Mohon tunggu...
Michael Sendow
Michael Sendow Mohon Tunggu... Wiraswasta - Writter

Motto: As long as you are still alive, you can change and grow. You can do anything you want to do, be anything you want to be. Cheers... http://tulisanmich.blogspot.com/ *** http://bahasainggrisunik.blogspot.co.id/ *) Menyukai permainan catur dan gaple. Menulis adalah 'nafas' seorang penulis sejati. I can breath because I always write something...

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Satu Keluarga Tapi Berantem Melulu? Beberapa Tipe Penulis Kompasiana

22 September 2011   17:33 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:43 605
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Satu Keluarga Tapi Berantem Melulu? Beberapa Tipe Penulis.

[caption id="attachment_132742" align="alignright" width="300" caption="Jangan berantem melulu, lihat tuh...di pinggir jalan pun jadi sarana menulis....jadi menulislah dengan bijak. Di jalanan pun menulislah.....rupa-rupanya itu menyehatkan batin, menyegarkan otak. (From: Wine&Vinegar.com)"][/caption]

Sebagai penulis Kompasiana, kita seperti tinggal di bawah satu atap. Kita seperti satu keluarga, dan yang namanya keluarga sudah seharusnyalah saling mengasihi dan saling berbagi. Tetapi mengapa kita yang tinggal di satu rumah (sehat) ini yang seharusnya rukun dan damai pada kenyataannya sering terjadi pertentangan dan pertengkaran?

Penyebabnya bisa saja berbeda-beda. Tapi secara umum, penyebab hakikinya adalah justru karena penghuni rumah sehat ini saling mencintai. Masak sih?

Dalam interaksi antara rekan penulis-rekan pembaca-pemberi komentar-penjawab komentar sudah terbentuk suatu jalinan yang sarat tuntutan. Artinya begini, pembaca tentu mengharapkan yang terbaik dari penulis setia mereka, ketika yang mereka harapkan tak sesuai harapan, sering muncullah kekecewaan demi kekecewaan, “Ah, kok kualitasnya hanya segitunya sih!”

Inilah yang saya bilang mengandung paradoks (dua hal yang bertentangan) dan kausalitas (dua hal yang saling menyebabkan). Bukankah satu keluarga, katakanlah kita penghuni rumah ini adalah “orang-orang terdekat” kita pada saat sedang mengompasiana? Nah, tentu kita saling mengandalkan satu dengan yang lain, kita mempunyai ekspektasi (harapan yang mengandung unsur tuntutan) yang tinggi antara satu dengan yang lain. Jika ekspektasi berbeda dengan kenyataan yang kita temui, makalah muncullah kekecewaan tersebut. Lalu kemudian kita menjadi kesal, kekesalan kemudian meruncing menjadi suka mengecam. Kecaman akhirnya menimbulkan keributan, dan akibatnya muncullah pertengkaran. Di sinilah letak kausalitasnya: Kita benci karena kita mencintai. Itu sebabnya kata “benci” seolah-olah merupakan singkatan dari “benar-benar cinta”.

Kalau ternyata pertentangan, saling serang, saling hujat lewat tulisan dan komentar-komentar yang saya baca selama dua minggu ini tidak sama dengan apa yang saya kemukakan di atas. Berarti ada kemungkinan lain yang tidak bisa tidak pastilah berujung negatif. Iri, dengki, dendam, rasa tidak suka, keinginan untuk menjatuhkan, tidak senang melihat “sukses” orang lain, dan lain sebagainya. Kalau demikian, alamatnya sudah jelas: Perseteruan berkepanjangan. Pertikaian tak berujung! Tidak ada yang mau mengalah dan mengaku salah. Tidak ada cinta, hanya benci melulu. Rumah sehat menjadi rumah yang sakit-sakitan, sudah barang tentu penghuni yang lain akan mudah terjangkit sakit juga. Akhirnya yang sakit membantu yang sakit untuk menyerang yang sakit. Lalu kapan sembuhnya?

Mari kita berbenah menjadi lebih baik dan lebih baik dan lebih baik lagi sebagai penghuni rumah sehat yang bertanggungjawab, dan yang mampu hidup rukun di bawah satu atap. Kalau pun ada riak-riak pertentangan dan ketidaksamaan pendapat, jangan landasi itu dengan benci tapi landaskan itu dengan cinta. Sebab benci melahirkan pertikaian tapi cinta menutupi banyak kekurangan.

Nah, di bawah ini adalah pengamatan sepihak saya mengenai tipe-tipe penulis dan pemberi komentar. Ternyata semua terwadahi berdasar mereka yang pernah menjabat sebagai presiden kita.

Tipe Presiden Untuk Penulis.

Saya melihat ada beberapa kecenderungan penulis dan pemberi komentar berdasar presiden-presiden yang pernah memimpin Indonesia.

