Mohon tunggu...
Mikhael Pollen
Mikhael Pollen Mohon Tunggu... -

menyukai jurnalisme warga

Selanjutnya

Tutup

Nature

Setetes Minyak Kelapa Dari Desa Seruat II

2 Maret 2012   09:01 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:38 471
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1330932501292026884

Pada bulan Januari 2012 lalu saya bersama seorang rekan datang ke wilayah Seruat II Parit Surabaya dalam rangka tugas pelatihan selama 3 hari. Sudah lama rasanya saya meninggalkan kampung halaman saya di Kalimantan Barat yaitu sekitar 24 tahun sejak saya bermukim di ibukota Jakarta, namun bau masakan asam pedas yang sedang dimasak menggunakan minyak kelapa itu begitu menggoda selera saya. Sekurangnya ada 5 macam makanan  yang disajikan yang semuanya menggunakan minyak kelapa dan itulah kesan pertama yang  saya tangkap waktu mencium aroma masakan yang menggunakan minyak kelapa tradisional. Minyak hasil olahan berasal dari buah kelapa yang sudah tua ini masih banyak digunakan oleh masyarakat pedesaan, termasuk di desa Seruat II Parit Surabaya, Kecamatan Kubu, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat. Menurut warga untuk mendapatkan hasil satu botol minyak kelapa tradisional (ukuran botol syrup normal) dibutuhkan 5 buah kelapa yang tua, caranya adalah: pertama-tama kelapa diambil dagingnya, diparut kemudian diberi air, diperas dan diinapkan 1 malam, baru kemudian esok harinya dimasak selama beberapa jam. Menurut seorang pemasak minyak kelapa, Emma warga desa, semakin lama waktu untuk memasak minyak kelapa maka semakin baik hasilnya, minyak kelapa yang baik memiliki ciri-ciri berwarna kuning keemasan, bertahan hingga 2 sampai 3  bulan dan tidak mudah menjadi tengik. [caption id="attachment_164726" align="alignleft" width="320" caption="Minyak kelapa tradisional"][/caption] Desa Seruat II Parit Surabaya yang berpenduduk 2000 jiwa ini sudah 3 generasi memproduksi,, mengkonsumsi minyak kelapa tradisional, selain bahannya mudah didapat juga karena mata pencarian mereka sehari-hari adalah sebagai petani kelapa atau kopra. Desa Seruat II Parit Surabaya terletak diatara 1 dari 6 desa yang mendiami luas wilayah 11000 hektar lebih, wilayah kecamatan Kubu, kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat. Penduduk yang mendiami wilayah ini kebanyakan adalah perantau, khusus desa Seruat II Parit Surabaya kebanyakan berasal dari suku Bugis dan  menurut tetua adat di desa ini, Haji Daeng Puna, mereka hijrah ke kampung Seruat Parit Surabaya sudah sejak 1920 jauh sebelum indonesia merdeka. Wilayah desa ini berada pada dataran rendah dan berparit-parit atau sungai-sungai kecil dengan lebar 4 meter dan desa-desa tadi bisa terhubung dengan mengakses parit-parit ini, jarak dari tepi laut sekitar 5 kilo meter jauhnya. Desa ini sudah dijangkau listrik negara, memiliki 1 unit pos pelayanan kesehatan dan memiliki 1 unit sekolah dasar yaitu SDN 21 Kubu berakreditasi B.  Nama-nama desa di wilayah ini diberikan berdasarkan nama parit, misal: Desa Seruat Parit Haji husein, Parit  Haji Deraman, Parit Surabaya dan seterusnya. Pembagian wilayah parit ini diatur oleh seorang Kepala Parit, petugas yang secara khusus diangkat oleh warga. Sistem pengaturan wilayah ini sudah turun temurun berlangsung dan digunakan warga, Kepala Parit inilah yang mengetahui batas-batas luas tanah warga.   Perekonomian warga desa rata-rata berasal dari mengolah kopra, mulai dari penanam dan perawat pohon kelapa, pemetik buah kelapa, pengupas kulit buah kelapa, sampai penjemur kopra. Untuk seorang pemetik kelapa yang sudah berpengalaman mampu memetik 1000 buah, bisa menghasilkan Rp. 80.000 untuk  4 jam waktu kerja, pengupas kulit kelapa mendapatkan Rp. 25 per buah kelapa. Harga kopra kering kualitas sedang dihargai pengumpul Rp. 2.500 per kilo. Selain beberapa pekerjaan utama tadi warga desa juga mendapat manfaat lain dari limbah sabut kelapa dan batok kelapa, warga memanfaatkannya sebagai bahan bakar. Manfaat lain adalah pelepah daun kelapa, satu ikat pelepah utuh berikut daun kelapa (berisi 5 pelepah) diwilayah ini ternyata berharga Rp. 2500, pelepah-pelepah dibeli oleh pengumpul pelepah yang kemudian dijual kembali kepada nelayan yang digunakan untuk membuat perangkap atau penggiring ikan bawal, menurut cerita warga,  pelepah tadi dibentangkan dan diikat dengan tali, diberi tanda pelampung lalu ditenggelamkan, dibiarkan beberapa  waktu kemudian diperiksa apakah sudah ada ikan bawal yang berlindung dibawahnya, jika sudah banyak ikan pelepah tadi diseret oleh perahu menuju jaring perangkap yang sudah disiapkan didekat-dekat perangkap tadi. Beberapa orang warga desa Seruat II juga menjadi nelayan dan harga ikan bawal dijual Rp. 30.000 per kilo ditempat ini. Sekilas  cerita kehidupan warga desa Seruat II Parit Surabaya membuat saya berpikir betapa mudahnya dan simpelnya kehidupan mereka, seakan-akan mengatakan jika kita mau apa saja tinggal "ambil" langsung dari pohon kelapa. Namun sebenarnya ada cerita lain yang terjadi di wilayah Seruat sejak tahun 2008 - 2011 dari total 900 hektar hutan adat wilayah Seruat II yaitu seluas 600 hektar telah dibuka untuk perkebunan sawit. akibat pembukaan ini sisa hutan adat wilayah Seruat II hanya tersisa 300 hektar dengan ketebalan hutan hanya tinggal 400 m dari batas luar kebun warga. Akibat pembukaan lahan perkebunan sawit air asin masuk dan mendominasi sampai ke hulu parit, sebelumnya air laut ini ditahan oleh air tawar yang berasal dari hutan adat tadi. Beberapa penyakit kelapa mulai timbul, seperti kematian "misterius" pohon kelapa, hama kumbang pohon kelapa sampai hama babi hutan yang masuk ke wilayah pemukiman penduduk dan memakan umbut kelapa yang masih muda. Masyarakat desa sangat khawatir dengan kelanjutan  nasib kehidupan mereka yang sebelumnya aman, damai dan berkecukupan kini terancam. Konflik wilayah juga semakin sering terjadi antar sesama warga yang pro dan tidak pro sawit. Pemerintah Daerah Kubu Raya sendiri menuntut agar perusahaan yang membuka lahan di wilayah Seruat II segera membagikan plasma kepada masyarakat yang wilayahnya terkena pembukaan perkebunan sawit. Warga Seruat II sebenarnya sudah sejak awal menolak pembukaan lahan sawit diwilayah mereka tapi perusahaan tetap melakukan pembukaan secara sepihak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun