tradisional seperti silat.

Kisah dalam Randai

Karena merupakan gabungan antara seni dan tutur, tarian ini harus dimainkan beberapa orang sebagai pemeran karakter dan satu orang pemandi (seperti narator) yang disebut janang. Kebanyakan pemainnya adalah laki – laki, dan para penarinya membentuk lingkaran dan melakukan gerakan – gerakan tarian serta sandiwara sesuai perannya. Kisah yang dibawakan juga tak jauh – jauh dari cerita rakyat denga pesan moral seperti Cindua Mato atau Malin Deman.

Dulu, biasanya tari randai digunakan untuk membawakan cerita dalam bentuk syair, namun sekarang jika menontonnya, akan terlihat bahwa gaya penceritaan tarian ini lebih banyak mengarah ke gaya sandiwara modern, dengan karakter dan pemeran yang berbeda. Apapun cerita yang disampaikan, kerapkali terdapat pesan moralnya sehingga penonton mendapat sesuatu yang berbeda.

Kapan Tarian ini Dibawakan?

Tari randai kini kerap dibawakan saat ada acara yang diselenggarakan saat Idul Fitri, karena bisa dimanfaatkan sebagai sarana untuk menyampaikan moral cerita yang berkaitan dengan teladan baik. Selain itu, cerita ini juga sering dijadikan sarana untuk menyampaikan berbagai cerita yang berkaitan dengan kondisi aktual dimasyarakat. Seni silat yang ditampilkan di dalam tarian ini juga merupakan sarana untuk melestarikan kesenian bela diri tradisional.

Tari randai merupakan salah satu tarian paling unik dan berwarna – warni yang ada di dalam kebudayaan Minang, lengkap dengan berbagai seni yang digabungkan menjadi pertunjukan yang menarik.

Disaksikan ratusan pasang mata, 12 muda-mudi berpakaian tradisional Minangkabau membentuk lingkaran di tengah arena. Para pemain randai (anak randai) bergerak melingkar dan sering melakukan gelombang randai secara serempak, yang bersumber pada gerakan-gerakan silat atau seni pencak silat.

“Hep... ta...,” terdengar teriakan seorang di antaranya (tukang gore) , dibarengi dengan tapuak gelombang (menepuk celana) yang bunyinya tingkah – meningkah. Setiap anak randai punya gaya sendiri dalam gerak dan menepuk celana yang didesain khususmempunyai pisak yang dalam, sehingga menghasilkan bunyi beragam waktu ditepuk, tapi serempak.

Dahulu, randai merupakan salah satu media untuk mengkomunikasikan sebuah pesan penting bagi penduduk setempat. Biasanya dilakukandi tempat terbuka dalam bentuk arena dan tidak memakai panggung dimana penonton dan pertunjukan berada dalam satu tataran. Penonton boleh saja menyela dialog yang disampaikan pemain atau mungkin bersorak untuk memberikan gairah kepada para pemain.

Penampilan anak randai penuh pesona dan seru. Tontonan sekitar tiga jam itu sering membuat penonton segala usia dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga kakek nenek tertawa riang. Dialog jeda sejenak, anak randai kembali ber-hepta-hepti diiringi cerita yang didendangkan (gurindam) dan diiringi saluang. Uniknya saat randai di mainkan, pemain bisa berinteraksi langsung dengan meminta syair dan pantun pilihan asalkan meletakkan uang di tengah-tengah lingkaran pemain.

Sekarang randai ini merupakan sesuatu yang asing bagi pemuda-pemudi, hal ini dikarenakan bergesernya orientasi kesenian atau keragaman dari generasi tersebut. Randai terdapat di Pesisir dan daerah Derek (daratan). Tetapi randai juga masih hidup dan berkembang bahkan masih digemari masyarakat Minangkabau terutama di pedesaan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun