Mohon tunggu...
Michael Sendow
Michael Sendow Mohon Tunggu... Wiraswasta - Writter

Motto: As long as you are still alive, you can change and grow. You can do anything you want to do, be anything you want to be. Cheers... http://tulisanmich.blogspot.com/ *** http://bahasainggrisunik.blogspot.co.id/ *) Menyukai permainan catur dan gaple. Menulis adalah 'nafas' seorang penulis sejati. I can breath because I always write something...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Membalas Kejahatan dengan Kejahatan yang Sama?

23 September 2012   23:05 Diperbarui: 4 April 2017   17:03 3778
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Membalas Kejahatan Dengan Kejahatan yang Sama?

Pikiran manusia itu sebenarnya sangat hebat. Pikiran-pikiran manusia itu juga memiliki kecenderungan besar untuk “saling membalas”. Mungkin ada yang bertanya, apa maksudnya? Begini. Sadar atau tidak, pikiran kita sesungguhnya memberi sugesti kuat untuki memberi balasan setimpal pada semua kebaikan dan membenci semua tindak ketidakadilan serta kejahatan dengan kadar yang sama. Kebiasaan pikiran kita bekerja dengan mekanisme seperti itu gampang dibuktikan. Lihat saja, apabila ada yang menjahati atau menyakiti Anda pasti pikiran pertama yang menyeruak muncul adalah ‘pembalasan’. Lumrah seperti itu. Sakiti atau jahatilah saya,dan dalam sekejap pikiran saya akan mengarah ke tindakan otot yang sesuai, untuk apa? Ya so pasti ”untuk membalas secara setimpal.”

Bagaimana mengubah mekanisme kerja pikiran yang berlandaskan ‘suka membalas’ itu ke arah dan aras yang lebih bijak? Umpamanya, supaya muncul cara berpikir “jangan balas kejahatan dengan kejahatan, tapi balaslah kejahatan dengan kebaikan?” Bagi saya, jawaban gampangnya adalah kita mesti mampu menyugesti diri sendiri. Prinsip ini ampuh dan manjur jur jur…!

Menyugesti diri sendiri itu layaknya berdoa. Selama bertahun-tahun saya berusaha untuk berdoa dengan sungguh-sungguh. Dan selama tahun-tahun tersebut saya mengamini ternyata benar betul betapa pentingnya untuk bersungguh-sungguh dalam berdoa. Banyak kali doa saya terkabulkan. Peran kesungguhan kita dalam berdoa dan kemahamendengarannya Tuhan itu sungguh luar biasa ajaib hasilnya. Doa yang tidak sungguh-sungguh sama juga dengan ketika kita tidak pernah secara optimal memberi sugesti positif untuk memotivasi diri kita sendiri

Saya percaya bahwa di dalam diri kita sebenarnya terdapat fungsi-fungsi kontrol yang secara alami terus menerus bekerja. Kontrol-kontrol tersebut termasuk pikiran dan perasaan kita. Nah, di dalam pikiran dan perasaan kita juga ada yang namanya insting serta feeling. Ada sebuah kisah nyata di Negara bagian Illinois Amerika Serikat. Begini ceritanya. Seorang petani suatu pagi meninggalkan rumah menuju ladang tempatnya bekerja. Tapi belum begitu jauh ia melangkah, mendadak ia dihinggapi perasaan aneh yang sepertinya memaksa-maksa dirinya untuk kembalike rumah. Semula perasaan itu tidak diindahkan, tapi makin lama makin kuat dan seperti tak henti-hentinya mengedor-ngedor batinnya. Akhirnya ia tak tahan lagi, lantas ia pun berbalikdan bergegas pulang. Makin dekat ke rumah, makin gelisah si petani sampai akhirnya ia berlari. Saat masuk ke rumah, ia menemukan putrinya terbaring di lantai dengan leher tergorok. Si penyerang kabur hanya beberapa detik sebelum ia datang. Pernahkah Anda punya perasaan-perasaan ‘yang kuat memaksa’ seperti itu? Saya percaya banyak di antara kita yang pernah mengalaminya. Jadi ada semacam sugesti alam bawa sadar yang secara alami memengaruhi, mendorong, mengajak, dan bahkan memerintah kita.

Dengan Cara Seperti Apa Kita Hendak Membalas?

Sekarang kembali ke soal keinginan membalas yang sangat kuat dalam diri setiap kita. Anda tahu arti kata membalas? Dalam konteks tulisan saya, arti kata membalas yang saya pakai di sini adalah kurang lebih “mengembalikan tepat seperti menerima”, dan bukan sekedar balas dendam. Jika saya melukai Anda, sudah pasti akan muncul keinginan kuat untuk membalas begitu ada kesempatan. Jika saya memojokkan Anda dengan ucapan tertentu, Anda pasti membalas dengan cara serupa , atau bahkan lebih kejam lagi kalau boleh!

Di lain pihak, jika saya memberi bantuan,Anda pasti akan balas membantu dengan cara dan bentuk yang sama, bahkan secara lebih banyak bila memungkinkan. Apa artinya ini? So pasti ini bisa dibilang bahwa kita mengikuti dorongan alamiah melalui “hukum pembalasan”. Membalas secara positif ataupun membalas secara negatif.

Untuk memengaruhi orang lain supaya mengikuti apa yang kita inginkan sebenarnya nggak susah-susah amat. Gampangnya, kalau ingin membuat seseorang marah-marah dan darah tingginya naik terhadap kita, perlakukan dia secara jahat. Kalau ingin dia baik, perlakukan dia dengan manis dan bijak. Melalui penggunaan hukum ini secara tepat, Anda dapat dikatakan sudah bisa memengaruhi orang lain. Itu namanya ilmu sugesti. Jika saya ingin Anda membenci saya dan memengaruhi sampai menjurus ke tindakan melukai, saya bisa mencapainya dengan cara memperlakukan Anda sedemikan rupa sampai Anda ingin membalas perlakuan tersebut secara setimpal. Kecuali Anda sudah menguasai ilmu yang lebih tinggi lagi, maka usaha saya akan gagal. Ilmu apa lagi itu? Ya seperti yang saya bilang di atas tadi, kemampuan mengendalikan diri dan tidak membalas yang jahat dengan kejahatan yang sama.

Lantas bagaimana selanjutnya? Okelah, mari kita belajar bersama. Yang pertama dan paling penting dalam menguasai ilmu membalas kejahatan dengan kebaikan adalah dengan memiliki dulu pengendalian diri sepenuh-penuhnya. Anda harus belajar menerima segala macam hukuman dan siksaan , ejekan, hinaan, serta perlakuan buruk orang lain tanpa membalas.Pengendalian diri merupakan bagian dari harga yang harus Anda bayarkan untuk dapat mengusai hukum pembalasan positif secara utuh.


Nah, kalau ada orang yang mulai mengejek dan menghina Anda, tak peduli apakah Anda pantas menerimanya atau tidak, ingatlah bahwa jika Anda membalas dengan cara yang sama, berarti Anda sesungguhnya justru telah sukses didominasi orang tersebut.

Di lain pihak, jika Anda mampu menahan diri dari amarah dan mengontrol pikiran Anda untuk supaya tidak membalas, dan menonjolkan sikap penguasaan serta pengendalian diri, maka Andalah yang mendominasi situasi dan keadaan secara telak. Berangkat dari sanalah kemudian muncul hal-hal indah serta elok yang patut Anda banggakan. Bahwa walau betapa sulitnya untuk tidak membalas perlakuan jahat orang lain, tapi Anda toh akhirnya sanggup menguasai ilmu pengendalian diri dan ujungnya pembalasan positif tadi secara utuh dan konkrit. Tidak membalas orang yang menghina kita, dan jangan mencaci mereka yang mencaci-maki kita.

Miliki Compassion Itu Penting

Terlalu sering terjadi kita begitu mudahnya terpancing untuk saling membalas. Bukan hanya ketika masa kampanye pilgub DKI, tapi dalam adu argumentasi apapun. Bahkan saling cecar dan serang yang menjurus pada sisi personal seseorang. Luar biasa. Di dunia maya saja kita sudah tidak bisa menguasai diri, bagaimana di dunia nyata? Tapi alangkah indahnya kalau masing-masing memiliki pengendalian diri dan pembalasan positif, sudah barang tentu karya-karya kita kelak akan dikenang secara positif juga pastinya. Saya percaya itu.

Mungkin sebagian besar kita pernah membaca kisah-kisah si Umar bin Khatab. Pada zamannya, ia begitu dikenal dan terkenal karena ketangguhannya sebagai panglima dan petarung yang sangat tangguh. Ia nyaris tak terkalahkan. Umar di kemudian hari diangkat sebagai pemimpin untuk negerinya dan negeri-negeri di sekitarnya. Ia kuat, keras, dan tegar.

Namun demikian, Umar ternyata dalam sebuah peperangan rela untuk dikomando oleh seseorang yang lebih muda dari dirinya. Pernah pula ia menangis sewaktu menyaksikan salah seorang rakyatnya yang kelaparan. Dan lagi, hatinya selalu bergetar ketika melafalkan nama Tuhan. Tak diragukan, disamping memiliki ketegaran, kekuatan, dan keyakinan terhadap diri sendiri yang tinggi, ia juga memiliki compassion terhadap sesama. Compassion itu erat hubungannya dengan kerendahan hati, keikhlasan untuk berbagi, keengganan untuk menyakiti, dan kerelaan untuk mengalah. Sikap Umar bin Khatab dalam hal pengendalian diri membuat kepemimpinannya memiliki balancing yang baik dan tepat.

Dalam kehidupan nyata yang begitu keras saja kita mestinya memiliki tingkat pengendalian diri yang tinggi, apalagi ‘hanya’ dalam tingkat dunia maya yang serba terbatas pengetahuan kita terhadap siapa-siapa saja yang menjadi lawan interaksi kita. So, be wise and don’t take everything personally will help you a lot to control your mind and lead you to the final task: “Tidak membalas kejahatan dengan kejahatan.”

***

'Program ini tidak berbahaya, dapat dipraktikkan dan lagi free of charge...Selamat membalas. Oops, maksudnya selamat mencoba...'

Michael Sendow

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun