Mohon tunggu...
Michael Sendow
Michael Sendow Mohon Tunggu... Wiraswasta - Writter

Motto: As long as you are still alive, you can change and grow. You can do anything you want to do, be anything you want to be. Cheers... http://tulisanmich.blogspot.com/ *** http://bahasainggrisunik.blogspot.co.id/ *) Menyukai permainan catur dan gaple. Menulis adalah 'nafas' seorang penulis sejati. I can breath because I always write something...

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Perbudakan Adalah Musuh Peradaban. Amazing Grace!

16 Juni 2011   12:52 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:27 1831
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

"Remember the Madagascar, Remember that God made men equal" (William Wilberforce).

Kalimat itu diucapkan William dari atas bangkai kapal Madagascar. Bangkai kapal yang memuat ratusan budak untuk diperjual-belikan. Madagascar adalah kapal perbudakan (slavery ship). Menurut catatan historis, kapal itu sedang berangkat menuju Australia namun hilang secara misterius.

[caption id="attachment_114610" align="alignright" width="300" caption="Amazing Grace Official Site"][/caption] Adalah sebuah film garapan sutradara Michael Apted berjudul “Amazing Grace” yang begitu menyentuh dan membuat penonton tertegun lalu menjadi sedih. Sedih oleh karena betapa tidak berharganya manusia ketika dirinya bisa diperjual-belikan sebagai budak belian. Sangat tidak manusiawi dan sungguh tidak beradab. Minggu ini saya kembali menonton film itu.

Film ini memang film lama (2006) tapi kisahnya diangkat dari true story dan tak lekang dimakan zaman. Sebab sampai detik ini perbudakan, rasisme dan kawan-kawannya masih bermunculan. Tidak sekentara pada masa itu, tapi tetap ada. Dari hal yang paling kasar sampai hal yang paling halus. Berapa banyak TKI yang dijadikan budak-budak modern dan diperlakukan tidak beradab di negara lain? Yang halus pun ada. Sistem perbudakan masih menjiwai orang-orang kaya yang memiliki pembantu. Tidak percaya? Lihatlah pembantu-pembantu masa kini, mereka diharuskan kerja apa pun mulai dari masak, jaga anak, cuci mobil, membersihkan rumah, buang sampah, siram tanaman. Pokoknya apa pun dan semuanya. Lalu tuannya? Yah, duduk ongkang kaki baca koran lah. Padahal dengan begitu definisi pembantu akhirnya tertukar. Mereka yang kerja semuanya kita bantu-bantu dikit si pembantu. Namanya saja pembantu, jadi harusnya kita yang kerja mereka tinggal bantu doang, betul tidak? Bukan dijadikan seperti “budak belian”. Bahkan untuk ambil gelas yang jaraknya cuma satu meter di depan kita pun harus pembantu yang ambilkan.? Luar biasa.

William Wilberforce adalah sosok yang mengagumkan. Ia selalu mengajukan pendapat-pendapatnya, buah pikiran dan ide-idenya tentang anti slavery melalui Parlemen Inggris.

Cerita nyata ini terjadi di tahun 1780-an. William yang sangat populer di Member of Parliement (MP) selalu mengangkat isu yang sangat sensitive kala itu yaitu perdagangan budak (slave trade). Karena itulah ia akhirnya justru berbalik menjadi tidak populer di parlemen. William tidak perduli. Ia tidak peduli ketenaran, sebab yang ia perjuangkan adalah nasib manusia yang menjadi budak. Orang-orang hitam dan orang-orang kulit berwarna yang selalu menjadi budak orang kulit putih. Setiap tahun ia mengangkat isu yang sama, setiap tahun pula ia gagal.

Suatu ketika dia sampai pada batas frustasi yang amat sangat dan jatuh sakit. Ia harus meminum obat dokter. Ketergantungan obat menjadikan ia menderita lebih parah lagi. Rasa lelah yang amat sangat. Physically ill dengan mengidap colitis kronis menjadikan William sudah diujung untuk mundur dari politik dan menyudahi perjuangannya melawan slave trade. Ia putus asa dan benar-benar ingin menyudahi semua perjuangannya. Setiap kali ia berusaha melupakannya, selalu ada mimpi buruk yang ia menghantuinya tiap malam. Hingga suatu ketika ia bertemu Barbara Spooner yang berhasil mengembalikan semangat dan kepercayaannya untuk terus berjuang. Wanita yang kemudian menjadi istrinya inilah yang menopang William kelak berhasil dalam upaya dan usahanya.

Setelah 20 tahun perjuangannya, berkampanye, lalu usaha-usahanya membawa legislasi anti slave trade ke parlemen yang selalu gagal.Akhirnya bill yang ia presentasikan kembali pada tahun 1807 disetujui Parlemen Inggris. Bill yang menggolkan upaya menghentikan perdagangan budak di Kerajaan Inggris Raya selamanya diterima parlemen. Usaha panjang dan sabar dari seorang William Wilberforce ini patut mendapat apresiasi besar. Maka tidak berlebihan kalau film ini mendapat empat bintang (four stars) dari The New York Observer.

Menurut data yang dimuat di Box Office Mojo, Amazing Grace tercatat masuk sebagai 10th-highest grossing film for the weekend, pada peluncuran perdanannya. Pendapatan kotornya sebesar $21,250,683 hanya untuk Amerika Serikat saja (Juni 2007). Lalu Worldwide box office pada August 2007 pun diraih dengan meraup keuntungan $32,050,774!

Sepanjang film ini menggambarkan tak habis-habisnya adegan perjuangan panjang orang-orang yang menghormati arti kemanusiaan. Perjuangan yang tulus dari William dan kawan-kawannya. Bahkan kedekatannya dengan Perdana Mentri waktu itu tidak lepas dari usaha dan upaya memperjuangkan anti perbudakan dan anti perdagangan budak. Dalam salah satu “kampanye” di atas bekas kapal bernama “Madagascar” yang waktu itu sudah menjadi tempat kunjungan turis. Ketika para turis, kebanyakan para bangsawan, lagi terawa-tawa dan bersenda gurau tiba-tiba William muncul di depan mereka. William dengan berapi-api mengatakan bahwa “remember the Madagascar, remember that God made men equal”. Ingat kapal Madagascar, ingat juga bahwa Tuhan menciptakan manusia sama. Ia melanjutkan dengan mengatakan bahwa di kapal ini pernah ada sekitar 600 orang, laki-laki, perempuan dan anak-anak yang hendak berlayar ke Australia. Tapi yang sampai hanya setengahnya. Setengahnya lagi mati dalam perjalanan, karena sakit penyakit. Karena dirantai dan dipukuli. Karena disiksa dan dihantam. Selesai William berucap, terlihat para turis mendekap mulut dan hidung mereka dengan sapu tangan. William mengatakan “Jangan! Singkirkan sapu tangan itu dari wajah kalian. Hiruplah udara ini. Bau kematian inilah yang seharusnya membuka mata kita terhadap apa yang dirasakan para budak belian itu.” Orang-orang yang seharusnya tercipta equal tapi diperlakukan dan diperjual-belikan laksana hewan sembelihan. Seakan bukan manusia. Seolah hanya sampah belaka.

Rangka kapal-kapal yang memuat para budak ini mulai ditemukan. Penemuan pertama rangka kapal budak ini adalah di Key West Florida tahun 1972. Data-data mengungkapkan bahwa kapal pertama yang ditemukan ini mengangkut cargo dari Afrika. Setelah penemuan pertama itu, lebih dari 10 rangka kapal lainnya ditemukan juga di berbagai penjuru dunia. Afrika Selatan adalah pusat perdagangan budak secara global pada waktu itu. Pada masa Belanda menguasai Cape Town Afrika, budak-budak belian didatangkan dari Sumatra, Madagascar, dan dari beberapa tempat terpencil lainnya. Kisah gelap sejarah. Ya! Sejarah perdagangan budak.

Film sarat makna ini juga menampilkan sosok bernama John Newton. John adalah salah seorang kapten kapal yang membawa para budak itu. Ia mengatakan bahwa ia menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri para budak yang sudah tidak laku dijual kemudian dibantai. Pernah ia sendiri yang membersihkan darah para budak dari lantai kapal. Selama bertahun-tahun ia menyaksikan hal yang sama, bahkan tangannya itu terkotori. John menceritakan bahwa dalam suatu keadaan genting di tengah laut, kapalnya hampir karam karena angin rebut, dan ia bernazar kalau Tuhan selamatkan mereka ia akan mengabdikan dirinya bagi para budak itu. Bagi kemanusiaan. Ia akan berjuang memenuhi nazarnya. Orang bernama John inilah yang kemudian menulis the self-proclaimed: "wretch who once was lost but then was found”, salah satu bait dari lagu yang terkenal berjudul “Amazing Grace” itu. John di kemudian hari mengalami kebutaan. Ia buta permanent. Tapi dalam kebutaannya ia menulis “I was blind but now I see”, sangat mungkin maksudnya ketika ia menjadi kapten kapal budak itu, matanya melihat tapi hatinya buta. Sekarang, setelah ia mengabdikan diri pada kemanusiaan, matanya buta tapi ia sudah melihat. John inilah yang berkali-kali didatangi oleh William Wilberforce. John merupakan salah satu pendorong utama semua gerakan William. Bahkan dalam satu adegan ditampilkan William sementara menyanyikan bait-bait tulisan John Newton lewat lagu “Amazing Grace” di depan para bangsawan dan anggota parlemen Inggris saat itu.

Film Amazing Grace ini luar biasa. Layak ditonton berkali-kali. Ia mengangkat citra kemanusiaan lebih tinggi lagi. Bahwa manusia diciptakan equal. Dan karena manusia diciptakan equal, atas dasar apa kita merasa bahwa ras kita lebih hebat dari yang lain? Atau dasar apa kita menyatakan bahwa masyarakat kulit putih lebih hebat dan unggul dari yang kulit berwarna? Film ini unik. Ini bukan film Hollywood kebanyakan. Lain dari pada yang lain. Kekuatannya juga adalah karena film ini based on true story.

Film ini menggugah sisi kemanusiaan kita. Jujur tentang arogansi kita sebagai manusia. Terang benderang menggampar sisi egosentris kita. Menunjukan rasa takut kita yang wajar sebagai manusia biasa. Menampilkan syair lagu yang indah mewakili harapan-harapan dari banyak orang. Dan masih banyak lagi.

Di akhir cerita terlihat foto Westminster Abbey tempat dimana William Wilberforce dimakamkan.

Michael Sendow

Baca Juga:

Laki-laki dari Mars, perempuan dari Venus?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun