Kerukunan Keluarga Kawanua (KKK) adalah sebuah wadah perkumpulan orang-orang Kawanua di rantau. Perkumpulan ini sudah terbentuk sejak 40 tahun lalu. Nah, Memasuki usianya yang ke – 40 tahun ini, Kerukunan Keluarga Kawanua atau yang biasa dikenal dengan sebutan K3 mengadakan berbagai rangkaian acara bertajuk “Kawanua Bersatu”. Rangkaian acara-acara tersebut juga terlaksana bekerjasama dengan Yayasan Institut Seni dan Budaya Sulut yang juga menggelar festival malesung: Keragaman Budaya Modal Kerukunan.
[caption id="attachment_277585" align="aligncenter" width="678" caption="Penampilan salah satu kelompok tari dari salah satu desa di Minahasa membawakan tarian maengket."][/caption]
Selama tiga hari, mulai dari tanggal 6 September sampai 8 September acara Kerukunan Keluarga Kawanua ini dirangkaikan dengan festival tahunan yang sudah berlangsung untuk kali ke dua, setelah pelaksanaan perdananya tahun lalu. Festival tersebut bernama “Festival Malesung”. Berskala nasional. Menghadirkan berbagai macam kelompok seni dan budaya, utamanya seni tari maengket dan musik kolintang seantero nusantara, daerah di mana ada orang Kawanuanya. Dalam festival malesung itu sendiri disajikan perlombaan tarian maengket dan musik kolintang, yang diikuti puluhan grup maengket dan grup kolintang dari berbagai kelompok usia. Ada yang mewakili sekolah dasar, sekolah menengah, dan dewasa serta professional.
Kolaborasi unik dan dahsyat antara Kerukunan Keluarga Kawanua dan Yayasan Institut Seni dan Budaya Sulut dalam menyukseskan acara ini sungguh luar biasa. Ketua Umum Kerukunan Keluarga Kawanua IrJen. Pol. DR. Benny Mamoto, yang adalah juga Deputi Pemberantasan Badan Narkotika Nasional (BNN), sejak semula sudah menegaskan bahwa acara ini harus dipersiapkan dan diselenggarakan sebaik mungkin. Dan memang acara demi acara yang tersaji menundang decak kagum siapapun yang hadir saat itu.
Festival malesung yang dilaksanakan tanggal 6-7 September itu ternyata mendapat sambutan sangat luas dari masyarakat Kawanua di berbagai daerah. Antusiasme warga Kawanua di perantauan memang luar biasa besar. Apalagi, acara seperti ini bisa jadi hanya dilaksanakan setahun sekali. Lantas, apa sebetulnya arti kata “malesung” itu sendiri? Menurut berbagai catatan historis di Minahasa, “malesung” sesungguhnya adalah ‘Tanah Minahasa’, dipakai oleh para leluhur Minahasa untuk menyebutkan tanah kelahiran mereka, yaitu tanah Minahasa. Jadi festival malesung ini hadir untuk menampilkan, dan menjaga kelestarian budaya yang ada di tanah minahasa. Mempertahankan tradisi. Memperkuat kebudayaan. Ribuan orang turut hadir di Sport Mall Kelapa Gading untung menyaksikan penampilan terbaik setiap grup maengket dan kolintang yang tampil di festival seni budaya tersebut. Animo masyarakat Kawanua untuk menyukseskan acara ini memang sangat kentara, dan itu sangat terlihat dari tingkat partisipasi mereka.
Hari Minggu tanggal 8 September 2013 adalah puncak acara HUT KKK dengan tema acara “Kawanua Bersatu” yang digelar dalam sebuah ‘Pesta Rakyat’ Kawanua. Acara yang berlangsung meriah tersebut dihadiri juga oleh tokoh-tokoh Kawanua. Beberapa di antaranya adalah Menteri Perhubungan Letjen (purn) E.E. mangindaan, DR. Maya Rumantir, Benny Tengker, istri mantan Gubernur DKI Jakarta Henk Ngantung, Ibu Evie Ngantung – Mamesah, Konsul Kehormatan Republik Latvia Ayub Junus beserta istri. Di antara tamu undangan, terlihat juga istri Menhan RI Ibu Yusgiantoro Purnomo yang ternyata adalah Ketua Persatuan Insan Kolintang Nasional (PINKAN), menurut Ketua Umum KKK IrJen Benny Mamoto, bahwa Menhan dan istrinya itu memang adalah penggemar berat musik kolintang.
[caption id="attachment_277586" align="aligncenter" width="659" caption="Salah satu permainan yang dilombakan,yaitu "]
Puncak acara yang disaksikan ribuan pasang mata di tribun Sport Mall Kelapa Gading itu berlangsung sangat meriah, menampilkan artis-artis Kawanua, dan juga dihadiri utusan-utusan Kawanua Sedunia. Di hari yang sama, siang harinya sudah dilaksanakan juga berbagai lomba tradisional dari tanah Minahasa, seperti lari tampurung, tarik tambang, poco-poco, palakat menggunakan bahasa daerah, baku banting tangan (panco) dan lain sebagainya. Pokoknya, kemeriahan acara puncak tersebut sangatlah terasa. Bahkan, Jokowi pun walau berhalangan hadir, sempat juga mengucapkan selamat kepada Kerukunan Keluarga Kawanua yang berhari ulang tahun itu, dan atas terselenggaranya festival malesung serta pesta rakyat ‘Kawanua Bersatu’. Video ucapan selamat dari Jokowi itu diperlihatkan lewat dua layar lebar yang tersedia, dan tentu saja mendapat sambutan super meriah dari hadirin yang ada saat itu.
Letjen E.E. Mangindaan dalam sambutannya menegaskan supaya ada persatuan dalam tubuh organisasi Kawanua. “Hanya ada satu Kerukunan Keluarga Kawanua”, demikian beliau berucap. Memang benar. Untuk apa kita menjadi besar tapi berlandaskan perpecahan demi perpecahan. Ajakan untuk menjadikan ‘Kawanua yang Bersatu’ tentulah bukan ajakan retorika belaka. Kawanua memang sudah seharusnya bersatu, karena dari sanalah kekuatan kebersamaan itu akan muncul serta mewujud. Bila tidak, maka kebersamaan sebagai sesama Kawanua hanya akan hadir dalam mimpi semata. From the errors of others, a wise man corrects his own, demikianlah ucapan seorang Publilius Syrus. Betul. Dari kekeliruan dan kesalahan pihak lain, maka orang yang bijaksana akan mengoreksi diri (supaya tidak berlaku yang sama tentunya). Kawanua sudah saatnya bersatu. Indonesia sudah saatnya bersatu.
[caption id="attachment_277587" align="aligncenter" width="664" caption="Letjen E.E. Mangindaan sebagai pembina KKK membawakan sambutan"]
Akhirnya, bagi warga Minahasa, semoga pesta rakyat bertema sangat universal ini bisa terus dipertahankan dengan kuat, sekuat kita mempertahankan tradisi dan akar budaya malesung (tanah minahasa). Hadirkanlah dan lahirkanlah semangat baku-baku sayang, baku-baku bantu, baku-baku tongka, dan baku beking pande. Karena apa? Karena torang samua basudara, dan tidak hanya sekedar basudara, tapi basudara yang baku-baku sayang. Karena percayalah, ke sanalah berkat Tuhan akan dicurahkan. Berkat tidak akan tercurah di atas puing-puing perpecahan dan kehancuran.
Tulisan ini akan saya akhiri dengan menyitir kata-kata Sang Proklamator kita, Bung Karno. Ini, "Bunga mawar tidak mempropagandakan harum semerbaknya, dengan sendirinya harum semerbaknya itu tersebar di sekelilingnya." (Diucapkan ketika menyematkan bintang sakti kepada dua orang perwira, yaitu Mayor Benny Moerdani dari RPKAD dan Mayor Untung bin Sjamsuri dari Banteng Raiders.) Bukankah menjadi orang yang baik, yang memanusiakan manusia lain, maka tanpa koar-koar ke sana ke mari pun, maka orang banyak dengan sendirinya akan tau ‘keharuman’ dan ‘kebesaran’ semua tindakan dan perbuatan yang sudah kita lakukan. Semoga. Bersatulah. “I yayat U Santi”. ---Michael Sendow---
Tampilan foto-foto:
[caption id="attachment_277588" align="aligncenter" width="665" caption="Piala-piala yang diperebutkan"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H