Entah kenapa bila saya mendengar ada orang berdoa, dengan cara apapun ia berdoa, maka seakan ada rasa damai dan teduh di dalam hati dan jiwa ini. Doa adalah sarana atau alat kita berkomunikasi dengan Tuhan, Sang Pencipta Alam Semesta dan segala isinya. Doa juga adalah cara kita ‘berkeluh kesah’ kepada Tuhan. Dan, dengan cara yang sama, yaitu berdoa, kita punya kesempatan juga untuk menyampaikan rasa syukur kita atas segala penyertaan Tuhan dalam hidup kita.
Ada banyak yang dapat kita syukuri dalam hidup ini. Jangan hanya selalu berkeluh kesah tanpa pernah mensyukuri segala nikmat yang sudah Tuhan berikan. Berdoa adalah keniscayaan. Doa ibaratnya ‘nafas kehidupan’. Tanpa doa, kita bahkan bisa kehilangan segalanya.
Cara orang berdoa tentu saja berbeda-beda. Ada yang buka mata ada pula yang tutup mata. Ada yang bersujud ada yang berlutut, ada juga yang bertelut. Ada yang lipat tangan ada yang menengadahkan tangan. Ada yang angkat tangan ada yang tanpa gaya apapun. Semuanya tidak menjadi soal sebetulnya, sepanjang doa yang dinaikkan itu tulus dan sepenuh-penuhnya untuk kemuliaan Tuhan dan demi kebaikan sesama manusia. Isi hati seseorang menentukan isi doa yang ia panjatkan.
Bila hati kita penuh kebencian, kemarahan, rasa pesimis, putus asa, iri hati, kemunafikan, lalu kemudian hal itu tidak kita kontrol, maka ungkapan hati seperti itulah juga yang akan terpancar dari doa-doa yang kita ucapkan. Bersihkan hatimu dulu sebelum engkau berdoa.
Lalu, belum lama ini saya mendengar ada orang berdoa dengan begitu keras dan lantang, amat menggugah. Saya tidak mendengarnya doa itu dipanjatkan di rumah ibadah, tetapi di gedung megah milik rakyat. Melalui TV saya mendengar doa itu dengan khusuk meskipun saya punya keyakinan berbeda dengan sang pendoa itu. Tetapi alangkah terkejutnya saya mendengar isi doa orang itu. Bulu kuduk saya berdiri mendengar cara dia berdoa, juga isinya. Ruangan tempat dimana ia berdoa sontak tenang tak bersuara mendengar lantunan doa yang dinaikkan orang itu. Lantas kenapa bulu kuduk saya meremang? Bukan oleh karena saya melihat setan. Sama sekali tidak. Tetapi oleh karena isi doanya yang begitu menggetarkan kalbu.
Saya tidak tahu cara berkomunikasi dengan Tuhan macam apa yang tengah dipertontonkan sang pendoa itu, tetapi muatan dalam doa itu, bagi saya yang baru pertama kali mendengar isi doa semacam itu langsung dapat berkesimpulan bahwa doa tersebut ada muatan politisnya. Seberapa tidak percayapun orang-orang akan hal itu. Ruangan yang tadinya tenang dan teduh tiba-tiba jadi gaduh dan riuh oleh tepuk tangan dan sorak sorai orang.
Baru pertama kali dalam sejarah saya menyaksikan ada orang berdoa dan disambut dengan tepuk tangan riuh menggemuruh dari kawan-kawan si pendoa yang hadir di ruangan itu. Ini sesuatu yang langka dan ajaib. Kalau tidak ada muatan politis, maka doa semacam itu mustahil akan disambut tepuk tangan seperti itu.
Saya kurang tahu, yang mereka soraki itu adalah si pendoa atau Tuhan YME. Apapun itu, saya akhirnya bisa berkesimpulan bahwa doa yang saya dengar di TV itu tak lebih dari sekedar orasi politik dibungkus dan dibingkai dengan ‘alasan’ doa. Dengan kata lain, dengan bahasa gamblangnya, doa itu telah diperalat untuk mengkritisi, ‘meyerang’ orang lain. Pertanyaannya, apakah memperalat doa direstui Tuhan sang pemberi kehidupan? Anda sendiri yang dapat menjawabnya.
Lihat dan dengarkanlah doa Menteri Agama, atau doa beberapa pemuka agama lainnya yang dapat dengan mudah Anda jumpai di youtube, lalu bandingkanlah, saya percaya Anda akan menemukan keteduhan dan rasa damai mendengar doa-doa tersebut. Lalu dengar baik-baik isi doa di gedung milik rakyat itu yang muatannya sangat tendensius dan nyinyir terhadap pemerintah tanpa rasa berdosa memakai tameng doa. Luar biasa. Yang berdoa mungkin lupa, bahwa Tuhan Yang Maha Kuasa dan Maha Mengetahui pastilah tahu betul isi hati setiap manusia yang berdoa kepadaNya.
Ini ‘doa politik’ paling menggemaskan dan (maaf) palingnorak yang pernah saya dengarkan. Simak beberapa penggalan isi doa politikus tersebut berikut ini: “Jauhkan kami ya Allah dari pemimpin yang hianat yang hanya memberikan janji-janji palsu. Harapan-harapan kosong. Yang kekuasaannya bukan untuk memajukan dan melindungi rakyat ini. Tapi seakan-akan arogansi kekuasaan berhadap-hadapan dengan kebutuhan rakyat.”
“Di mana-mana rakyat digusur tanpa tau ke mana mereka harus pergi. Di mana-mana rakyat kehilangan pekerjaan. Allah, di negeri yang kaya ini rakyat.....wahai Allah. Tidak ada jaminan kehidupan mereka.”