1)Tipe Soekarno. Ini adalah tipe Penulis Kharismatik. Ia mampu menghipnotis para sidang pembaca atau reader audience sebegitu rupa hingga mereka terpesona bahkan ada yang sampai “terpedaya” dengan apa yang ia tuliskan atau pun komentari. Tipe ini biasanya memiliki fans pembaca yang kharismatik dan sangat mengelu-ngelukan penulis fave mereka. Tulisan hasil buah pena (baca: buah tuts) para penulis tipe ini sangat menghentak-hentak, bergelora dan menusuk sampai sum-sum tulang sidang pembaca. Lihat saja bagaimana kalau Soekarno berpidato kan? Kelemahan tipe ini adalah bahwa terkadang hanya karena “charisma” yang dimilikinyalah yang membuat para pembaca mengerubuti sang penulis, walaupun misalnya apa yang ia tulis tidak bermanfaat, tidak membangun dan tidak mendidik atau asal tulis, toh para semut pembaca tetap akan mengerubutinya.

2)Tipe Soeharto. Ini adalah tipe Penulis Moderat, “ Penulis Membangun” Artinya penulis dalam kategori ini sangat suka dan sering sekali menulis hal-hal yang membangun dengan gaya khas kebapakan. (Ingat, Soeharto adalah Bapak Pembangunan.) Ada beberapa tapi tidak banyak penulis seperti itu di sini. Biasanya mereka sangat suka stabilitas keamanan rumah ini dan cenderung menjauhi menulis pun berkomentar yang sekiranya (menurut mereka) memiliki efek atau potensi untuk mencerai-beraikan sidang pembaca. Apalagi kalau dinilai, tulisan yang hendak diluncurkan dapat memunculkan polemik berkepanjangan, maka mungkin prinsip mereka lebih baik tulisan tersebut tidak (jangan) di-publish! Kelemahan tipe ini adalah bahwa terkadang penyampaian tulisannya terlalu datar, kaku (tidak fleksibel), kurang kreatif dan monoton.

3)Tipe Habibie. Ini adalah tipe Penulis Lucu dan Enerjik. Mata para penulis tipe ini sangat jeli menari ke sana ke mari mencari-cari bahan tulisan mereka. Sejatinya mereka selalu mempelajari situasi atau trend apa yang lagi hangat di mata sidang pembaca, lalu meluncurlah tulisan yang unik, ekpresif, menggelitik dan hampir selalu membuat sidang pembaca sakit perut, terpingkal-pingkal ketawa dan akhirnya kebelet mau pipis. Mereka sangat unik dalam mengespreikan hasil karya berupa tulisan-tulisan yang betul-betul enerjik dan variatif. Tidak pernah monoton. Lihay dalam memanfaatkan peluang. Selalu bervariasi dan sangat progresif. Kelemahan tipe ini terkadang dalam mem-publish tulisan kurang pandai menjaga bobot. Tak jarang juga mereka mengabaikan azas kemanfaatan, yang penting lucu dan asooooy. Sering mengambil keputusan tergesa-gesa. Makanya kalau sekiranya Kompasiana mengadakan “ReferanduM” untuk pisah dari Kompas misalnya, mereka akan dengan mudahnya menyetujui. Secepat membalikkan telapak tangan. Tanpa pikir panjang.

4)Tipe Gus Dur. Ini adalah tipe Penulis Tak Pedulian. Para penulis ini tak peduli hal-hal sepele yang remeh-temeh. Tapi jangan salah, tipe ini juga adalah para penulis berjiwa Kebangsaan, Pluralis dan Multikulturalis. Biasanya tipe ini adalah para penulis yang cenderung menulis sesuatu yang bermanfaat mengeratkan kebersamaan. Tidak pernah memandang perbedaan sebagai sesuatu yang menakutkan, tapi justru percaya bahwa berbeda itu adalah berkat. Bahwa perbedaan harus dihargai dan diyukuri. Mereka tak pernah mau terlibat pun menulis atau mengomentari hal-hal yang berpotensi menyulut pertentangan Gender, Agama, Ras, Status Sosial, Budaya dan Kebangsaan. Bagi mereka semua penulis di rumah ini dilahirkan sama dan memiliki hak dan tanggungjawab yang sama ketika menulis di rumah sehat ini. Kelemahan tipe ini adalah sering menyepelekan banyak hal, tak mau ambil pusing dan tak mau repot. Bahkan tak jarang mereka berkomentar yang intinya, “Gitu aja kok repot!”

