Aku pernah merasa bahwa akulah orang paling berakhlak mulia di seantero jagad raya ini. Aku adalah orang suci meskipun banyak yang nyinyir dan bilang aku sekedar sok suci. Bukan urusanku. Itu urusan mereka. Urusanku adalah tampil beda dan ‘jual diri’ supaya dapat panggung.
Aku juga, dengan penuh kesadaran sudah menobatkan diriku sendiri sebagai orang paling pintar di Indonesia, bahkan kalau ada akses aku akan melamar untuk menjadi yang paling pintar di dunia, lantas yang di luar aku, kalian semua laksana anak-anak yang tak lulus Taman Kanak Kanak. Tidak ada pintar-pintarnya sama sekali.
Ya, itulah aku yang selalu merasa diri paling hebat, paling heboh, dan paling bisa menggerakkan umat. Sekali aku berteriak dengan teriakan melengking bak kuda yang sibuk makan rumputnya tetangga, maka ribuan umat akan berkumpul mendukungku. Lalu terjadilah euphoria demo besar-besaran. Bahkan, mereka yang tak bisa menghitung secara empiris tentu akan berkata bahwa yang mendukungku pada saat demo adalah jutaan orang. Alamaaaak! Aku menghela nafas panjang-panjang…..
Kini, ijinkan ane minta maaf sebesar-besarnya kepada banyak pihak. Sudah belasan tuduhan dan pelaporan diarahkan pada ane. Tentu ane sadar sesadar-sadarnya, bahwa semua ini terjadi karena mulut ember ane yang tak faham arti perbedaan dan keberagaman. Hati ane yang terlalu picik dan dibutakan oleh entah apa. Ane hanya mau diri ane sendiri yang benar, yang lain silahkan terjun ke laut, semuanya salah. Ente yang baca ini tolong fahami masalah psikis ane yah…jangan lagi ane dihujat-hujat tak karuan dong…….karena emang ane pantas dihujat kok.
Aku juga pernah melukai warga daerah tertentu dengan memplesetkan salam yang biasa mereka pakai dan sangat hargai. Lalu kemudian tak berhenti di situ saja, aku juga menista lambang negara yang begitu amat sangat dijunjung tinggi di negeri ini. Lalu saban hari aku teriak-teriak bak orang gila menghina siapapun dan apapun yang menurut aku salah serta keliru --- sekali lagi --- menurut aku.
Di lain waktu aku menyebarkan pandangan hoax tentang PKI dan palu arit di lembaran uang yang dikeluarkan oleh BI, padahal aku sendiri tergila-gila dengan lembaran-lembaran tersebut. Mobilku mewah, hartaku banyak, rumahku besar. Tentu aku tak membelinya pakai kertas koran, tetapi pake uang yang menurut imajinasi sesatku adalah bergambar palu arit itu. Ah, peduli amat lah ya…yang penting kan kantongku tetap tebal sama lembaran-lembaran itu.
Pssst…aku juga paling demen pake barang-barang hasil produksi kafir kok. Jangan kasih tau siapa-siapa ya, malu aku jadinya….
Jangan lewatkan, akujuga senang sekali kalau bisa seenak perut ngomongin keyakinan dan iman kepercayaan agama lain, kalau perlu kuhina sekalian. Ooh kalau aku sih boleh-boleh saja bicara kayak githu, tetapi orang lain jangan coba-coba hina agama yang aku anut, nyentil sedikit saja kau ku semprotlah. Ternyata ada yang laporkan aku, sialan, apes banget ya aku ini.
Aku juga masih ingat, ketika dengan pongah dan lantangnya aku berteriak-teriak menuduh bahwa salah satu pimpinan partai besar telah menista agama. Setelah itu cepat-cepatlah aku meralatnya karena jujur aku lumayan ‘takut’ diseruduk banteng sih. Nyali ini tak sehebat yang disyut kamera waktu aku teriak-teriak dan dilihat banyak orang. Keder juga aku mah. Sesungguhnya aku ini kan agak sedikit cemen lah, itu kata ABG jaman sekarang. Maka aku mohon, selesaikanlah semuanya secara kekeluargaan saja. Catet.
Aku memang nggak ada kapok-kapoknya sih, maka dengan jempol gedeku aku sedikit saja goyangkan jempol itu dan berkoar supaya Kapolda Jabar dan Kapolda Metro Jaya supaya segera dicopot. Idih, aku jadi malu sendiri sih habis ngomong gitu, emangnya celana mau dicopot-copot kayak gitu. Nggak segitunya kali. Telinga aku pun sempat memerah mendengar tanggapan Kapolda Metro Jaya di TV yang kurang lebih bilang begini “……Siapa dia? Mau nyuruh-nyuruh saya dicopot…”Aduh, betapa malunya diriku! Siapa aku? Iya, siapa aku? Aku hanyalah sebutir debu di padang belantara.
Otakku memang agak korslet sedikit sih. Makanya kalau aku ditimpa kasus begini, atau ketika aku keceplosan lidah yang sengaja memang aku lakukan, lalu aku dituntut kiri kana secara hukum, maka dengan segala siap dan sigap aku bakalan meminta supaya diselesaikan secara kekeluargaan saja, jangan lewat hukum lah. Polisi pun harus memediasi. Itu kalau aku loh ya. Kalau orang lain? Ya janganlah…kalau perlu aku akan demo besar-besaran supaya orang lain itu dihukum, meskipun ia TIDAK bersalah. Hukum seberat-beratnya, kalau perlu kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan ditekan. Pakai demo juga gak masalah.