[caption id="attachment_113676" align="aligncenter" width="389" caption="Kampung asal Ruminah. Daerah pinggir kali."][/caption]
Saya lagi di daerah yang sangat terpencil….
Tiba-tiba ada SMS masuk. Panjang sekali…
.
“Kak, ini Ruminah. Aku ingin cerita….boleh?Pasti boleh dong ya?
Kak, aku punya mimpi untuk bisa melanjutkan ke jenjang kuliah
Tapi rasa-rasanya impianku hanya mimpi di siang bolong
Mimpiku tinggalah mimpi belaka.
Kak, di negeri ini orang miskin seperti aku tidak boleh punya mimpi
Seandainya boleh, mesti siap-siap untuk sakit hati…
.
Kak, sudah pernah kucoba ikut test masuk perguruan tinggi.
Maksudnya, aku ikut melalui organisasi pencari bakat..
Tau ndak kak, aku dapat nilai tertinggi lho. Nomor satu!
Wah, aku senang sekali kak…
Tapi senangku hanya sementara
Walaupun nilaiku tertinggi aku gugur
Tentu kau ingin tau kenapa, iya kan kak?
Jangan kaget ya kak, aku mesti ngasih 40 juta dulu!
Waduh kak, dari mana duitnya? Ibu kita kan cuma jualan kue.
Aku malah dicibir sama teman-teman sendiri
Itu tuh, yang anak-anak orang kaya.
Ada yang bilang “buang mimpimu jauh-jauh Rum!”
Aku sedih kak. Aku juga bingung.
Lebih baik mana sih, terlahir sebagai anak pintar dari keluarga miskin,
Atau terlahir sebagai anak bodoh dari keluarga kaya raya?
.
Ngomong-ngomong kak, bukan cuma itu…
Ngurus KTP saja makan waktu 3 sampai 6 bulan
Kebayang nggak tuh? Ternyata kenapa?
Uang pelicin belum kuberikan!
Pelayanan publik memang benar-benar hancur kak!
Kesederhanaan prosedur hanya tong kosong bunyi nyaring
Berbelit-belit, tidak mudah dipahami dan sulit dilaksanakan
Belum lagi ketidakjelasan menyangkut persyaratan teknis dan adminsitratif
Sering tidak adanya akurasi, tanggungjawab yang ada juga setipis kertas, layanannya aduh…duh yang aduh duh deh!
Pokoknya kak, mending kakak di hutan sana deh, nggak stress.
.
Kembali ke masalah mimpi Rum…
Kayaknya aku harus sudahi harapanku untuk kuliah aja ya kak
Mustahil sangat untuk orang miskin seperti saya kak..
Saya sedih kak…
Mungkin benar ujar-ujar yang bilang:
“Orang miskin dilarang sekolah…”
Atau,
“Orang miskin dilarang sehat”
Atau,
“Orang miskin dilarang hidup…”
.
Kak, padahal aku tahu persis …
Ketidakadilan dan kebobrokan petinggi negeri ini
Menjadikan yang kaya tambah kaya, yang miskin tambah miskin
Jurang semakin lebar tapi mereka asyik berebut kekuasaan
Perhatian pada yang jelata hanyalah sebatas slogan.
.
Kak, andai saja mimpiku bisa mewujud, tentulah kakak tau apa yang akan kulakukan. Cita-citaku. Harapan-harapanku. Perjuangan panjangku.
Kak, aku akan berjuang kelak untuk bisa melihat anak-anak segala baya
Bermain dengan riang dan terbuai membaca buku cerita
Hidup serba sejahtera, untuk tiap anak sebuah sekolah tersedia
Dan guru cakap mengajar dengan cinta.
.
Kak, aku punya mimpi besar…entah kapan bisa kugapai
Tapi modalku tetap ada. Saat ini bukan uang banyak yang kumiliki
Tapi sebuah asa bahwa damba bisa menjadi nyata melalui doa dan upaya.
Untuk itu juga kak, aku minta doamu terkirim dari tengah hutan sana yah.
Kak, sudah dulu yah, mata aku udah sembab dengan air mata nih…..
.
SMS-ku kurang panjang ya kak?
.
Maaf ya kak merepotkan dengan SMS keluh kesah yang kurang panjang ini…
Jangan bosan-bosan ya kak baca SMS-ku.”
.
Dari aku,
.
Setelah membaca SMS dari Ruminah, saya terdiam. Perlahan namun pasti…tanganku terkunci rapat. Lutut bertelut. Berdoa. Samar-samar di kejauhan terdengar suara Adzan. “Allahu Akbar”.
.
Untuk membaca kisah Ruminah apakah ia berhasil menggapai mimpinya, silahkan diintip di sini:
_____________________________________________________________________________________
Penulis : Michael Sendow & Hesti Edityo (no. 23)
NB : Untuk membaca hasil karya para peserta Malam Prosa Kolaborasi yang lain maka dipersilahkan berkunjung ke sini : Hasil Karya Malam Prosa Kolaborasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H