Mohon tunggu...
Michael Sendow
Michael Sendow Mohon Tunggu... Wiraswasta - Writter

Motto: As long as you are still alive, you can change and grow. You can do anything you want to do, be anything you want to be. Cheers... http://tulisanmich.blogspot.com/ *** http://bahasainggrisunik.blogspot.co.id/ *) Menyukai permainan catur dan gaple. Menulis adalah 'nafas' seorang penulis sejati. I can breath because I always write something...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pesan Marcos dan Soeharto Kepada Pemimpin Bangsa Ini

2 Mei 2011   03:11 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:10 629
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pesan Marcos dan Soeharto Kepada Pemimpin Bangsa Ini Di Hari Pendidikan.

“Ketika Anda ke Jakarta jangan lupa untuk pergi ke Taman Mini Indonesia Indah”, demikianlah saya berkata kepada teman saya yang orang Filipina. Ia pun membalas, “Kalau Anda ke Manila, jangan lupa mengunjungi Malacanang.” Malacanang adalah bekas istana presiden. Malacanang arti aslinya adalah: di sini tinggal orang yang amat terhormat.

Ferdinand dan Imelda Marcos istrinya itu pernah tinggal di situ. Imelda sang istri memiliki koleksi 1000 buah sepatu, dan sepatu-sepatunya itu masih bisa dilihat di Malacanang. Soalnya setelah diktator Marcos akhirnya kalah terhadap people’s power, dan kemudian lari ke luar negeri, Malacanang akhirnya kemudian dijadikan sebagai museum untuk umum.

Lain Marcos lain pula Soeharto. Bekas presiden Republik Indonesia ini suka mengoleksi keris. Segala macam bentuk keris ia miliki. Istrinya Ibu Tien, mengoleksi kebaya. Ratusan kebaya dimilikinya yang selalu dipakai berganti-ganti di setiap acara kenegaraan. Tapi ada persamaan mencolok pada kedua pemimpin ini. Mereka menjadi pemimpin negara yang bertindak dengan “tangan ajaib”. Tidak boleh ada yang melawan dan menentang, yang melakukannya pasti lenyap. Keduanya bernasib sama yaitu akhirnya harus jatuh oleh kekuatan rakyat—people’s power. Keduanya dianggap telah memakai uang negara begitu banyaknya, sampai-sampai banyak rakyat jelata yang menangis dan mengais sampah-sampah pinggir jalan sebagai kompensasi.

Di Filipina beberapa tahun lalu, media massa memberitakan tentang demonstrasi besar-besaran yang diorganisir oleh Kardinal Sin dan Corry Aquino (mantan presiden Filipina). Mereka menggalang suatu demonstrasi besar-besaran tentu saja memiliki maksud dan tujuan. Tujuan mereka cuma satu yaitu agar Marcos tidak mencalonkan diri lagi. Konstitusi di Filipina mengatur bahwa seorang presiden Filipina hanya boleh menjabat selama satu kali masa jabatan, yaitu 6 tahun. Lalu bagaimana di Indonesia? Nah, ceritanya pasti sangat mirip. Media massa memberitakan besar-besaran demonstrasi para pemuda dan mahasiswa yang menuntut Soeharto mundur. Lengser keprabon.

Di Malacanang itu, Anda tidak hanya bisa melihat 1000 pasang sepatu Imelda. Tetapi Anda juga dapat menyaksikan dua macam Marcos yang pernah tinggal di situ. Yang pertama Marcos dalam impian dan bayangan. Yang kedua, Marcos dalam realitas, dalam kenyataan. Di Taman Mini Indonesia juga Anda menyaksikan hal yang sama. Soeharto yang dalam impian dan bayangan serta Soeharto yang dalam kenyataan. Melalui foto-foto, gambar dan buku sejarah.

Marcos dalam impian artinya yang dibayangkan orang. Bayangan itu diwakili oleh foto-foto dan lukisan-lukisan dirinya yang dipajang di mana-mana, hampir di setiap sudut istana. Marcos yang ganteng. Marcos yang muda dan pahlawan. Marcos yang digandrungi hampir setiap wanita. Pemburu perkasa yang ditakuti semua singa. Jago yang tidak memiliki tandingan. Presiden dengan kekuatan yang tak terbatas. Ia didampingi istri yang cantik dan luar biasa cerdas. Itulah Marcos yang ada dibayangan orang lewat foto-fotonya. Karena itu, ia dikagumi dan ditakuti. Dipuja dan dipuji.

Seperti halnya Marcos maka Soeharto memiliki hal yang sama dengan sang diktator Filipina itu. Soeharto dalam bayangan lewat foto-foto elegannya adalah sang Soeharto muda perkasa. Pahlawan yang gagah berani. Pemuda ganteng serta berwibawa. Jenderal yang gagah perkasa dan ditakuti lawan tapi disegani kawan. Ia juga memiliki istri yang setia. Ia “membawahi” banyak yayasan. Pokoknya, ia dianggap hebat. Pola anutan dan sangat disegani di tingkat Asia Pasifik.

-----Akan tetapi di Istana Presiden, di Malacanang itu juga hadir Marcos yang lain. Marcos yang sesungguhnya. Marcos dalam realita. Apa itu? Marcos yang tua. Marcos yang renta. Marcos yang selalu khawatir. Marcos yang penyakitan. Ia memerintahkan agar semua jendela istana yang menghadap ke jalan ditutup demi keamanan. Persis di sebelah kamar tidurnya, ada semacam rumah sakit kecil, dengan lubang oksigen, alat bantu pernapasan, dan alat cuci darah. Semuanya itu menunjukkan betapa sakitnya Marcos sebenarnya pada saat itu.

Begitu juga Soeharto dalam kenyataan. Setelah ia diturunkan secara paksa. Ia terlihat begitu renta, begitu loyo dan betapa mengenaskan si tua itu duduk di korsa roda. Istrinya meninggal. Anaknya “baku tembak” demi harta dan kekuasaan. Dari satu rumah sakit ke rumah sakit yang lain. Ia tidak berdaya dan dikasihani orang. Ia terbuang dan ditinggalkan. Ia begitu menderita pada saat itu.

Itulah kejayaan manusia. Tidak lama. Selalu ada batasnya. Selalu ada akhirnya.Jangan pernah kita memutlakkan kekuasaan, jabatan dan harta kita. Pesan dari kisah hidup Marcos dan Soeharto buat para pemimpin kita sangat jelas dan gamblang. Tapi sering kita sengaja atau pura-pura tidak tahu. Merasa diri begitu mutlak, begitu abadi, seolah-olah kekuasaannya tidak pernah berakhir. Kita juga seharusnya jangan pernah memperlakukan orang seolah-olah kekuasaanya tidak akan pernah berakhir.

Yang menginginkan segala-galanya, malah kehilangan segala-galanya. Marcos itu, untuk mempertahankan kekuasaanya, ia bersedia melakukan apa saja, bahkan ia memenjarakan dan membunuh pesaing-pesainnya dengan begitu teganya. Benigno adalah salah satu contohnya. Akhirnya apa? Ia tersingkir dan disingkirkan. Ia sakit dan menderita. Ia dikukung rasa was-was dan kekhawatiran yang amat sangat, di sisa hidupnya. Semoga para pemimpin bangsa ini boleh belajar dari Marcos dan Soeharto. Belajar bahwa kuasa dan kekuasaan itu tidak abadi. Apalagi ketika dalam menjalani kekuasaan tersebut diisi oleh ketidakadilan, penyelewengan serta mengabaikan amanat hati nurani rakyat. Pendidikan jadi tidak maju-maju dan berkembang. Berapa banyak yang buta huruf? Berapa banyak yang putus sekolah? Bahkan tidak sedikit yang diusia sekolah malah menjual koran, mencuci mobil dan mengais-ngais di emperan toko.

Pesan mereka jelas. Jangan contohi teladan yang buruk. Jangan tiru cara yang salah. Jangan terapkan gaya yang keliru. Semoga “pesan” pendidikan moral dari tokoh-tokoh terdahulu bisa menjadi cerminan diri bagi pemimpin masa kini. Learn from the past mistakes to achieve a good way of leadership. And lead your people to a better future of life, education and safety.

Selamat Hardiknas,

Michael Sendow.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun