M.E.N.U.L.I.S
[caption id="attachment_252652" align="aligncenter" width="300" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption]
Bagian sebagian orang menulis itu penting, sebagiannya lagi bilang biasa saja. Bagi sebagian orang menulis itu memuaskan batin dan jiwa yang haus dan lapar, sebagiannya lagi bilang menulis tidak mengenyangkan sama sekali. Bagi yang lain, menulis ibarat menorehkan tinta cinta pada lembaran sejarah, tapi yang lain justru melihat sebaliknya, menulis tidak lebih dari pekerjaan buang waktu, buang tenaga, dan ‘buang tinta’. Semuanya punya pendapat yang berbeda. Kontras memang tapi itulah hidup, itulah kenyataan. Sah? Tentu saja sah-sah saja. Toh tidak ada yang dirugikan.
Lantas apa arti menulis bagi Anda? Bagaimana Anda memandang tujuan paling utama dari menulis? Di kubu yang mana Anda berada dan bertengger? Semua pasti punya jawaban berbeda, walau saya juga yakin ada yang memang jawabannya mirip-mirip. Menulis. Ya, menulis memang kadang terdengar dan terbaca sangat simple. Sangat sederhanaL M.E.N.U.L.I.S. Tapi simple word itu seakan hendak membisiki kita sebuah ajakan luar biasa: Menulis itu memperkaya jiwa. Karenanya, teruslah menulis.
Tidak sedikit penulis yang sudah berhasil mendapatkan banyak uang dari hasil menulis. Entahkah ia menulis untuk sebuah blog, buku, bahkan sekedar menciptakan E-book. Semuanya sah, halal, dan terserah masing-masing. Menulis itu indah. Menulis itu penuh lika-liku. Menulis itu drama. Menulis itu telenovela. Menulis itu juga bagai Film India. Menulis itupun adalah keadaan hati. Kadang dalam tulisan terlihat kemarahan kita, tak jarang ada cinta membara di sana, bahkan amukan dan ‘kesadisan’ turut hadir dalam tulisan.
Itu juga sebabnya, dengan menulis kita mewujudkan siapa sesungguhnya kita. You are what you write. Dengan menulis kita mendapatkan banyak kawan, tapi dengan menulis pula kita bisa kehilangan sahabat terbaik, we might loss the friendships we already build for such a long time. Menulis, memberikan kita kesempatan mendapatkan pekerjaan baru, tapi ia juga dapat menyebabkan kita kehilangan pekerjaan.
Menulis itu sendiri adalah sebuah pekerjaan. Ia musti dilakoni tanpa membebani keseharian kita. Bila kita memiliki cukup cinta, dan keinginan untuk menulis, maka ia akan menjadi batu loncatan kita, bukan menjadi batu sandungan. Menulis adalah menghasilkan sebuah karya. Karya yang dihasilkan itu akan tertanam dalam sejarah, akan berada di sebuah dunia yang ‘abadi’. Ia bisa dibuka dan dibaca oleh generasi-generasi setelah kita. Karya itu akan terpatri, dan nama kita menjadi taruhannya. Apakah tulisan kita sudah memberi manfaat bagi sekitar, atau sebaliknya, menebar kebencian, merusak, dan membunuh nilai-nilai kemanusiaan. Semua itu ada diujung pena, diujung jari kita. Kitalah yang menentukan arahnya, ke mana akhir tulisan kita akan bermuara.
Penulis sejati biasanya memiliki naluri sangat tajam terhadap apa yang ia lakukan dan lakoni. Penulis sejatiwill find even simply writing in one blog (such Kompasiana), and that’s enough to prove to them that writing is important in their lives and they do not have to write for a centuryto know how important it is to them. Sederhananya, tidak butuh waktu lama bagi seorang penulis sejati untuk mengetahui seberapa penting, atau betapa pentingnya menulis itu bagi dirinya.
Menulis itu ternyata sangat penting . Writing is important goes beyond simply the art of writing, it allows the writer to dream and to feel passionate about.Menulis juga adalah menghubungkan dua jiwa, dua pikiran, dua rasa, dan dua dunia. Apa itu? Dunia sang penulis dan dunia para pembaca. Ia musti bisa ‘mengobok-obok’ secara benar jiwa dan perasaan para pembaca supaya tulisannya dapat dikatakan sukses memengaruhi para pembaca.
Seorang penulis umpamanya menulis sebuah buku yang sangat diinginkan para pembaca. Ketika pembaca mencintai dan menyukai apa yang ditulisnya, betapa itu akan menyenangkan hati sang penulis. Penulis kemudian menemukan jalan, dan mengetahui bahwa ia pantas dan harus membuat buku selanjutnya yang dinginkan para pembacanya. Tidak harus menjadi best seller. Tapi bila ada semacam bonding antara penulis dan pembaca, di situlah seni lain dari menulis buku. That is the beauty of writing and the beauty of writing what is important to others.
Marilah menulis. Menulislah dengan cinta. Menulislah dengan kemurnian hati dan kejernihan berpikir. Menulis adalah harapan. Ia memancarkan tidak hanya secercah harapan, tapi juga berkarung-karung (atau berloyang-loyang) harapan bagi sang penulis, maupun bagi pembaca. Kenapa belum mulai menulis? Ayolah. Tuangkan pikiranmu, bagi ilmumu, tebarkan cintamu, sebarkan harapanmu lewat tulisan. Bukankah kemampuan menulis juga adalah pemberianNya, jadi jangan pernah disia-siakan.
Sekarang mungkin Anda bertanya, “Iya…iya…menulis itu penting. Saya juga mau menulis, tapi mau nulis apa itu yang susah. Apa yang mau saya tulis…?” Nah, menulislah apa saja. Kalau susah, mulailah dulu dengan yang sedikit gampang, menulislah sebuah tulisan lain untuk membantah tulisan saya yang satu ini. Yang penting sudah punya niat untuk memulainya. Bagi yang sudah ahli, nggak perlulah menulis bantahan, cukup duduk manis dan dengarkan tuturan saya mengucapkan…”Selamat membaca”… Love You All!
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H