5)Tipe Megawati. Ini adalah tipe Penulis Diam. Biasanya dan bisanya bersikap diam, diam-diam dan sangat keibuan (keibuan bukan berarti penulis emak-emak yah) dan suka sekali memelihara diam (emas) selama mungkin. Menulis dalam diam adalah keindahan. Nah, Walalupun para penulis tipe ini adalah pemberani, tapi mereka memilih “diam” sebagai cara mereka. Entah kenapa! Untuk mengenali tipe seperti ini gampang, coba cermati tulisan yang sangat berani mengangkat suatu isu tapi sang penulis tidak pernah membalas komentar keras sidang pembaca. Atau bakan tak pernah meladeni pertanyaan-pertanyaan kritis para pembaca kritis. Malah mereka sepertinya tak sungkan-sungkan mengeluarkan pernyataan (tersirat) bahwa “diam adalah emas”. Patut diapresiasi memang, karena apapun itu, itulah pilihan mereka. Memang dengan cara itu cukup efektif meredam debat kusir yang bakalan terjadi kalau sekiranya mereka terpancing buka mulut. Kelemahan tipe ini adalah bahwa dalam hal dunia tulis menulis maka diam menunjukkan ketidak-siapan dan kekurang-sigapan penulis mempertanggungjawabkan hasil tulisannya (tidak sepenuhnya benar). Juga bakalan memunculkan rasa bosan bagi para pembaca-pendiskusi. Seperti berbicara pada tembok. Mungkin termasuk juga pada tipe ini adalah para ‘penulis yang tak pernah menulis’. Berbulan-bulan bahkan sudah 2 tahun menjadi anggota kompasiana tapi tak satu kali pun mem-publish tulisan? Ha ha ha!

6)Tipe SBY. Ini adalah tipe termutakhir. Ini adalah tipe penulis yang sulit ditebak. Penulis Misterius. Kadang menangis kadang tertawa. Kadang menyetujui kadang menolak. Terkadang tegas tapi tak jarang plin-plan alias pintat-plintut tak punya pendirian. Berpendirian kokoh tapi juga sering membebek dan ikut sana-sini. Tipe ini hampir dipastikan bisa menulis apa saja sesuai “mood” mereka. Piawai memainkan kata dan perasaan. Bikin sidang pembaca suka, tapi juga tak jarang benci. Menciptakan suasana adem tapi juga tatkala situasi memburuk, ikut mengomentari yang menambah kekacauan situasi. Sangat misterius, sukar ditebak apa maunya.Yang pasti tipe penulis seperti ini banyak diterima berbagai kalangan penulis maupun mereka yang hanya silent reader. Di mata para silent reader mereka adalah silent rider. Pintar menyesuaikan diri. Pandai mengambil hati secara diam-diam. Kelemahan tipe ini adalah bahwa, sikap dan sifat mereka bisa menjadi bumerang. Bahwa tingkat kepercayaan sidang pembaca bisa menurun drastis. Dan bisa saja akan ada anggapan bahwa penulis-penulis tipe ini adalah orang-orang yang tak mampu mengambil sikap dan tak kredibel mengambil keputusan penting.

Kalau begitu, adakah penulis yang yang memiliki “Tipe superman” dimana penulis tersebut memiliki semua tipe di atas? Kalau ada penulis maha sempurna seperti itu maka saya harus mengajaknya makan di Kelapa Gading. Kepiting saus tiram..heeemmmm. Tentu saja sembari mengorek segala keterangan, belajar darinya kok bisa seperti itu. Tapi kalau ternyata tidak ada yang sesempurna itu, maka tidak seharusnya kita sebagai keluarga berantem melulu kerjaannya. Sekali-kali libur berantem kek!

Apabila kenyataan membuktikan bahwa memang tidak ada “penulis superman” atau “penulis sempurna” di sini, justru kita harus mensyukurinya bahwa kita manusia jelas penuh keterbatasan dan kekurangan. No body is perfect bukan? Nah, kalau demikian di situlah kesempatan para penulis untuk saling mengisi, saling melengkapi dan menutupi kekurangan. Di dalam satu rumah harusnya kita saling memberi nilai, saling membangun, saling menyembuhkan luka dan bukan membuat luka baru di atas luka lama. Tidak ada penulis yang sempurna. Tapi kalau kita menulis dengan cinta, membaca dengan cinta dan memberi respon (komentar) dengan cinta, maka saya yakin sekeras dan setajam apapun itu, apa yang kita tulis, komentari, utarakan, harapkan, ia tak akan pernah kembali dengan sia-sia. Satu yang pasti, kalau kita ingin dihargai, maka kita harus terlebih dahulu menghargai orang lain. No matter how hard it is.

Catatan: - Setiap tipe pasti memiliki kekurangan.

-Tipe-tipe tersebut hanyalah torehan imajinasi saya, kalau kurang berkenan silahkan buat tulisan pembandingnya.

-No body is perfect adalah keniscayaan, oleh karenanya jangan pernah ada penulis yang merasa sudah sangat sempurna. Dan merasa tidak lagi perlu untuk belajar dari siapapun juga.

-Tulisan ini tidak bermaksud mendiskreditkan siapaun dengan alasan apapun. Sama sekali tidak. Ini hanyalah tuangan ide seorang pembelajar yang baru saja kehilangan secangkir kopi, karena tumpah disenggol kucing tetangga.

“Tidak ada yang lebih tajam dari tulisan, asal kita mengerti bagaimana membuatnya tajam. Sebaliknya tidak ada juga yang lebih tumpul dari tulisan, kalau kita tidak pernah mengasah kemampuan menulis kita.”----Michael Sendow

Baca Juga:

Menulis Indah Tidak Turun Dari Langit.

Michael Sendow.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun